Flora- Where is He?

4.8K 431 4
                                    

Hingga aku menunggu pukul satu dini hari, Gio tak kunjung menghubungiku. Aku sudah mengirimkan banyak pesan menanyakan apakah dia sudah tiba di apartemennya dan juga beberapa kali mencoba meneleponnya, tetapi hasilnya nihil. Gio tidak pernah seperti ini sebelumnya. Bahkan, Gio adalah tipikal yang selalu rutin memberitahuku kegiatannya tanpa aku minta. Jadi ketika dia menghilang seperti ini, rasanya sangat janggal dan kekhawatiran berlebih mulai muncul di pikiranku.

Setelah berusaha berpikir jernih di tengah kekalutanku, akhirnya aku berinisiatif menelepon Axel. Siapa tahu Gio malas tidur sendiri di tempatnya dan memutuskan menemui Axel.

“Halo..kenapa Flo?” Suara serak Axel khas orang baru bangun tidur, membuat aku merasa bersalah karena mengganggunya malam-malam begini.

“Xel..maaf, aku ganggu ya?” tanyaku untuk sesuatu yang aku tahu pasti jawabannya.

“Sedikit…gue lagi enak-enaknya mimpi tadi. But it’s okay karena lo yang nelpon. Cewek cantik kayak lo kan gak boleh dicuekin,” jawabnya bercanda. Walaupun candaan Axel terdengar sangat garing, tetapi itu berhasil membuatku tersenyum sedikit.

“Jadi kenapa, Flo?”

Aku terdiam sejenak karena kebingungan memilih kalimat yang tepat untuk pertanyaanku. Aku tidak mau terkesan terlalu posesif pada Gio bahkan sampai menelepon teman-temannya hanya karena dia tak ada kabar.

“Flo?” desak Axel mulai tak sabar.

Baiklah. Daripada aku tidak bisa tidur malam ini, lebih baik aku tanyakan saja. Aku berjanji dalam hati ini akan menjadi pertama dan terakhir kalinya bertindak impulsif seperti ini.

“Hmm..Xel, ada Gio di sana?”

Axel tidak segera menjawab. Entah karena memang Gio tidak ada di sana atau karena mungkin dia menanyakan Gio jawaban apa yang harus dia berikan padaku.

“Kok lo nanya ke gue, Flo? Tadi kan gue tinggal dia bareng kalian?”

Ckk…berarti Gio tidak ada di sana.

“Oke, Xel. Thankyou. Maaf ganggu,” ujarku cepat.

“Eh..Flo, tunggu,” teriakan Axel mengurungkan niatku untuk memutuskan sambungan telepon.

“Ya?”

“Tadi kalian gak pulang bareng emang? Kalian lagi bertengkar ya?” tanya Axel.

“Enggak…enggak bertengkar kok. Tadi Gio anter aku balik setelah itu dia anter Nadine juga.”

“Oh mungkin dia lagi di tempat Nadine, Flo. Nginep di sana.”

Deg. Rasanya ada sesuatu yang menusuk jantungku. Aku tahu mereka bersahabat, tetapi apa memang persahabatan mereka sedekat itu sampai mewajarkan sahabat beda jenis kelamin menginap? Aku bukannya terlalu konservatif, aku pun beberapa kali menginap di apartemen Gio. Tetapi Gio adalah tunanganku. Sedangkan ini? Aku tahu harusnya aku tidak senegatif ini apalagi untuk sesuatu yang masih berlabel “mungkin”.

“Flo..jangan salah paham dulu.” Axel sepertinya bisa membaca isi pikiranku sekarang.

“Dulu Gio memang sering nginep di sana nemenin Nadine kalau orangtuanya gak di rumah. Tapi itu dulu sih, pas jaman-jaman kuliah. Kalau gak salah orangtuanya Nadine juga lagi gak di rumah sekarang, jadi siapa tau Gio lagi baik hati mau nemenin. Mereka gak ngapain-ngapain kok, Flo. Percaya aja sama Gio.”

Terlambat. Sekarang ada rasa cemburu yang sangat besar di hatiku.

“Ini masih mungkin, Flo. Belum tentu juga.”

Tetapi Gio tiba-tiba tidak ada kabar. Di saat-saat seperti ini, segala kemungkinan bisa saja memang terjadi dan Gio harusnya mengabariku.

“Atau gue kirim nomornya Nadine aja ya ke lo. Mungkin Nadine bisa ngasih info ke lo. Soalnya Gio terakhir kali bareng Nadine.”

Begin Again [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang