Vote sebelum membaca ya :)
-
-
-
“Lo akan ninggalin gue juga?”
“Iya,” jawab Nazwan singkat.
Degg.
“Lo … lo bercanda 'kan dengan ucapan lo tadi?” tanya Nashwa gemetar.
Nazwan yang tak enak hati dengan Nashwa, ia menghentikan motornya untuk menjelaskan semua ucapannya tadi.
Tanpa mengubah posisi Nazwan yang masih memegang stir motornya, ia berkata, “Nas, kita ini cuma umat Tuhan yang gak bakal tahu kapan ajal itu datang. Jadi, kalau gue bilang nggak itu artinya gue akan ingkar janji ketika gue udah gak ada nanti,” jelas Nazwan.
“Gue harap, lo gak akan ninggalin gue sebelum ajal memisahkan,” lirih Nashwa, entah mengapa sudut matanya mengeluarkan air mata ketika mendengar perkataan Nazwan.
Mungkin, Nashwa menangis karena perasaannya yang terlalu dalam pada Nazwan. Nashwa tahu dirinya hanya sekadar sahabat, tetapi entah mengapa Nashwa seolah lebih dari sekadar sahabat.
“Jangan nangis, Nas! Gue akan gagal jadi sahabat lo kalau lo nangis di depan gue,” ujar Nazwan.
“Gue gak pernah sedekat ini sama seseorang, Wan.” Nashwa berlirih.
“Gue juga,” balas Nazwan.
“Makasih, lo udah mau jadi sahabat gue.”
“Gue janji, jika ada seseorang yang buat lo terluka lebih dari fobia lo, gue pastikan orang itu akan menghilang dengan kata duka!” tegas Nazwan.
Nazwan melanjutkan perjalanannya menuju rumah Nashwa. Awalnya, mereka berdua sama-sama kaku kerena hal yang Nazwan ucapkan tadi. Namun, Nazwan selalu berusaha mencairkan suasana saat keduanya sama-sama dingin.
“Tadi umi bilang apa lagi?” tanya Nazwan.
“Katanya, lo punya impian agar bisa kuliah di New York,” ucap Nashwa.
“Hahaha, gak usah didengarin! Itu cuma halusinasi gue. Karena sampai kapan pun, itu gak akan pernah terwujud,” ujar Nazwan.
“Tapi lo itu kan pintar, lo punya ilmu dan wawasan cukup luas, lo juga punya Tuhan yang senantiasa mengabulkan doa hamba-Nya jika ia mau berusaha,” ujar Nashwa.
“Iya, Nashwa.”
Nazwan dan Nashwa kini telah sampai di depan rumah Nashwa, terlihat ada Hendra dan Mia yang sedang menunggu Nashwa di luar rumahnya.
Mia yang melihat Nashwa turun dari motor Nazwan itu bergegas menghampiri Nashwa.
“Aduh … Nashwa sayang, kamu itu ke mana saja? Dari siang ibu cari, kenapa jam segini baru pulang?” sambut Mia seraya mengelus puncak rambut Nashwa. Namun, bagi Nashwa terasa sangat perih karena itu adalah sebuah jambakan.
YOU ARE READING
Astrafobia [SUDAH TERBIT]
Teen Fiction[SUDAH TERBIT] Untuk pemesanan buku hubungi WA : 081774845134 Dear Pembaca ... kisah ini bukan kisah edukasi yang bisa membuat wawasan kalian bertambah. Namun, kisah ini menyiratkan sedikit pesan untuk kita ... bahwa orang yang selalu ada...