03: What a surprise

274 89 61
                                    

Pukul 8 pagi, Rumah Sakit Universitas Geosan sudah dipadati oleh para dokter dan perawat yang siap menyambut hari, termasuk Sungjin. Kakinya kini berjalan ke kantor Bedah Saraf. Menemui tiga bawahannya.

"3 menit!"

Begitu masuk, hal pertama yang Sungjin lihat adalah tiga anak manusia sedang menatap cup mie yang bagian atasnya ditimpa buku. Tangan Shinyoung, Yeonju, dan Ryujin dengan cepat menyingkirkan buku dan langsung menyeruput mi cepat, seolah-olah sedang dikejar sesuatu.

Sungjin menatap tidak percaya dengan kecepatan mulut tiga anak muda di depannya. Mulut mereka itu vacuum cleaner atau apa?

"Pelan-pelan. Tidak ada yang merebut makanan kalian."

Sungjin berjalan mendekati mereka dan menarik kursi di sebelah Shinyoung.

"Kalian baru datang atau belum pulang?" tanya Sungjin begitu duduk.

"Aku baru tiba dan belum sempat sarapan jadi makan bersama mereka di sini," jawab Yeonju. Subway yang ramai membuatnya harus cepat-cepat tiba di rumah sakit. Niatnya agar bisa duduk tapi akhirnya berdiri juga.

"Ryujin? Belum pulang?"

Ryujin mengangguk. "Shift malamku baru selesai."

"Sama dengan Ryujin, aku juga belum pulang." Belum ditanyai Shinyoung sudah lebih dulu memberitahu.

"Shinyoung, apa hari ini bisa jadi asistenku? Pasien tumor otak berencana dioperasi siang ini." Sungjin menatap Shinyoung yang sedang menyeruput mi.

"Maaf, Dokter Park tapi aku sudah ada jadwal operasi dengan dokter lain. Bagaimana dengan Dokter Shin?"

Ryujin yang namanya disebut menggeleng pelan. "Maaf juga, Dokter Park. Aku juga tidak bisa. Ada seminar yang harus dihadiri nanti siang."

Sungjin mengangguk mengerti. "Kalau begitu, Yeonju. Apa bisa jadi asistenku?"

Yeonju tersedak. Perempuan itu mengelap tumpahan kuah mie yang menetes dengan punggung tangannya.

"Bisa! Aku bisa!"

Kesempatan emas di depan matanya harus di ambil. Kapan lagi bisa jadi asisten Dokter Park.

"Oke. Jam dua. Jangan lupa."

Sungjin tahu anak residen sekarang sibuknya melebihi dokter senior. Makanya ia harus mengambil resiko jika menjadikan anak residen asistennya.

Pria itu pamit keluar. Sepatu hitamnya kini berjalan ke ruangan Dokter Kang, si dokter supel.

Sungjin mengetuk pintu ruangan Brian, memastikan pemilik ruangan ada di dalam.

"Masuk."

Begitu membuka pintu, Sungjin melihat pria yang ia hendak temui sedang duduk di kursinya sambil memakan sebuah coklat.

"Sabtu kemarin kau di mana?" tanya Sungjin tanpa basa-basi dengan tatapan lekat. Brian yang ditatap seperti itu menaikkan alisnya heran, tumben Sungjin menanyakannya.

"Di ER. Ada pasien. Kenapa?"

Sungjin menggeleng cepat. "Tidak. Hanya bertanya." Kemudian melempar sekaleng kopi dingin pada Brian.

"Kopi? Biasanya teh? Apa kau bosan dengan teh?"

"Tidak, aku hanya ingin kopi saja saat ini."

Brian mengernyit begitu cairan hitam kecoklatan itu menyentuh lidahnya. "Lain kali bawakan latte saja. Americano tidak cocok dengan untukku."

Brian yang aslinya memang bukan pecinta kopi merasa aneh dengan rasa pahit americano. Kopi sejuta umat ini sangat tidak serasi dengan lidahnya.

Sungjin mengangguk pelan mengiyakan permintaan Brian. Lagi pula, kopi hanya alasannya agar tidak dicurigai. Kedatangan Sungjin sebenarnya ke ruangan Brian adalah untuk membicarakan hal yang cukup serius, tapi setelah Sungjin pikir lagi, lebih baik hal yang tadinya ingin ia bicarakan harus Brian sendiri yang tahu.

Days Gone ByTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang