Poison

615 63 9
                                    

Kyungsoo masuk ke kamarnya untuk melanjutkan istirahat. Baru saja ia berbaring, rasa haus menghampiri tenggorokan. Terpaksa mata yang tadinya terpejam kembali terbuka dan tangannya meraih gelas yang ada di nakas.

Prank... Gelas itu terjatuh. Kyungsoo berupaya bangkit tapi tubuhnya tidak bisa diajak kompromi.

“Kyungsoo-ya!” teriakan Chanyeol begitu menggema di rumah yang sederhana itu. Ia baru saja pulang dengan membuka pintu secara paksa lantas mencari keberadaan Kyungsoo. Chanyeol buru-buru menaiki tangga menuju kamar Kyungsoo.

“Kyungsoo! Apa maksudnya ini HAH?” tanya Chanyeol marah. Ia menunjukkan kertas hasil pemeriksaan. Kyungsoo hanya bisa terkejut karena bagaimana bisa kakaknya tau perihal penyakitnya.

“Ehm, itu..” lidah Kyungsoo keluh, ia belum menyiapkan respon sama sekali jika kakaknya mengetahui penyakitnya.

“Apa kau tak menganggap aku ini kakakmu? Kau juga tidak menuruti perkataanku untuk tidak mendonorkan ginjalmu. Aku merasa bersalah karena tidak menjagamu dengan baik Kyungsoo-ya, kenapa kau melakukan ini padaku? Apa kau balas dendam karena aku menyembunyikan penyakitku?!” bentak Chanyeol. Ia bahkan meremas kertas dalam genggamannya untuk menyalurkan amarah.

“Ani hyung, jangan bicara begitu.. Mianhae.. jeongmal mianhae,” ucap Kyungsoo. Matanya mulai berkaca-kaca, siap menumpahkan air mata. Baru kali ini Kyungsoo melihat Chanyeol semarah ini.

“Aku kecewa padamu Kyung.” Chanyeol berlalu dari kamar Kyungsoo.

“Hyung,” panggil Kyungsoo. Ia buru-buru turun dari tempat tidur tanpa memperdulikan rasa sakitnya.

Chanyeol berjalan menuju dapur, entah apa yang ada di pikirannya tapi tangannya spontan meraih pisau.

“Andwe... hyung, jangan lakukan itu!” Dari lantai dua Kyungsoo berseru panik. Ia bergegas menuruni tangga.

“Aku tidak akan sanggup melihatmu tiada, jadi biarkan aku pergi dulu Kyung,” ucap Chanyeol. Ia mengarahkan pisau itu ke tangannya.

Bruk.. Tepat di tangga terakhir Kyungsoo terjatuh.

“Mianhae hyung, hiks mianhae....” lirih Kyungsoo. Chanyeol menatap sendu kearah Kyungsoo, ia menjatuhkan pisau yang ada di genggamannya dan berlari mendekap tubuh adiknya.

“Hyung... uhuk.. mianhae.. akhh...” rintih Kyungsoo. Ia terbatuk dan mengeluarkan darah. Air mata sudah membasahi wajah kedua bersaudara ini. Chanyeol rapuh, ia tak sanggup melihat Kyungsoo kesakitan.

“Kita ke rumah sakit ya,” ucap Chanyeol sambil sesekali menyeka darah di sudut bibir Kyungsoo.

“Hyung, jangan pergi ... akh.. kajima....” Chanyeol hanya bisa memeluk Kyungsoo sembari menangis tersedu.

“Kyungsoo tidak akan pergi kemanapun ... Kyungsoo akan tetap disini bersama Chanyeol hyung,”

“Janji?” tanya Chanyeol. Kyungsoo mengangguk pelan, ia berharap kata-katanya tadi bisa menenangkan Chanyeol.

“Hyung akan menelfon ambulans,” ucap Chanyeol, ia merogoh sakunya untuk mencari ponselnya. Kyungsoo menggeleng pelan, ia tidak mau kembali ke tempat itu.

“Kyungsoo baik-baik saja. Hanya butuh istirahat sebentar,” balas Kyungsoo sembari tersenyum.

“Baiklah, kau tidur di kamar hyung saja.” Chanyeol mengangkat tubuh Kyungsoo.

Oops! Bu görüntü içerik kurallarımıza uymuyor. Yayımlamaya devam etmek için görüntüyü kaldırmayı ya da başka bir görüntü yüklemeyi deneyin.
Barista Coffee ✔Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin