Epilog

3K 256 28
                                    

Hari ini hujan. Muthe tengah berbaring memandangi langit kamarnya ditemani suara film dari laptop yang ia abaikan. Suasana seperti itu membuatnya mengantuk. Namun, sesaat sebelum kelopak matanya saling merapat, ponsel Muthe berdering.

Muthe meraih benda tipis itu dan mengerutkan kening. "Christy?"

"K-Kak Muthe, bukain pintunya, dingin.."

"Hah? Kamu di rumah?" Muthe segera bangkit. Ia pergi ke depan dan membuka pintu, Christy benar-benar di sana, menggigil kedinginan dalam keadaan basah kuyup. "Ayo masuk. Mandi, ya, aku ambilin baju ganti."

Christy mengangguk asal. Muthe membiarkan Christy pergi ke kamar mandi di kamarnya sementara ia mengambilkan baju ganti.

"Bajunya di kasur, ya, Christy. Aku tunggu di luar." Muthe mengetuk pintu beberapa kali.

"Iya, Kak."

Muthe lalu pergi ke dapur untuk membuat susu hangat. Saat sedang memasak air, Nunu datang menyusul.

"Lagi buat apa?"

"Susu."

"Mau."

"Buat sendiri."

Nunu merengut. "Kan sekalian, ribet amat. Daripada buang-buang gas."

"Kan ini sisa airnya masih banyak, Nunu." Muthe menuang air panas ke gelas yang sudah diberi susu bubuk warna cokelat. Ia membawa gelas itu ke meja makan tempat Nunu duduk.

"Buat aku?" Nunu tersenyum. Muthe ternyata baik walau awalnya tidak mau mengakui niat mulianya. Namun saat hendak meraih gelas itu, Muthe menariknya menjauh.

"Bukan, ih! Sana buat sendirii."

"Jahat amat!" seru Nunu kemudian berlalu ke dapur.

Bersamaan dengan itu, Christy keluar kamar. Ia memakai piyama gambar lebah milik Muthe. Muthe tidak tahu harus meminjamkan baju apa pada Christy, jadi piyama saja.

Nunu menoleh ke ruang makan menyadari eksistensi Christy di sana. Ia segera menyelesaikan urusannya dan membawa susunya pergi ke kamar. Tidak mau mengganggu Muthe dan Christy.

"Buat kamu, biar anget." Muthe memberikan gelas berisi susu cokelat pada Christy yang baru saja duduk di seberangnya.

"Makasih, Kak." ucap Christy pelan. Ia menunduk, memegang gelas dengan kedua tangannya dan membiarkan rasa hangat menyebar ke tubuhnya lewat sentuhan itu.

"Kamu kenapa hujan-hujanan? Kalo sakit gimana? Mana hampir malem gini."

Christy menoleh ke jam dinding untuk memastikan kata-kata Muthe, sudah pukul setengah enam petang sekarang. Gadis itu membuang napas dan membalas tatapan Muthe.

"Tadi aku abis latihan basket di sekolah. Pas udah selesai, tiba-tiba hujan deres. Mama sama Kak Chika nggak aktif waktu aku telpon, Papa juga ke Jepang lagi. Karena aku nggak mau di sekolah sendirian, jadi aku terobos hujan ke rumah Kakak."

Muthe melebarkan mata. "Itu jauh lho, Christy."

"Jauhan rumah aku."

"Kenapa nggak telpon aja? Aku bisa jemput kamu."

Christy menggeleng. "Nggak kepikiran."

Muthe bergeming menatap Christy yang kembali menunduk, lalu melipat tangan di depan dada dan bersandar pada kursi. Sejak pertemuan tak terduga keduanya dua hari lalu, Christy dan Muthe sama-sama jadi lebih diam.

ChristyWhere stories live. Discover now