Semenjak kejadian hari itu Jimin berubah jadi pendiam, lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar ketimbang harus bercengkrama dengan kedua orangtuanya. Tentu saja hal itu membuat Chanyeol dan juga Baekhyun merasa khawatir apalagi semenjak kejadian itu anak manis mereka jadi sering murung, jarang tersenyum dan bahkan tidak ingin di ajak berbicara. Sebagai orangtua tentu saja mereka merasa takut akan hal itu, perubahan sikap Jimin begitu drastis dari ceria penuh warna tiba-tiba berubah menjadi kelabu, tidak ada lagi tawa dan sikap manjanya yang biasanya akan ia tunjukkan pada Ibu dan Ayahnya dan jujur hal itu membuat Baekhyun sedikit banyaknya merasa bersalah.
Jika biasanya pintu kamar milik Jimin tidak pernah di kunci, sekarang anak kesayangannya itu memilih untuk tidak membiarkan siapapun masuk ke dalam kamarnya, Jimin hanya akan keluar dari kamar bila Ibunya memanggilnya untuk sarapan pagi, makan siang dan juga makan malam. Tidak ada interaksi yang manis, canda tawa yang biasanya mewarnai meja makan mereka kini sudah tidak ada lagi.
"sayang, sudah waktunya makan malam. Ayo keluar dan makan bersama Eomma dan Appa, ok?" Baekhyun mengetuk pintu kamar Jimin, berniat mengajak putranya itu untuk makan malam bersama namun tidak ada respon, suasana kamar Jimin begitu sunyi. Biasanya anak itu sering memutar musik atau jika tidak maka ia akan bernyanyi namun kali ini berbeda, tidak ada suara apapun dari dalam sana.
Baekhyun jadi khawatir."sayang, buka pintunya. Ini Eomma, Sayang." kali ini ketukan Jari Baekhyun sedikit lebih keras dari sebelumnya namun tetap saja Jimin tidak bersuara apalagi menjawab panggilannya. Baekhyun gelisah, ia hampir saja menangis di tempatnya. Karena tidak tahan, Baekhyun pun memutuskan untuk memanggil Chanyeol, hanya ingin memastikan saja apa kali ini dugaannya benar atau tidak. Baekhyun memijit pelipisnya saat di rasa kepalanya mulai pening. Baekhyun benar-benar mengkhawatirkan Anak semata wayangnya itu, ia tidak ingin terjadi apa-apa pada Jimin, anak manisnya, bayi kecilnya.
Dengan tergesa-gesa Baekhyun pun segera menghampiri Chanyeol yang baru saja selesai mandi, pria itu baru saja akan mendudukkan dirinya di kursi meja makan sampai suara Baekhyun membuatnya terlonjak di tempatnya. Pria manis itu berlari dengan linangan air mata di kedua pipinya bahkan riasan di wajahnya ikut luntur. Chanyeol bertanya-tanya, sebenarnya hal apa yang bisa membuat Baekhyun jadi seperti ini.
"Chanyeol-ah? Anak kita...hiks...hiks."
wajah Baekhyun begitu berantakan, riasan di matanya luntur dan ikut terbawa air matanya." kenapa, ada apa dengan Jimin kita, sayang? apakah terjadi sesuatu padanya?" Chanyeol segera memeluk tubuh istrinya begitu melihat Baekhyun tak kunjung menghentikan tangisannya, Chanyeol akan berubah menjadi pria yang paling lemah bila melihat orang yang ia sayangi terluka apalagi menangis. Baekhyun dan Jimin adalah hidupnya.
"Jimin, dia tidak menyahut sama sekali saat aku memanggklnya, Chanyeol-ah. Kumohon tolong lakukan apa saja, aku tidak mau terjadi apa-apa padanya. Hiks...hiks." Chanyeol melepaskan pelukannya, tanpa mengucapkan sepatah katapun ia langsung berlari menaiki tangga rumahnya menuju kamar putra semata wayangnya Jimin, mengetuknya sekali, dua kali namun tetap tidak ada respon dari dalam sana. Jimin tidak menjawab panggilannya.
"minggir sayang, aku akan mendobrak pintunya. Mari berdoa semoga tidak terjadi apa-apa dengan Jimin kita." Baekhyun mengangguk di tengah isakannya. Berdiri di belakang suaminya yang saat ini masih terus berusaha untuk mendobrak pintu kamar Jimin.
Di percobaan pertama, Chanyeol gagal begitupun dengan percobaannya yang kedua kalinya namun untungnya di percobaan ketiga ia pun berhasil melakukannya. Pintu kamar Jimin terbuka lebar, Baekhyun dan Chanyeol langsung berlari ke dalam kamar Jimin berniat memeriksa keadaan putra mereka namun betapa kagetnya mereka saat mendapati tubuh mungil Jimin tergeletak lemas di bawah lantai.
"sayang, kenapa kau bisa jadi seperti ini. Apa Eomma dan Appa terlalu keras padamu. Hiks..Hiks...Maafkan Eomma, sayang." Baekhyun merengkuh tubuh putranya, membaringkan kepala Jimin di atas pahanya sementara Chanyeol memilih untuk menghubungi Dokter keluarga mereka.
" Eomma jahat. Eomma tidak mengizinkan Chim untuk bertemu Kookie . Chim rindu, Chim ingin bertemu Kookie, Eomma. Chim mau Kookie. Hiks...Hiks..." mata Jimin kian bertambah sembab akibat terlalu banyak menangis, hampir seharian ini Jimin menangisi Jungkooknya. Jimin sangat merindukan Jungkook apalagi setelah kejadian itu Ibu dan Ayahnya melarang mereka untuk bertemu. Jangankan untuk bertemu, saling berkomunikasi lewat ponsel saja tidak boleh. Handphone Jimin disita oleh Ibunya, akses Jimin untuk keluar begitu terbatas dan itupun masih harus terus di awasi, di ikuti. Selain itu beberapa hari belakangan ini Jungkook juga jarang keluar rumah, Jimin pernah memanggil Jungkook dari luar pagar rumahnya namun tetap saja pria itu tidak menunjukkan batang hidungnya. Apa mungkin keadaan Jungkook sama dengan dirinya? Apakah benar begitu?
"maafkan Eomma, sayang. Baiklah, Eomma akan membawa Jungkook kemari, sabar yah sayang." mata Jimin kian bertambah sayu, pandangannya meredup seiring dengan berlalunya waktu.
"Chanyeol-ah, cepat panggilkan Jungkook. Bawa dia kemari, cepat! hiks...Hiks.."
Tbc.
"

STAI LEGGENDO
100% MY TYPE •JIKOOK/KOOKMIN•
Fanfiction"eomma...???" "iya sayang ada apa...???" "apa yang halus kookie lakukan agal tellihat cepelti pahlawan supel...???" ucap jungkook sambil menunjukkan miniatur superhero favoritnya yaitu ironman kepada ibunya. "kookie ingin jadi ironman yah...???". "i...