CHAPTER I

139K 11.9K 1.7K
                                    

"Gasp!"

Nafasku tersengal-sengal, aku mengerjapkan kedua mataku berkali-kali dan menatap kearah bangunan-bangunan raksasa nan megah.

Sebenarnya ada apa ini? Aku baru saja tenggelam disebuah danau kemudian melihat bangunan-bangunan megah seperti ini. Ahh, aku paham ternyata penampakan surga itu yang seperti ini toh.

Uh bagus sih, tapi aku tak tahu kalau surga itu memiliki pasar dan toko di dalamnya. Luar biasa sekali...

"HEI MINGGIR DASAR GELANDANG!"

Eh? Gelandang? Siapa yang kau bilang gelandang hoi, aku ini orang baik-baik yang serba berkecukupan dan pas-pasan, lalu kenapa kau mengataiku gelandangan.

Eum, tapi kok badanku gatal ya?

Jangan-jangan...

"EH BUSET KENAPA BAJUKU COMPANG-CAMPING PADAHAL AKU LAGI DI SURGA!"

Yang benar saja, pakaian yang kukenakan saat ini tampak seperti karung goni dengan sobekan di beberapa bagiannya, celanaku saja sobek sana-sini, tapi kenapa kakiku kecil sekali ya?

Dan setelah kupikir-pikir ternyata orang-orang di sekitarku juga membesar. Hm, ada apa ini ya, ayo berpikir baik-baik mengenai situasi saat ini, tak mungkin bukan jika ternyata orang-orang di surga itu berukuran raksasa, atau jangan-jangan...

TUBUHKU YANG MENGECIL!

Hiih, ngeri. Aku segera menundukkan kepala dan menatap kearah tubuhku. Rambut kusut berwarna pirang dan tampak sangat kotor, ditambah pula dengan kulitku yang berwarna putih pucat dan sama kotornya. Ini sih sudah pasti kalau aku bereinkarnasi 'kan, tapi dengan penampilan seperti ini itu berarti aku bukan anak bangsawan!

Ini namanya aku anak gelandangan!

Uh ingin sekali diriku berkata kasar. Tapi ya sudahlah, semua ini sudah terjadi dan aku harus melakukan sesuatu, tak mungkin aku membiarkan situasi seperti ini terus-menerus, masa aku di suruh makan tanah setiap harinya?

"Koran! Berita hangat hari ini berasal dari keluarga bangsawan!"

Ups, ide cemerlang mengalir masuk begitu saja di otakku, tampaknya meski terlahir sebagai gelandangan otakku ini cemerlang juga ya, itu artinya aku harus mensyukuri satu-satunya anugerah saat ini.

Aku berlari menghampiri tukang koran tersebut dan menepuk pelan pipiku. Kalau aku anak kecil seharusnya aku dapat melakukan hal seperti ini 'kan? Semoga saja tampangku ini imut meskipun berantakkan.

"Kakak tukang koran," panggilku pelan.

Tukang koran tersebut terkejut dan menunduk guna menatapku. Ya, aku memang pendek sekali, mungkin usiaku baru sembilan atau sepuluh tahun saat ini jika mengukur berdasarkan tinggi badanku sekarang.

"Ada apa?" sahutnya.

"Bisakah aku memiliki satu keping koran itu?" tanyaku yang saat ini sedang mencoba untuk terlihat seimut mungkin di hadapannya. Ya jujur saja aku menderita karena harus bersikap aneh dan memalukan seperti ini di depan orang yang baru saja kutemui.

"Apa kau memiliki sesuatu yang dapat kau tukar dengan koranku?"

Hm, sesuatu yang dapat di tukar ya. Aku menatap nanar kearah diriku sendiri, tak ada yang dapat kutukar. Aku benar-benar membenci situasi ini tapi mari kita kembali berusaha untuk mendapatkan koran tersebut.

"Aku tak memiliki apapun kak," lirihku.

Eum, jika aku berpura-pura menangis saat ini kira-kira keterlaluan tidak ya? Mungkin wajar kalau anak seusiaku menangis. "Hi-Hiks, ma-maafkan aku kak, tapi aku be-benar-benar tak memiliki apapun," ucapku.

I Choose a Hot Daddy Route [KUBACA]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora