All Will Pass, Sera

1.9K 243 32
                                    

"Gue turut berduka cita sedalam-dalamnya. Opa lo orang baik, Tuhan tahu yang terbaik." Brie menyambut kedatangan Sera dengan ucapan bela sungkawa.

Pagi ini Sera seperti kehilangan setengah dari semangatnya. Kematian Revan adalah penyebabnya.
Meskipun Sindu bilang pada Sera untuk tidak usah memikirkan apa yang akan terjadi kedepannya tetap saja ia kepikiran. Apalagi sejak Sera melihat pria seumuran ayahnya dan juga gadis cilik yang ditemuinya di rumah sakit kemarin berada di sisi Sere kemarin.

Ada ketidakrelaan melihat Serena bersama oranglain. Ia tidak suka ibunya dekat dengan gadis yang diduganya adalah anak wanita itu.

Iya. Pasti gadis bernama Kia yang sempat mengajaknya ngobrol saat di rumah sakit adalah anak Sere dengan pria lain. Itu sama artinya dengan tidak ada harapan untuk keluarganya bersatu.

Selamanya Sera tidak bisa merasakan hangatnya keluarga utuh. Ia tidak akan pernah merasakan bahagia hidup di tengah ayah-ibunya.

"Sera gue tahu lo lagi nggak baik-baik aja—"

"Gue kepikiran pengen kerimbat deh, Brie. Temenin gue nge-Mall mau?" potong Sera cepat.

Saat ini Sera sedang ingin berendam di kubangan air dingin. Kepalanya terasa penuh dan panas. Maka dari itu Sera berencana bolos sekolah. Rencana ini mendadak. Tiba-tiba terlintas begitu saja.

"Sekarang banget nih?" tanya Brie.

Sera mengangguk. Wajah sedih Brie terpasang. "Gue ada test Mandarin jam pelajaran tiga-empat," jujurnya.

Sera hampir lupa kalau mereka hanya sekelas dipelajaran satu-dua. Tiga-empat terpisah dan bersatu lagi setelah istirahat pertama hingga pulang sekolah.

"Im sorry. Ini bukan kemauan gue," ucap Brie mengelus punggung Sera.

"Its okay. Kalau gitu gue cabut sendiri," kata Sera beranjak berdiri. Meraih laptopnya.

"Kenapa nggak pergi setelah istirahat pertama?" tanya Brie mengehentikan langkah Sera.

Benar juga, tapi.

"Lo tahu akses keluar sekolah sebelum jam pulang nggak segampang ngejentikin jari tangan kan?" sanggah Sera disetujui Brie. "Lebih baik pergi sekarang daripada nggak bisa keluar sama sekali," lanjutnya.

"Gue berasa nggak setia kawan deh," keluh Brie mengantarkan Sera keluar kelas.

"Gue tahu pelajaran Bahasa Mandarin nggak main-main. Kalau kita bertukar posisi; lo ngajak gue mabal, tapi saat itu gue ada test, gue lebih milih ikut test daripada temenin lo cabut," ucap Sera yang terdengar sebagai kalimat 'hiburan' bagi Brie.

"Maaf ya, Sera," ucap Brie sekali lagi.

Sera mengundurkan diri dari hadapan Brie. Gadis itu harus segera pergi sekarang.

Langkah Sera terasa ringan. Perjalanannya tak ada halangan. Namun, tepat di anak tangga terakhir langkah Sera terhenti. Ia berpapasan dengan remaja yang kemarin mengatar dan menemaninya di rumah sakit. Remaja yang tak meninggalkannya hingga di detik terakhir Revan.

Sadam setia. Ia yang membawakan Sera makan siang. Remaja itu juga rela menunggui Sera di kursi panjang depan ruang rawat inap Revan, Dan Sadam pula yang menjadi saksi isak tangis Sera.

Bertaut Where stories live. Discover now