#5. Plan From Me

250 81 14
                                    
















MEREKA semua duduk di meja bundar yang tersedia di tengah-tengah ruangan. Aku yang lain berada di kursi yang berada di belakang papan tulis. Di samping kanannya ada Rhino yang siap dengan buku catatan. Di sebelah kiri Aku yang lain ada Peter yang masih sibuk dengan ponselnya, lalu di sisi kanan anak itu ada Sam dan Lucy yang menidurkan kepalanya ke atas meja. Kemudian ada Chris yang masih mengutak-atik laptopnya di hadapan Aku yang lain, serta Leo yang berada di samping kanan Chris.

Aku—yang tidak terlihat ini—berdiri diantara Rhino dan Leo karena tidak ada tempat duduk lagi di sana. Lalu aku menatap Aku yang lain mengetuk-ngetuk pena ke meja dengan cukup kencang membuat semua orang di sana mengalihkan pandangannya dan menatapnya.

"Jadi yang setuju untuk memberontak hanya segini?" Aku mengernyitkan dahi saat Aku yang lain bilang seperti itu.

"Kurasa iya. Aku juga tidak bisa mengandalkan Sky karena dia loyal sekali kepada perusahaan. Maklum lah anak rekomendasi universitas. Harus menjaga nama baik."

Aku menatap Rhino yang menopang dagu menatap Aku yang lain di depan sana.

"Kakakku juga. Dia mendukung kita untuk memberontak, tapi suaminya itu merepotkan," sungut Leo sambil bersedekap di kursinya.

"Kemarin kakekku dan Kak Kira ke Glass Maze, meletakkan kunci A di sebuah tempat kecil dengan garis kuning dan kotak hijau. Kakek meletakkannya di control room. Pintar sekali tua bangka itu menempatkan kunci di tempat yang tidak terduga."

Sam yang berada di samping Peter menepuk pundak laki-laki itu pelan, "Hei, aku baru ingat! Kunci lainnya ada di kamar Profesor Nero dan Profesor Airen. Aku mendapatkan informasi ini dari asisten rumah tangga mereka. Mungkin saja kunci lainnya ada di kamar kakekmu."

"Bagaimana asisten rumah tangga mereka bisa tahu itu kunci yang kita cari, Sam?" Tanya Chris yang menatap Sam intens.

"Uang bisa memerintah, Kak Chris."

Lucy kemudian tergelak kemudian memegang kepalanya, "Jangan tertawa jika sakit, Lu."

Sam dengan sigap membelai kepala sang adik yang masih tertawa itu. Aku tersenyum dibuatnya.

"Kita sudah memiliki clue untuk kunci A, tapi kunci yang lainnya belum pasti. Kita harus mencarinya kemana lagi?"

"Kau kenal Felix?"

Aku langsung melirik Leo di sebelahku, "Katanya dia punya akses penting ke Profesor Nero, mungkin kita bisa suruh dia untuk mencari kunci itu."

"Felix? Dia bukannya staff magang di divisiku ya?" Aku yang lain bertanya dengan wajah bingung ke Leo yang sekarang mengangguk.

"Kau dapat info dari mana?"

"Hanya dengar dari gosip-gosip yang beredar. Kabarnya dia itu anak dari gundiknya Profesor Nero."

"Astaga!" "Serius?" "Wah gila, aku tidak percaya."






Astaga... Gundik?





"Kau dengar dari ibu-ibu tetangga ya?"

"Tidak, Kak Chris. Aku dengar dari para Doktor di kantin perusahaan. Semuanya membicarakan Felix. Makanya aku jadi tau."







Aku lama-lama tidak mengerti arah pembicaraan mereka.












"Kak Kira, penelitianmu sudah sampai mana? Kudengar kau akan menguji coba cairan baru ya?" Tanya Sam kepada Aku yang lain.

"Baru tahap praklinis. Aku meminta sapi untuk tahap uji cobaku. Sepertinya seru."

Wah... aku melihat seringai menyeramkan dari wajahku sendiri. Mengerikan.

"Sapi? Memangnya bisa?"

"Bisa. Tua bangka itu mengizinkannya. Lusa, aku baru mulai kembali ke lab untuk memulainya."

Kemudian Rhino berdecih, "Kenapa calon istriku bisa segila ini?"

Dilanjut dengan Peter yang membelai rambut Aku yang lain sambil tertawa, "Kenapa kakakku bisa segila ini?"

Begitu juga dengan Leo yang tersenyum mengejek dikursinya, "Kenapa seniorku bisa segila ini?"

"Diamlah." Aku yang lain hanya tertawa pelan mendengar ejekan itu, "Tapi teman-teman, aku punya satu ide gila lagi."





Aku yang lain kemudian tersenyum. Tidak menyangka jika wajah yang kupunya bisa semenyeramkan itu ya?










"Aku punya Powder Poison Xpert 4, racun bubuk yang terkenal di dunia bawah. Efeknya tidak terlalu signifikan, tapi bisa berbahaya dan menyebabkan kematian perlahan setelah meminum racun itu secara rutin."

Aku yang lain menggerakkan alisnya, lalu dia menatap Peter, "Kita sekalian balas dendam, 'kan?"

Setelahnya Peter bertepuk tangan dengan riang, "Kita mau melakukan cara yang sama seperti kakek membunuh ibu dan ayah? Aku setuju!"







Mataku membelalak, apalagi saat yang lainnya tertawa dengan puas saat Peter menyelesaikan kalimatnya.

Ini gila. Gila sekali. Aku tidak tau semua ini berawal dari rencana gilaku.


















—————————

Ditunggu part selanjutnya ya~
soalnya dua atau tiga chapter lagi ada satu hal yang terungkap (〃゚3゚〃)

Ada yang bisa nebak????? Sudahku tulis lhooo draftnya 🌚

[✓] SURVIVE OR DIEWhere stories live. Discover now