TIGA

66 6 0
                                    

Follow ig ; oktaviani_1501!
Me and My Dream Update!
Vomment and Add ke Reading List!
Happy Reading!

*****

"Kadang terlalu sabar akan membuat hati terbakar. Namun kesabaran itulah yang membuat hidup lebih indah."

Entah kenapa bayangan itu tiba-tiba saja muncul di pikiran Arleen. Laki-laki itu, sudah lama ia tak melihat keberadaannya semenjak ia dipaksa pindah ke luar negeri untuk pengobatan ayahnya karena ayahnya mengalami sakit kanker hati.

Sejak saat itu senyuman di bibir Arleen jarang sekali terlihat karena laki-laki itulah yang selalu membuatnya tersenyum walau hanya karena hal kecil.

Terakhir mereka bertemu ketika Arleen meminta laki-laki itu untuk bermain mesin boneka dan ketika laki-laki itu pulang, semua barang-barang di rumahnya sudah dirapihkan dan laki-laki itu dipaksa untuk ikut pergi ke luar negeri tanpa berpamitan lebih dulu kepada Arleen.

Sejak Arleen tahu bahwa laki-laki yang sangat ia kagumi telah pindah dan itupun Arleen tahu dari tetangga rumah laki-laki itu, Arleen merasa sangat kehilangan. Memang ini terbilang lucu untuk anak berumur 10 tahun, merasa kehilangan dan menangisi lawan jenis layaknya kehilangan kekasih tetapi Arleen tak bisa berbohong bahwa ia sangat merindukan laki-laki itu.

"Kamu di mana?" gumam Arleen tanpa ia sadari matanya mengeluarkan air.

Di sampingnya, Fahira yang sedang sibuk mencatatat materi di papan tulis langsung mengernyit heran dan menatap ekspresi Arleen yang bisa terbilang mengkhawatirkan.

"Eh lo kenapa? Siapa yang di mana?" tanya Fahira heran.

"Hah? Apa?" pekik Arleen.

Suara Arleen terbilang cukup keras dan itu sukses mengundang perhatian warga kelas termasuk Bu Titim yang sedang mengajar pelajaran B. Indonesia.

Tatapan tajam Bu Titim sudah mengarah ke arah bangku Arleen dan juga Fahira. Keringat dingin sudah membanjiri tubuh Fahira, beda halnya dengan Arleen yang terlihat biasa saja.

"Mampus," umpat Fahira sembari menelan salivanya.

Bu Titim merubah posisinya menjadi berdiri dan Fahira yakin sebentar lagi Bu Titim akan menghampiri bangku mereka. Memang di sini yang mencari masalah adalah Arleen tetapi sang pembuat masalahnya malah duduk manis seakan tak memiliki salah apapun karena Arleen tahu Bu Titim tidak akan berani menghukumnya secara Arleen adalah anak kesayangan Bu Titim.

"Kenapa, bu?" tanya Arleen santai.

"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Bu Titim dengan nada bicara halus.

"Enggak, bu. Saya lagi kurang enak badan aja," balas Arleen.

Bu Titim diam. Ia mengalihkan tatapannya menjadi ke arah Fahira, "anterin dia ke UKS," titah Bu Titim.

"Hah?" pekik Fahira dengan mulut terbuka lebar dan mata melotot.

Semua warga kelas mengernyit heran. Mereka saling tatap dengan teman sebangkunya. Padahal ini bukan pertama kalinya Bu Titim memerlakuan Arleen secara special tapi tetap saja itu membuat yang lainnya heran dan bahkan iri.

"Kenapa malah ngelamun. Ayo cepet!" ujar Bu Titim.

"Iya, bu," balas Fahira.

Melihat ekspresi Fahira yang terlihat sangat ketakutan, Arleen hanya bisa diam sembari menahan tawanya.

"Gak usah, bu. Saya gak papa kok. Saya di sini aja, masih mau belajar," ujar Arleen.

"Serius? Gak papa kok, kamu istirahat aja," kata Bu Titim.

"Saya serius, bu," jawab Arleen.

"Baiklah kalau gituh. Ayo semua, lanjutin tugas kalian!" titah Bu Titim.

"Baik, bu!" jawab semua warga kelas.

Setelah Bu Titim kembali duduk di meja guru, tatapan Fahira mengarah tajam ke arah Arleen membuat Arleen terkekeh sendiri.

"Kenapa lo?" tanya Arleen santai.

"Lo itu ya emang senang banget bikin gue sengsaran. Biadab lo jadi temen," bisik Fahira karena ditakutkan itu akan kembali mengundang perhatian Bu Titim.

"Tapi tetap aja lo suka," ucap Arleen.

"Lo tuh ya ..."

"Lanjutin nulis tuh entar mamih gue ngamuk," potong Arleen.

Fahira lebih baik mengalah. Ia mengalihkan fokusnya ke arah papan tulis dan kembali berkutat dengan alat tulisnya. Sedangkan pikiran Arleen kembali mengarah pada laki-laki itu.

******

"Kenapa kamu tidak melanjutkan sekolah di sini saja. Biar mamah sama papah yang pulang ke indonesia, tanggung sebentar lagi juga lulus," kata seorang ibu-ibu paruh baya yang sedang memasukkan pakaian ke dslam koper.

"Gajendra gak mau, mah. Gajendra mau pulang ke tanah kelahiran Gajendra," balas seorang laki-laki yang sedang fokus memainkan ponselnya dengan posisi miring.

Maria ... yang tak lain adalah ibu dari Gajendra, hanya bisa diam. Jika anaknya sudah memiliki keputusan, itu tidak bisa diganggu gugat.

"Ya sudah terserah kamu saja. Sekarang kamu bawa barang-barang kamu ini ke mobil. Besok kita berangkat," kata Maria.

"Iya nanti, tanggung dikit lagi," balas Gajendra tanpa mengalihkan tatapannya dari ponsel.

*****

"Assalamualaikum," salam Arleen ketika ia melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah.

Di sopa ruang tengah, ada Wanna yang sedang duduk sembari menonton tv dengan baju seragam toko kue masih melekat di tubuhnya. Kelihatannya, Wanna baru pulang kerja. Karena memang, semenjak orangtuanya berpisah ibunya bekerja sebagai karyawan toko kue yang berada di tengah kota.

"Waalaikumsalam," balas Wanna ketus.

Hati Arleen sudah kebal untuk menerima tanggapan seperti itu, karena ia masih menghormati ibunya, Arleen berjalan ke arah Wanna lalu mengulurkan tangannya berniat untuk salaman namun responnya masih sama, ditolak.

Arleen berusaha untuk sabar dan tabah. Iapun menarik kembali uluran tangannya lalu membalikan badannya dan berniat untuk berjalan menuju kamarnya. Namun ketika Arleen melangkahkan satu kaki, terlihat sosok gadis berseragam SMP dari arah pintu.

Gadis itu menampilkan senyum manis ke arah Wanna lalu berlari kecil ke arahnya, "assalamualaikum. Mah, Karin dapet nilai seratus dalam ulangan ipa tadi," ujar gadis bernama lengkap Karina Putri, adik dari Arleen Ayeshe.

Wanna langsung bangkit dari duduknya lalu menerima kertas yang diberikan oleh Karin. Di sana tertulis jelas angka seratus yang membuat Wanna tersenyum senang.

"Anak mamah pinter banget," puji Wanna sembari memeluk Karin.

Secara spontan, air mata Arleen jatuh membanjiri pipinya. Hatinya merasa tertohok dan iapun memilih untuk pergi.

*Bersambung*

Thanks for Reading!

Salam, Oktaviani

Me and My DreamWhere stories live. Discover now