4

528 56 11
                                    

“A-Yao, apa yang kau lakukan? Ini sudah malam.” Lan XiChen menghampiri kekasihnya yang masih betah menatap langit malam di balkon kamar mereka. Dia menyampirkan selimut di tubuh yang lebih kecil dan memeluknya dari belakang. Meng Yao mengusap tangan yang beristirahat di perutnya.

“A-Huan, hari-hari yang kita lewati bersama.. aku sangat bahagia.”

Lan XiChen tersenyum. Dia mencuri ciuman kilat dari Meng Yao saat pemuda itu menoleh, lalu berkata, “Aku juga. Bersama denganmu, aku selalu bahagia.”

Meng Yao tertawa, tetapi kemudian tawa nya menghilang dalam sekejap diganti dengan ekspresi sedih. Lan XiChen tak tahu apa yang terjadi pada pria yang telah dia nikahi selama 5 tahun itu. Meng Yao selalu tersenyum, jarang menampilkan ekspresi seperti ini.

Tangan Meng Yao sedikit bergetar saat dia memegang erat tangan suami nya. Dia berkata dengan berat, “A-Huan, aku takut..”

Lan XiChen, “Mengapa takut? Apa yang kau pikirkan?”

Meng Yao, “Aku takut semua ini hanya mimpi.. hari-hari bahagia kita bersama..”

Lan XiChen mengusap rambut Meng Yao, dia memejam kan matanya saat mencium pucuk kepala Meng Yao, “A-Yao, aku bisa pasti kan semua ini adalah kenyataan. Ini bukan lah mimpi belaka.”

Tetapi itu justru membuat Meng Yao semakin menampilkan ekspresi sedih. Meng Yao berbalik, menghadap Lan XiChen. Tangan pemuda yang lebih kecil menyentuh dada yang lebih besar. Dia tersenyum dengan berat, “Itu justru lebih menakutkan dari mimpi.”

Meng Yao memperbaiki kalung yang dikenakan suaminya, tersenyum sendu saat mengusap kalung itu, “Jika hal buruk terjadi di dunia nyata, aku tak dapat bangun dan berkata itu hanya mimpi. Aku harus menghadapinya. Dan ada banyak hal yang tak ingin aku hadapi di dunia nyata.”

Lan XiChen mengusap air mata yang tak sengaja lolos dari mata Meng Yao. Dia hanya dapat menawarkan senyuman dan pelukan untuk menenangkan Meng Yao.

..

“Yang Mulia!” Teriakan itu membuat Meng Yao berbalik. Dia meletakkan buku yang awalnya dibaca dan menatap serius pada pengawal yang berlari masuk ke dalam perpustakaannya.

“Yang Mulia..” Ekspresi sedih dan berat tercetak pada wajah pengawal tersebut. Meng Yao menutup matanya sejenak, entah bagaimana dia sudah dapat menebak apa yang akan dikatakan oleh pengawal tersebut.

“Ada.. ada penghianat di tentara.. dan Yang Mulia Raja.. beliau.. beliau sudah..” pengawal itu kesulitan untuk menyampaikan berita.

Tangan Meng Yao mengepal, kuku nya menggali ke dalam daging. Rasa sakit yang tajam berasal dari hatinya, dada nya menjadi sesak dan dia hampir tak bisa bernafas dengan benar. Pengawal tersebut merasa sangat berat harus menyampaikan berita ini pada Meng Yao.

Dengan suara pelan, pengawal tersebut berkata, “Yang Mulia Raja.. tewas di medan perang.”

Walau Meng Yao sudah tahu, rasa nya tetap sangat menyakitkan saat dia mendengarnya secara langsung. Meng Yao menarik nafas sedalam mungkin lalu menghembuskannya dengan perlahan. Dia berkata dengan suara yang serak dan mata yang memerah menahan air mata, “Beritahu.. Beritahu Pangeran WangJi untuk kembali ke ibu kota dan mengawal penduduk ke tempat yang aman. Dan katakan.. untuk hidup bahagia bersama Wei WuXian.”

“Yang Mulia! Anda.. apa yang akan anda lakukan?”

Meng Yao menutup matanya, dia terlihat rapuh dan rentan. Tetapi saat dia membuka matanya, tekad tergambar dengan jelas pada kedua manik madu nya. Dia berjalan keluar dari perpustakaan dan menuju ruang tahta. Memberi perintah pada para menteri yang sudah menunggu.

..

Mereka diserang oleh Kerajaan Wen. Lan XiChen awalnya mengirim pasukan dan para jenderal elit untuk bertempur mempertahankan kerajaan mereka. tetapi setelah keadaan menjadi semakin mendesak, dan kemenangan tak kunjung bisa mereka raih, Lan XiChen maju ke medan perang bersama dengan adiknya. Meng Yao melarang suami nya untuk pergi berperang, tetapi Lan XiChen berkata itu adalah tugasnya sebagai raja, untuk melindungi kerajaannya.

Dan pada akhirnya dia mati di medan perang. Meng Yao tahu mereka akan kalah. Dia tahu tak akan lama lagi sampai prajurit Kerajaan Wen menembus dinding ibu kota dan menyerang istana.

Meng Yao telah memerintahkan setiap orang untuk pergi, menyelamatkan hidup mereka. Jika dia tak dapat mempertahankan kerajaan, setidaknya dia dapat menjaga kehidupan rakyatnya. Kehidupan yang dijaga oleh Lan XiChen dengan nyawa nya pula.

Istana sudah kosong saat prajurit Wen mendobrak istana. Meng Yao duduk di kursi tahta yang awalnya milik Lan XiChen. Dia mengenakan pakaian putih dan menggenggam pita dahi di tangan kirinya. Sementara di tangan kanannya, dia memegang pedang yang selalu Lan XiChen gunakan saat dia masih seorang pangeran.

Ketika para prajurit Wen ada di depan matanya, dia mendesah pelan dan tersenyum. Pria itu mengangkat pedangnya, para prajurit berpikir dia ingin melawan dan mereka menertawakannya. Melihat betapa lembut dan rapuh tubuh nya. Apa yang bisa dia lakukan? Tetapi maksud Meng Yao bukan itu. Dia membawa pedang itu ke lehernya dan menggorok lehernya sendiri. Bunuh diri.

Bagi nya lebih baik mati dengan pedang suaminya dari pada dipermalukan oleh musuh. Sebelum kesadarannya menghilang sepenuhnya, dia berharap di kehidupan selanjutnya, dia bisa menghadapi kenyataan bersama Lan XiChen.

..

“A-Yao? Apa kau bermimpi buruk?” Lan XiChen bergerak untuk bangun. Dia melihat kekasihnya, Meng Yao yang awalnya tidur di pelukannya terbangun dengan mata terbuka lebar. Meng Yao menoleh pada Lan XiChen.

“Tidak apa. Itu hanya mimpi. Ayo tidur lagi.” Lan XiChen menarik tangan Meng Yao. Yang lebih muda menganggukkan kepalanya. Keduanya kembali berbaring. Lan XiChen memeluk kekasihnya dan kembali terlelap. Sementara Meng Yao masih membuka matanya. Dia tersenyum dan ikut memejamkan matanya sambil berpikir, ‘Ya, itu hanya mimpi. Dan ini adalah kenyataannya.’

27 Agustus 2020

Xiyao DrabblesWhere stories live. Discover now