Five

1.9K 286 25
                                    

Ruangan berbau khas obat-obatan itu mendadak sepi ketika pria bernama lengkap Sindu Sindoro Redavi datang. Sebelum Sindu menampakan diri masih ada tanda-tanda kehidupan. Namun setelah ia muncul semua manusia yang berkontribusi menjaga pasien mendadak bungkam.

Kejadian itu membuat Sindu mati gaya. Ia tidak tahu harus berbuat apa.

"Papa susah tidur sejak masuk rumah sakit, Ndu. Tidurnya di jam-jam segini. Itupun harus ditunggui Mama dan anak-anaknya." suara Dedeh membuat Sindu bernapas lega. Akhirnya ada juga yang bersuara.

Sebenarnya bukan tanpa alasan para penunggu Revan diam. Mereka juga tak bermaksud mengabaikan Sindu. Mereka hanya tidak ingin menganggu tidur pria yang sedang berbaring di atas ranjang rumah sakit.

"Sejak kapan papa masuk rumah sakit, Ma?" tanya Sindu.

"Satu minggu yang lalu," jawab Dedeh.

Seminggu lalu dan Sindu baru dikabari hari ini?

"Tidak ada perkembangan, Ndu. Bukannya membaik kondisi Papa semakin menurun." nada sedih terkandung dalam kalimat itu.

"Tiga hari ini Papa nyariin kamu. Pengen ketemu dan ngobrol sama kamu, katanya," ucap Dedeh menoleh, menatap Sindu.

"Maaf baru hubungin kamu hari ini," lanjut Dedeh menyesal.

Sindu tersenyum seadanya. Selanjutnya keduanya ngobrol ngalor-ngidul. Tak berlangsung lama karena pria yang sedang terbaring lemah di atas ranjang itu memanggil istrinya.

"Ma," panggil Revan lirih.

Wanita yang dipanggil mendekat. "Iya, Pa?" jawabnya. "Pa, lihat siapa yang datang," tambah Dedeh menunjukkan sosok Sindu.

Revan menyunggingkan senyum. Sindu meraih tangan pria itu untuk diciumnya.

"Nak Sindu," panggil Revan mengelus kepala Sindu sesaat.

"Mama tinggal bentar ya? Mau beli minuman hangat dulu. Titip Papa ya, Ndu," ucap Dedeh menginterupsi dua pasang telinga pria yang ada di ruangan ini.

Cowok yang dititipi amanah mengangguk. Dedeh berpamitan pada Revan. Setelah mendapat persetujuan dari sang suami wanita berhijab itu pergi. Sebenarnya Dedeh tidak tega jika harus meninggalkan suaminya meski hanya sebentar. Tetapi, ia tahu kalau suaminya butuh ngobrol dengan Sindu.

Dedeh terpaksa meninggalkan ruang rawat Revan. Tapi ia tidak ke kantin. Melainkan duduk di bangku panjang depan ruangan. Jaga-jaga kalau ada apa-apa.

"Papa jangan terlalu banyak mikir. Biar panjang umur," kata Sindu membuka topik obrolan.

Senyum Revan terukir. "Papa lagi nggak banyak pikiran. Mungkin karena sedikit kelelahan dan faktor usia yang mendukung penyakit Papa kambuh."

Sindu tidak tahu harus merespon apa.

"Bagaimana kabar kamu, Nak?" tanya Revan membuka topik obrolan baru.

"Baik, alhamdulilah," jawab Sindu.

"Bagaimana kabar cucu Papa?"

Bayangan sosok bayi cantik beberapa tahun silam memenuhi memori Revan.

"Sudah sebesar apa dia? Siapa namanya? Sera?" lanjutnya bertanya.

Sindu tersenyum haru. Belasan tahun tak pernah bertemu dengan Revan, tapi pria itu tak melupakan cucu perempuannya.

"Iya, Sera. Seraphina Btari Kafabi," ucap Sindu menyebutkan nama lengkap putrinya.

"Si cantik Seraphina bagaimana kabarnya?"

"Dia tumbuh menjadi anak baik juga cantik, Pa."

"Ajak Sera ke sini, Ndu. Papa mau ketemu," ucap Revan memohon.

Bertaut Where stories live. Discover now