SEMBILAN BELAS

31 4 0
                                    

Follow ig ; oktaviani_1501!
Me and My Dream Update!
Vomment and Add ke Reading List!
Happy Reading!

*****

"Namanya juga sahabat. Berani terluka demi melihat sahabat bahagia."

Gajendra membuka pintu rumah dengan terburu-buru dan menutupnya dengan cukup keras membuat Maria yang sedang memasak untuk makan malam terperanjat kaget dan hampir membantingkan wajan yang sedang ia pegang.

Setelah jantungnya merasa agak tenang, Maria menyimpan wajan itu ke atas kompor lalu melangkah untuk menemui anaknya.

"Kamu tuh apa-apaan sih?" ujar Maria.

Setelah melontarkan pertanyaan itu, Maria menatap penampilan Gajendra dari atas sampai bawah. Penampilan Gajendra sudah seperti anak kucing yang kejebur got, semuanya basah kuyup.

"Kamu hujan-hujanan?" tanya Maria panik.

"I ... ya, ha ... ha ... cim," balas Gajendra.

Maria panik setengah mati. Pasalnya, Gajendra tidak tahan dengan air hujan. Memang lucu, laki-laki setegas dan terkenal coolboy ini memiliki ketakutan pada air hujan. Di saat orang-orang mengangumi air hujan, beda halnya dengan Gajendra yang malah membencinya.

"Udah, sekarang kamu masuk kamar terus ganti baju. Mamah siapin air hangat buat kamu mandi," kata Maria.

"Iya, mah," ujar Gajendra lalu bergegas pergi ke kamarnya.

Memang setelah Gajendra mengantarkan Arleen pulang, di tengah jalan hujan turun cukup deras. Berhubung Gajendra tidak membawa jas hujan, alhasil ia berteduh di halte, tempat di mana Arleen selalu menunggu kedatangan bus yang selalu ia tumpangi.

Sudah hampir 30 menit dan hujan belum juga berhenti. Badan Gajendra sudah terasa panas dan lemas. Kepalanya agak pusing dan ia pun mendadak flu.

Orang-orang yang ada di sekitar Gajendra sempat menawarinya tissue dan juga teh hangat tetapi Gajendra menolaknya. Ia hanya ingin hujan segera reda agar ia bisa pulang.

Setelah hujan benar-benar dinyatakan reda, Gajendra langsung bergegas menaiki motornya dan mengenderainya dengan kecepatan yang cukup tinggi.

"Gajendra, makan dulu!" teriak Maria dari luar kamar dengan tangan yang mengetuk pelan pintu kamar Gajendra.

Gajendra yang saat itu sedang duduk di tepian ranjang tak memerdulikan panggilan dari ibunya karena pikirannya sedang fokus pada satu nama, siapa lagi kalau bukan Arleen.

Entah kenapa, gadis itu tak pernah enyah dari pikiran Gajendra. Seakan Arleen sudah mempunyai tempat khusus baik itu di hati ataupun pikiran Gajendra.

"Gajendra!" teriak Maria lagi karena Gajendra tak kunjung menjawabnya.

"Iya, mah," balas Gajendra lalu berjalan ke arah pintu kamar dan membukanya secara perlahan.

*****

Fahira berjalan tergesa-gesa dengan kepala yang ia tundukan. Ia ingin segera sampai di kelasnya dengan satu alasan 'ia belum mengerjakan tugas'. Alhasil Fahira harus segera menyelesaikan tugasnya sebelum bel tanda masuk berbunyi.

Tadi pagi, saat ia membereskan buku yang harus ia bawa hari ini, saat itulah ia baru terimgat tentang tugas Sastra Indonesia yang belum ia kerjakan. Alhasil ia langsung menghubungi Arleen untuk pergi ke sekolah agak pagian. Karena seperti biasa, Fahira akan melihat tugas Arleen sebagai contoh.

"Anjir," umpat Fahira ketika tali sepatu sebelah kanannya terlepas.

Sambil mendesah kesal, Fahira berjongkok untuk mengikat kembali tali sepatunya. Tanpa ia sadari, jauh di belakangnya ada seseorang yang memantaunya sedari tadi.

Ketika Fahira berniat untuk kembali berdiri, ia merasakan ada sesuatu yang menahannya. Cengkraman di pundaknya semakin keras dan Fahira tidak bisa lagi menahan rasa sakitnya.

Dirasa pundaknya sudah terluka, Fahira langsung memutarkan tangannya lalu memelintir Sang pelaku.

"Bangsat," umpat orang yang telah menyerang Fahira.

Sesuai dugaan Fahira, orang itu adalah Yelly. Tak sampai di situ, Fahira langsung melemparkan tubuh Yelly namun tidak terlalu keras karena bagaimanapun juga Fahira masih memiliki tatakrama.

"Lo berurusan dengan orang yang salah," kata Fahira.

Yelly meringis kesakitan ketika ia melihat  memar biru di tangannya. Yelly akui, tenaga Fahira cukup kuat.

"Lo jangan senang dulu!" ujar Yelly.

Lama tak ada pergerakan apapun dari keduanya. Hingga selang beberapa detik Fahira melihat Yelly seperti memanggil orang dengan isyarat lirikan mata.

Dan benar saja, kedua teman Yelly keluar dari belakang pohon yang berada di pinggir lapang. Fahira mulai tidak bisa berpikir jernih. Bukan karena ia takut pada Yelly dan teman-temannya, tetapi ia takut pada Pak Aos karena tugasnya belum ia kerjakan.

"Duh pagi-pagi udah ngajak drama aja. Dibayar gak nih?" ujar Fahira berusaha mencairkan suasana.

"Serang!" titah Yelly pada kedua temannya.

Tanpa bertanya lebih jauh, kedua teman Yelly yang bernama Sherin dan Dita langsung berjalan mendekati Fahira. Dikarenakan dirinya sedang malas berdebat, alhasil Fahira hanya menghindar dengan cara berjalan mundur.

"Kalian gak capek emang?" tanya Fahira.

"Ya capek sih," balas Shiren.

"Mau minum gak?" tawar Fahira tanpa memerhentikan langkahnya.

Shiren dan Dita saling tatap seakan mereka bicara lewat tatapan mata, "maulah." Giliran Dita yang bicara.

"Bentar," kata Fahira sembari memerhentikan langkahnya begitu juga dengan Shiren dan Dita.

Fahira membawa botol minum dari dalam tasnya lalu diberikannya pada Shiren dan Dita. Awalnya mereka merasa aneh, tapi tak bisa dipungkiri kalau tenggorakannya sudah merasa sangat kering. Jadi, mau tak mau mereka harus menerima pemberian dari Fahira.

"Makas ..., bego!" teriak Shiren ketika ia melihat Fahira sudah berlari jauh di hadapan mereka.

Sedangkan di sisi lain, Fahira terus berlari dengan napas yang sudah memburu. Beruntung hari ini ia membawa minum dengan botol aqua, karena jika ia membawanya dengan tuperware, namanya akan dihilangkan dari kartu keluarga.

"Sial banget anjir," umpat Fahira ketika dadanya sudah terasa sangat sesak.

"Lo kenapa?"

"Bahagia abis dapet vocher gratis ongkir dari gofood," balas Fahira.

"Kalau bahagia kenapa kelihatannya kayak kesel gituh?"

"Udah tahu kesel ngapain masih na ..., Ryan?" pekik Fahira ketika ia sudah melihat siapa orang yang baru saja bertanya padanya.

"Aduh maaf. Gue kira lo itu Arleen," balas Ryan.

"Arleen kan cewek sedangkan gue cowok. Emang lo gak bisa bedain mana suara cewek, mana suara cowok?" tanya Ryan yang sukses membuat Fahira terlihat sangat bego.

Fahira menggigit bibir bawahnya, kebiasaannya jika sedang bingung. Ia benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Fahira tidak berbohong kalau tadi ia memang mengira yang bertanya itu Arleen. Mungkin efek serangan dari Yelly tadi membuatnya bertingkah bego.

"Ryan maaf, gue buru-buru. Belum ngerjain tugas," ujar Fahira mengalihkan pembicaraan.

"Nanti is ... "

Belum sempat Ryan menyelesaikan ucapannya, Fahira sudah terlebih dahulu pergi meninggalkannya. Bukan maksud Fahira berprilaku tak sopan, hanya saja ia sudah terlanjur malu.

*Bersambung*

Thanks for Reading!

Salam, Oktaviani

Me and My DreamWhere stories live. Discover now