36. Kepergian Citra

200 37 67
                                    

Vote sebelum membaca, ya :)

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Vote sebelum membaca, ya :)

-

-

-

Nazwan menerobos kerumunan tamu untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumahnya. Sesampainya di ambang pintu, Nazwan disambut oleh tangisan ibunya. Tidak mengerti dengan ini semua yang terjadi, Nazwan mencoba memahami tangisan Zahra yang sangat mendalam.

“Umi, ini ada apa?” tanya Nazwan dengan perasaan yang tidak karuan.

“Citra, Wan … hiks … kakakmu …,” lirih Zahra dengan deraian air matanya.

Semakin tidak mengerti dengan ini semua. Nazwan langsung menerobos masuk meninggalkan ibunya yang sedang menangis di ambang pintu. Nazwan melihat seseorang sudah terbungkus kain kafan di ruang tamu rumahnya.

Degg.

Hatinya hancur melihat ini semua. Tanpa sadar, air matanya lolos begitu saja tanpa ia izinkan. Nazwan mendekat ke jenazah itu, hatinya benar-benar hancur saat ini.

Nazwan membuka penutup wajah jenazah itu dengan tangan gemetarnya. Tidak percaya dengan semua ini, Nazwan langsung memeluk jenazah itu setelah melihat wajahnya yang sudah sangat pucat.

“Kak Citra … hiks … kenapa lo pergi secepat ini? Kak, jangan pergi! Hiks …,” teriak Nazwan saat memeluk jasad Citra.

“Umi, apa yang sebenarnya terjadi?!” tanya Nazwan dengan menahan emosinya karena merasa bersalah dengan semua ini.

Zahra menghela napas. “Citra kecelakaan di perjalanan setelah dari rumah sakit. Jalanan itu licin yang mengakibatkan Citra kehilangan kendali di sana. Umi lihat dari ponselnya, dia sempat menghubungi kamu saat itu untuk menjemputnya, tapi Tuhan berkata lain,” ujar Zahra tanpa menghentikan air matanya yang terus mengalir dari sudut matanya.

Nazwan semakin merasa bersalah. Jika saja ia bisa menjemput Citra waktu itu ... mungkin, Citra tidak akan meninggalkannya secepat ini dengan kejadian tragis yang menimpanya.

Nazwan menjambak rambutnya kasar. “ARGH!! Gue bodoh! Seharusnya gue ambil paksa hp gue di tangan Nashwa! Seharusnya gue bisa jemput kak Citra! Seharusnya kak Citra gak akan pergi secepat ini! Hiks ….” Air mata Nazwan berhasil lolos hingga mengalir deras.

Sungguh, Nazwan sangat terpukul dengan kepergian Citra. Nazwan sangat kehilangan satu-satunya perempuan yang selalu menemaninya sewaktu kecil hingga sebesar ini selain ibunya.

Hanya Citra tempat Nazwan bercerita. Hanya Citra tempat Nazwan meluapkan segala keluh-kesah hidupnya yang sangat tidak ingin mengenal istilah pacaran. Karena, Nazwan tidak mau menyakiti banyak perempuan. Nazwan berpikir bahwa jika ia menyakiti perempuan sama saja ia menyakiti Citra dan ibunya. Nazwan tidak akan membiarkan seorang pun menyakiti Citra selama ia masih bernapas.

Astrafobia [SUDAH TERBIT]Where stories live. Discover now