Bagian 2: Seragam Merah Putih

920 141 6
                                    

SEPI. Fera berhadapan dengan orang asing di gang sepi ini. Ia akhirnya bisa melepaskan cengkraman tangan kekar pria tersebut.

Napas Fera terengah-engah. Ia masih menyelaraskan ritme jantungnya. Tadi itu sungguh gila. Ia diseret jauh ke jalan kecil yang dihimpit dua gedung. Di sinilah mereka sekarang, berdiri berhadapan dengan pikiran masing-masing.

Fera tak memiliki cukup tenaga untuk mengeluarkan suara. Ia menunggu jantungnya berdetak normal seraya memperhatikan pria di depannya. Menurut gadis itu, orang yang kini menatap Fera datar dan aneh itu adalah seorang cosplayer.

Sekarang kepalanya dipenuhi dugaan-dugaan aneh. Ia takut kalau ternyata orang ini adalah seorang penjahat. Fera bahkan tak yakin apa tujuan seorang penjahat menangkapnya. Uang? Seragam putih abu-abu yang dikenakan Fera sudah membuat begal sekalipun ogah-ogahan menyentuhnya.

"Nona, bisa jelaskan padaku di mana saya sekarang?" Suara serak itu, berhasil membuat Fera mendongak.

"Ha? Apa?" Fera tak yakin apa yang barusan ia dengar.

"Bisa jelaskan di mana saya sekarang?!" sergah pria itu. Sekarang tangannya lancang mencengkeram bahu Fera.

Gadis itu berteriak ketakutan.

Sadar tindakannya kurang sopan, pria itu segera mengangkat kedua tangannya di depan dada. "Ma-maafkan saya, Nona. Saya tak bermaksud," ujar orang yang diduga cosplayer itu.

Fera harus segera pergi. Ia tak mau berlama-lama berada di tempat penuh sampah ini.

"Permisi, Om. Saya harus pulang." Fera lantas berbalik pergi. Ia segera berlari sebelum hal buruk terjadi padanya.

***

Tangisan anak kecil mengusik telinga Fera yang sedari tadi menunggu bus di halte. Gadis itu terpaksa melepas earphone.

Di dekatnya, seorang gadis cilik dengan seragam merah putih tampak berdiri sambil terisak.

Halte hanya di isi mereka berdua. Fera ingin sekali berteriak menyuruh anak kecil itu diam, tapi ini tempat umum. "Dek, bisa diam nggak sih?" tegur Fera kasar.

Bukannya diam, anak itu malah menangis lebih kencang. Panik.

"Nak, kamu kenapa?" Suara serak itu berhasil membuat anak kecil itu diam.

Fera menelan ludah. Pria yang tadi dijumpainya sekarang sedang berjongkok di depan anak itu. Tampilannya yang sangar dan kotor oleh debu tentu saja membuat anak itu diam ketakutan.

Fera mendelik. Apa Om itu berniat menculik gadis itu? Ia terus mengawasi mereka berdua yang kini mengobrol patah-patah. Gadis kecil itu masih tersendat karena sisa tangisnya.

Pria itu sigap berdiri—Fera terus mengawasi. Tangan kekarnya menawarkan gandengan pada anak SD tersebut.

Apa dia mau menculik? Fera panik. Ia harus mencegah hal itu. Siswi SMA tersebut segera menarik salah satu lengan gadis itu.

"Maaf, Om. Dia adik saya. Mau diajak kemana ya?"

Baiklah, sekarang Fera berpura-pura demi keselamatan anak itu.

Pria itu menatap Fera dalam. "Jika benar ini adikmu, seharusnya kau menenangkannya."

Fera menelan ludah. "Sa-saya udah coba tadi!" Ia menarik gadis kecil tersebut agar mendekat ke dirinya.

24 Jam |✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang