1.5

809 151 14
                                    

Jangan lupa vote and comment.










Hari ini di rumah keluarga Jung hanya ada Yayah, Bubun dan Jaden. Jeo sedang ada latihan basket untuk turnamen terakhirnya di tahun ini karena dia sudah membuat perjanjian dengan yayah. Mereka membuat perjanjian Jeo boleh aktif di team basket hanya sampai akhir tahun kedua sedangkan di tahun terakhir Jeo harus fokus pada pelajaran agar bisa diterima di SMA favorite.

Untuk Jasmin seperti biasa, dia sering izin keluar rumah degan berbagai macam alasan. Tidak ada yang mempermasalahkan selagi nilai akademiknya baik-baik saja. Diskriminasi di antara anak-anak keluarga Jung memang jelas adanya.

"Yah."

"Hm?" Jawab yayah sekenanya saat Jaden memanggil. Yayah sedang membaca buku jadi dia tidak begitu menggubris panggilan Jaden.

"Anaknya mau ngomong perhatiin yang bener dong yah!" tegur bubun pada suaminya. Teguran itu berhasil membuat yayah melepas fokus dari bukunya dan memperhatikan Jaden.

"Iya kenapa bang?"

"Abang SMA nya di Amerika aja gimana? Abang tinggal bareng Uncle Johnny." Baik yayah dan bubun sama terkejutnya saat mendengar permintaan Jaden. Mereka berdua sangat paham jika Jaden tipikal anak yang cukup manja dan sulit bersosialisasi. Rasanya aneh jika Jaden memilih untuk bersekolah yang lingkungannya masih asing untuknya. Memang Jaden sudah beberapa kali pergi ke Amerika tapi untuk tujuan berlibur bukan untuk menetap dan menempuh pendidikan.

"Bang, kamu serius? Gak tunggu kuliah aja kamu ke Amerikanya?" Bubun sebagai ibu tentu saja sangat khawatir dan tidak rela jika melepas putranya untuk tinggal jauh di Amerika.

"Iya bun. Biar aku sekalian adaptasi gitu jadi ke Amerika duluan. Biar lebih gampang juga lah bun aku ke sananya. Bubun kan tau aku ngincer Universitas Stanford dari dulu."

"Yayah sih setuju-setuju aja bang. Asal kamu semangat belajarnya."

"Makasih ya yah." Yayah hanya mengangguk kemudian mengusap pelan kepala putranya dan kembali fokus pada buku.

"Permisi pak, di luar ada pak Lucas nyariin bapak."

"Iya mbok, saya keluar."

Yayah keluar dari ruang baca meninggalkan Jaden dan bubun berdua setelah menerima panggilan dari asisten rumah tangga. Yayah memang sering bertemu dengan Pak Lucas untuk membicarakan bisnis otomotif yang mereka sedang rencanakan. Bukan hal aneh jika keduanya sering menghabiskan waktu bersama di hari libur untuk berdiskusi.

Hanya tersisa Jaden dan bubun di dalam ruangan baca. Bubun sangat tahu jika ada rasa terpaksa dalam diri Jaden saat dia meminta untuk bersekolah di Amerika. Sebagai seorang yang melahirkan Jaden, bubun tentu paham tentang putranya.

"Bang kamu yakin mau sekolah di Amerika?"

"Iya bun."

"Boleh bubun tanya apa alasannya? Kamu gak keliatan semangat waktu bilang mau sekolah di Amerika."

"Keliatan ya bun?"

"Bubun yang ngelahirin kamu jadi bubun paham kamu tuh gimana" Jaden menghela nafasnya berat sebelum memulai bercerita. Dia sebenarnya tidak ingin memberitahu bubun mengenai alasan sebenarnya dia ingin pindah, namun dia merasa jika bubun harus tahu alasan sebenarnya.

"Abang mau yayah juga bisa sayang sama adek bun. Abang gak tega sama adek bun. Kasian adek diabaikan terus sama yayah. Bukannya abang gak bersyukur yayah lebih sayang ke abang tapi kan bukan berarti yayah bisa gitu ke adek? Tau gak sih bun, setiap ambil rapot adek selalu pulang paling akhir karena belum ada yang bisa ambil rapotnya. Bubun ambil rapot punya kakak dan yayah ambil rapotnya abang. Adek selalu jadi yang terakhir bun bahkan kadang yayah lupa buat ambil rapotnya padahal bubun udah pesen ambil rapot adek karena sekolah kakak jauh dari sekolah adek."

Mendengar alasan Jaden bubun nyaris menangis saat itu. Sebisa mungkin dia mencoba untuk terlihat baik-baik saja demi anaknya walau rasanya sangat menyesakkan. Bubun menyadari jika Jeo adalah pihak yang diperlakukan tidak adil oleh keluarganya sendiri.

"Maafin yayah sama bubun ya bang."

"Bun, adek salah apa sih kok yayah suka underestimate ke adek? Padahal adek itu hebat bun. Abang aja suka iri sama kemampuan dia. Dia hebat dalam hal seni dan olahraga. Orangnya juga cepet bergaul dan punya temen banyak. Abang sampe suka mikir adek kok kayaknya lebih banyak yang sayang di luar rumah ya dibanding di rumah sendiri? Adek juga gak banyak tingkah kayak kak Jasmin tapi kenapa yayah lebih sayang kakak dibanding adek?"

Tidak ada yang salah dalam keluhan yang dilontarkan Jaden. Semua itu memang benar adanya. Jeo memang anak yang luar biasa tapi yayah selalu memandangnya sebelah mata. Bagi yayah tingkat kesuksesan itu diukur dengan raihan angka yang di dapat bukan proses dan peluang lainnya.








********












"Bun, ayo telpon bang Johnny buat minta tolong nyari sekolah buat si abang. Empat bulan lagi kan abang lulus."

Jaden memang akan lulus lebih dulu dari Jeo karena dia mengikuti program Akselerasi. Untuk Jaden lulus ujian akselerasi dan mengikuti kelas tingkat akhir bukan hal yang sulit jika mengingat betapa pintarnya dia. Mungkin kebiasaan bubun yang sering membaca buku saat hamil bedampak pada kepintaran Jaden.

"Terserah kamu aja yah." Bubun masih kesal dengan suaminya akibat dari pernyataan Jaden tadi siang. Suaminya itu seringkali membedakan anak-anak.

"Kamu kenapa sih?"

"Gak papa."

"Kok kamu kayak kesel gitu ke aku."

"Aku capek yah! Udah ya jangan ngajak aku berantem."

"Kenapa sih? Kamu mau marah karena aku beda-bedain anak-anak lagi?"

"Tuh tau, sadar juga kamu!"

"Salah aku dimana? Aku gak pernah ya beda-bedain anak."

"Tuh cermin gede, ngaca yah!"

Seperti itulah perdebatan antara yayah dan bubun jika mereka sudah membahas mengenai perlakuan yayah kepada ketiga anaknya. Yayah dan bubun sama-sama memiliki sifat keras kepala sehingga keduanya tidak bisa terlepas dari perdebatan tiap kali melakukan kesalahan.

Di luar kamar ada Jaden dan Jeo yang sedang berdiri di balik pintu kamar orangtuanya. Niat awal mereka ingin masuk ke dalam kamar orangtuanya untuk memberikan kabar gembira tentang Jeo yang baru saja mendapat nilai 100 di mata pelajaran Matematika. Pertama kalinya dalam hidup Jeo untuk mendapat nilai sempurna. Namun, mereka urung untuk menyampaikan kabar itu lantaran pertengkaran yang mereka dengar di balik pitntu.

"Bang, bubun sama yayah kok ribut terus ya? Mereka tengkar karena adek ya?"

"Enggak dek, gak usah gitu ya? Kita berdua kan tau yayah sama bubun sama-sama suka emosi jadi ya gitu."

Jaden sebagai laki-laki dan orang yang lahir lebih dulu dibanding Jeo harus bisa menenangkan adik perempuannya. Jaden boleh terlihat apatis tapi dia selalu bersikap dewasa dan selalu menjaga keluarganya. Ada tipe laki-laki yang tidak banyak bicara tapi cepat bertindak dan Jaden tergolong dalam tipe itu.
















Maaf ya aku gak bisa update kayak dulu lagi. Aku lagi mulai aktif lagi banyak urusan. Semoga saat kuliah nanti aku tetap bisa update. Tanggungan cerita on going ku lumayan banyak jadi aku harus up pelan-pelan.

Aku mau pindah platform, ada yang mau ngikutin aku terus?

Aatreya & Ezekiel || JJH (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang