Bagian 11: Penutup

694 111 27
                                    

MATA Fera mengerjap. Ia berbaring di hamparan rumput sejak tadi. Di sebelahnya, Wira tampak memejamkan mata. Saat seperti ini, tak biasa didapatkan seorang prajurit seperti Wira. Hari-harinya hampir tak memiliki libur untuk sekadar berbaring di atas rerumputan.

Fera mengarahkan kepalanya ke samping. Di telitinya satu persatu bagian wajah Wira. Pria itu tak berdusta, ia memang tampan.

Semilir angin menggoyangkan rambut cepak pria itu. Fera tersenyum tipis. Apa dia tidur? Pikir gadis itu. Tangan kanannya tanpa sadar bergerak menyentuh ujung rambut Wira.

Mata Wira terbuka. Fera buru-buru menarik tangannya. Segera ia memalingkan wajah ke samping kiri. Wajahnya bersemu.

"Fera, jam berapa sekarang?"

Suara binatang malam mengisi jeda jawaban Fera. Gadis itu merogoh sakunya, mengeluarkan benda tipis itu. "Jam 12 lebih 30 menit."

Wira beralih menatap langit. "Tiga puluh menit menuju perpisahan kita," gumamnya.

Fera menelan ludah. Ia menatap Wira sendu. "Iya, sebentar lagi."

Bulan menggantung yang dikelilingi gemintang seolah menjadi saksi kesedihan dua insan tersebut.

"Jadi ... sampai di sini?" Wira memposisikan lengannya menjadi bantal.

Fera tersenyum tipis. "Ya."

Tak ada pembicaraan lagi hingga 20 menit kemudian. Mereka berdua beranjak duduk.

"Fera, sepuluh menit lagi, kita akan berpisah. Dan mungkin tidak akan bisa bertemu lagi selamanya," ujar Wira berusaha menahan air mata.

Fera mengangguk. Sorot matanya penuh kesedihan. "Nggak kerasa, ya ... 24 jam dilewati."

Wira mengangguk.

Siiiingg....

Sebuah cahaya menyilaukan tiba-tiba muncul di depan mereka. Perlahan, cahaya itu berubah menjadi kumparan yang kian membesar.

"Wira, Fera, masuklah ke dalam portal sebelum nyawa kalian terancam."

Suara robot terdengar dari dalam kumparan cahaya. Wira dan Fera saling tatap. Inilah saatnya.

Wira menggenggam tangan Fera. Mereka berdua berdiri bersamaan. Sebelum mereka masuk, Wira lebih dulu mendekatkan bibirnya ke telinga Fera.

"Fera, aku mencintaimu."

Tanpa menunggu waktu lama, pria itu menarik Fera agar masuk ke dalam portal.

Sedetik kemudian, cahaya menyusut hingga akhirnya raib.

***

"Vino, tunggu!" teriak Fera saat gadis itu keluar dari kantin kampus.

Vino berbalik. "Fera, jangan lari-lari," sahut pria berlesung pipi itu.

Fera mempercepat langkahnya. Ia menggaruk rambutnya yang tidak gatal. "Hehe, habis gue udah lama nggak ketemu lo."

Vino tersenyum. Fera itu gadis yang super tertutup bahkan hampir tak memiliki teman karena tatapannya yang mengintimidasi.

"Hari ini jadi ke rumah Oma?" tanya Fera. Sejak seminggu yang lalu, gadis itu lebih ceria dari biasanya. Hal itu membuat Vino senang karena kekasihnya sudah tak sedingin dulu.

Vino mengangguk. Ia mengacak rambut Fera gemas. "Akhir-akhir ini lo beda, ada apa ya?"

Sambil membetulkan posisi anak rambutnya, Fera tersenyum kecut. "Nggak pa-pa. Cuma gw mutusin buat berubah aja."

24 Jam |✓Where stories live. Discover now