d u a p u l u h d e l a p a n .

5.6K 504 159
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







─── [ 🍰 ] ───

Pukul delapan malam ini, tampak indah dengan para bintang yang menemani bulan menghiasi langit. Riuh rendah jalanan malam berisi kendaraan umum maupun pribadi yang mungkin tengah membawa penumpang menikmati malam mereka.

Namun, tampaknya keadaan Yeji tak seindah malam ini. Kedua tangannya bertumpu pada sisian wastafel, Yeji berusaha keras untuk mengeluarkan isi perutnya yang membuat rasa tidak nyaman serta seperti diaduk-aduk. Sudah sekitar sepuluh menit ia mencoba mengeluarkan isi perutnya hingga kini hanya salivanya yang ke luar, tak ada lagi sisa makanan di sana. Namun, rasanya Yeji ingin terus memuntahkan isi perutnya, tak peduli jika semua makanan di dalam perutnya telah dikeluarkan.

Kepalanya menggeleng-geleng, matanya terpejam kuat dengan tangan yang meremat sisian wastafel, menahan mual yang terus berdatangan. Rasanya Yeji ingin menangis sekarang juga, begitu menyiksa dan sakit. Dengan tangan yang lemas dan sedikit bergetar ia mengusap area sekitar bibirnya.

Yeonjun—laki-laki itu berhenti memijat tengkuk Yeji, ia menatap khawatir gadis itu. "Udah mendingan?" tanyanya kepada Yeji. Dan gadis itu mengangguk lemas. Segera, dengan perlahan Yeonjun membantu Yeji untuk bisa duduk di atas tempat tidur usai mengeluarkan isi perutnya. Beberapa menit lalu, Yeji datang dengan rasa mual yang telah lama menemani, sehingga gadis itu lantas berlari dan mengeluarkan isi perutnya di kamar mandi.

Yeji menyibakkan rambutnya ke belakang. Matanya ia pejamkan menahan perutnya yang masih terasa begitu mual, kepala yang berdenyut serta pegal di kakinya. Ini bukan kali pertama ia merasakan semua itu, tetapi tetap saja, rasanya sungguh membuatnya menderita.

Namun untuk kakinya yang pegal—Yeji harus merutuki dirinya sendiri yang memakai sepatu berhak cukup tinggi saat ke luar untuk menghabiskan waktu bersama itjik. Padahal sebelumnya ia sangat jarang menggunakan sepatu berhak seperti itu.

Kedua matanya sontak terbuka saat merasakan tangan lain menyentuh kakinya. Segera Yeji menepis tangan Yeonjun yang rupanya menyentuh kakinya tanpa izin.

"Sorry, gue izin pijet kaki lo, ya?" Tak urung Yeonjun menyadari Yeji tidak nyaman dengan keadaan kakinya. Ia bahkan melihatnya sendiri, Yeji mengambil sepatu berhak warna hitam di lemari sepatu, saat gadis itu hendak pergi.

Yeji balas menggeleng, "Nggak usah, gue nggak apa-apa."

Namun, Yeonjun tetap kekeuh. Laki-laki itu kembali menyentuh kaki Yeji dan mulai memijatnya. Yeji dibuat meringis saat baru beberapa kali pijatan, Yeonjun langsung menemukan titik pegalnya. "Yeon, a-aw, sakit! Pelan-pelan!" Ia berucap kesal, mengaduh kecil.

"Ini gue udah pelan."

"Pelan apanya! Sakit tau!"

Tak ada balasan dari Yeonjun Selama beberapa detik. Sampai akhirnya, laki-laki itu mendongakkan kepala, "Ini udah pelan, Yeji. Makanya, lain kali nggak usah pake sepatu yang ada hak-nya."

Perjodohan Tak Terduga「 ✓ 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang