bagian 6.

8.5K 1.7K 233
                                    


Pagi sebelum bel upacara berbunyi, Clara dan Anggi berdiri santai di koridor kelas mereka dan agak jauh dari kumpulan cewek-cewek yang sedang bergosip karena Anggi dan Clara punya pembahasan sendiri, yaitu dua cowok yang baru datang dan juga belum masuk ke kelas.

Arjuna dan Nata sama seperti Anggi dan Clara. Mereka berdiri di koridor kelas mereka dan sama-sama masih mengenakan tas karena baru saja datang dan diajak bercanda oleh cowok-cowok lain, terutama Nata yang langsung heboh membicarakan tentang pertandingan bola yang ditontonnya semalam.

"Susah emang, sih, sama cowok yang kayak nggak niat banget deket sama cewek," kata Anggi sambil memandang Arjuna yang lebih banyak diam dibanding Nata dan cowok-cowok lain yang heboh. "Mau seganteng apa pun kalau nggak pernah deketin cewek ya emang wajar belum ada mantan."

Clara mengangguk-angguk membenarkan. Dia masih merasa tak tenang. Pesan terakhir yang terkirim semalam belum ada balasan dari Arjuna. Anggi yang sangat ingin mengirim pesan spam kepada Arjuna saking geregetnya padahal bukan dia yang mengalami langsung, tetapi dia yang gemas sendiri. Gemas kepada dua orang yang sepertinya akan selalu jalan di tempat jika tidak ada yang memulai.

Anggi menggaruk pelipisnya. "Tapi denger-denger, sih, dia emang udah ada berapa cewek yang deketin. Kalau minta nomor tuh yang dikasih nomornya Nata...."

Clara terperanjat. "Yang di gue bukan nomornya Nata, kan? Kalau nomornya Nata aduh malu gue sama Nata."

"Ngapain malu sama Nata. Orangnya aja nggak kenal kata malu." Anggi melihat Nata sambil meringis. "Coba sini lihat nomornya. Gue punya nomor Nata kalau sama berarti yang dikasihin ke elo emang nomor Nata. Kalau bukan ya nomor Arjuna beneran."

Mereka membuka kontak masing-masing di ponsel dan mencocokkan dua nomor yang ternyata sangat berbeda.

"Di lo berarti emang nomornya si Arjuna." Anggi menyenggol lengan Clara, memberikan senyum menggoda. "Cewek pertama kayaknya, nih, yang dikasih beneran. Cieee."

Clara membalas menahan senyum rasa senang, tetapi agak pudar lagi karena tak tenang dengan pesannya yang hanya dibaca. "Eh, baru sadar gue. Masih nyimpen nomor Nata lo, ehm...."

Anggi langsung memasang raut tak suka. "Sebenarnya dia lumayan, sih, tapi gue nggak suka cowok jerawatan."

"Hush!" Clara menegur. "Jangan gitu, dong, Nggi."

"Tapi alasannya lebih ke ini, sih...." Anggi meringis melihat Nata tak punya urat malu, banyak tingkah, tak bisa diam, sering memasang wajah konyol. "Dia juga tingkahnya kayak gitu, tuh. Bukan tipe gue banget. Nggak cool sama sekali. Dia juga berisiiikk banget. Heboh sendiri. Sok asyik. Kalau modelan Arjuna mau banget, tapi kan punya lo. Haha. "

Mata Anggi membelalak saat Nata melihat ke arahnya dan memberikan senyum andalan. Seperti, senyum tertahan di bibir, alis naik-turun sekali, lalu memalingkan pandangan salah tingkah. Hidung Anggi mengerut. Nata bisa salah tingkah juga ternyata.

"Jangan pakai kata punya." Clara menghela napas melihat Arjuna yang lebih dulu masuk ke kelas meninggalkan kumpulan cowok yang masih membahas bola tiada henti. "Kayaknya gue nggak bakalan bisa bareng dia."

"Duh, jangan ngomong gitu, deh. Jangan. Nanti malaikat lewat aminin." Anggi menggerakkan jemarinya sambil menggeleng. "Lo cari pembahasan aja. Akrabin diri, tapi jangan sok. Cowok cuek macam gitu emang susah ditaklukin. Lo harus buat diri lo membekas di pikirannya. Ah, dia nggak cuek-cuek banget sih. Kalau senyum ramah aja kok, tapi seperlunya doang. Itu juga yah... sama guru. Mana pernah senyumin cewek di sekolah."

Clara mengingat hari itu saat dia melemparkan senyuman kepada Arjuna dan sama sekali tak digubris olehnya.

***

Sepulang dari sekolah Clara harus berjalan kaki menuju SMA Cendei D'Graham yang lumayan dekat dari sekolahnya.

Letak rumahnya ada di dalam sekolah itu. Kantin SMA Cendei yang menjadi tempat tongkrongan siswa-siswa Cendei setiap istirahat dan pulang sekolah itu merupakan tempat Clara tinggal sejak lahir. Ayahnya seorang penjaga sekolah yang sudah menjaga sekolah selama puluhan tahun. Ibunya seorang ibu rumah tangga yang menjaga kantin setiap hari sekolah. Mereka hidup dari hasil kantin itu dan Clara pintar sehingga bisa menghidupi biaya sekolahnya dari hasil beasiswa berprestasi.

Tak jarang Clara mendapatkan godaan dari sekumpulan cowok-cowok yang biasa masih nongkrong di kantin setelah Clara pulang. Namun, itu tidak sering terjadi. Di pagi hari, Clara pergi buru-buru ke STARA dan Clara pulang setelah beberapa jam proses belajar mengajar SMA Cendei berakhir. Agar terhindar dari sekumpulan cowok yang akan menjadikan Clara sebagai bahan pembicaraan mereka yang kadang membuat Clara tidak nyaman.

Clara berjalan di trotoar menuju gerbang yang sudah dekat. SMA Cendei lumayan ketat. Dibanding STARA yang pada jam sekarang masih ada yang berkeliaran entah masih mengenakan seragam atau baju biasa untuk mengikuti ekstrakurikuler masing-masing, SMA Cendei D'Graham tak terlihat siswa-siswa di sekolah itu saat ini.

Didorongnya gerbang berwarna putih itu agak keras untuk lewat menuju rumah kecil yang terbuat dari kayu di ujung belakang SMA Cendei, lalu dia menutup gerbang itu kembali rapat meski gemboknya tak terkunci.

Clara menoleh, lalu mengerjap terkejut melihat sosok tak asing yang membelakanginya. Pakaian yang dikenakan cowok itu yang asing. Tidak dengan bentuk tubuhnya, pun dengan model rambutnya. Meski sangat kentara dari belakang saja sosok itu tidak memakai kacamata, tetapi Clara sangat yakin dengan tebakannya.

Bahwa cowok berjaket hitam dan celana jeans hitam itu adalah ... Arjuna.

***


thanks for reading!

love,

sirhayani

Game Over: Losing ControlWhere stories live. Discover now