914's Room #1

198 71 7
                                    

ANNE

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ANNE


👺











ENTAH apa yang mereka lakukan diluar sana selain mendorong troli ini, aku hanya mendengar beberapa percakapan beberapa orang terdengar tidak jelas. Tubuhku di sini sangat tidak nyaman. Tertekuk dan kedinginan karena bahan stainless steel troli ini menyentuh kulitku langsung. Rasanya aku ingin menerobos keluar.











Cklek...











"Kak!"

"Leo!"

Orang berseragam putih yang membawa troli ini ternyata adalah Leo. Ia sudah membuka penutup kepalanya dan sekarang ia menarikku pelan keluar dari troli.

"Wajahmu..."

Aku menelisik wajahnya dengan kedua tangan. Memar dan bekas luka bakar terlihat jelas di wajahnya, "Karena rudal itu?"

Leo mengangguk, "Aku tidak apa-apa, Kak. Ledakannya tidak terlalu besar."

"Ini ruangan apa?"

"Kak Kira, ini ruangan 914." Perempuan berambut pendek yang bersama Sam tadi angkat suara lalu tersenyum ke arahku di belakang Leo, "Ruangan yang dulu menjadi ruangan Peter."

"Kau Anne?"

Ia mengangguk, "Lama tak jumpa. Selamat datang kembali!"

"Terima kasih."

"Waktu kita tak banyak, Kak. Kau harus cepat ambil kunci itu di sana." Sembari menunjuk ke eternit yang berada di langit-langit ruangan, Sam menyusun beberapa meja dan kursi yang ditumpuk dibawah eternit itu.

Tiba-tiba suara sirine keras berbunyi, membuat ketiga orang dihadapanku begitu panik dan mulai mempercepat pekerjaan mereka. Anne, si perempuan berambut bob itu mengunci pintu dan menggeser meja besar untuk menghalangi pintu. Leo membantu Sam untuk menyusun meja dan kursi yang ditumpuk untuk memudahkanku untuk naik ke eternit ruangan. Semuanya sibuk, termasuk aku yang memperhatikan mereka.

"Kak..." Tangan Leo terulur untuk menarik tanganku agar mendekat ke tumpukan meja yang dibuat.

Leo dan Sam membantuku naik ke atas meja, lalu membantu memegangi kaki meja dan kursi yang tertumpuk di sana.

"Hati-hati, Kak!"

Aku menaiki kursi yang di letakkan di dua tumpuk meja, semoga saja tidak jatuh. Kakiku amat sangat lemas sekali. Mungkin gara-gara tertekuk di dalam troli atau karena luka ini. Saat aku sudah menaiki kursi yang paling atas, aku memasukkan tanganku ke eternit itu. Untung saja lenganku muat di sana.

Saat aku memasukkan tanganku, aku hanya merasakan hawa dingin yang menusuk. Dan entah kenapa seperti ada sesuatu yang mendekati tanganku. Apa itu robot tupai yang diceritakan Han?

"Bagaimana, Kak?"

"Tanganku geli." Rasanya geli bercampur hangat. Tidak seluruhnya, seperti sesuatu sedang masuk dari jemari-jemariku hingga pergelangan tanganku, lalu kembali dingin. Apa ya... seperti ada yang memindai tanganku dari atas sampai bawah, mungkin.

Lalu aku tersentak saat sesuatu mengenai tanganku. Seperti sebuah benda padat. kotak? Kotak kecil yang cukup lebar. Aku mencoba untuk meraba kotak itu di sana dan perlahan mencoba untuk menariknya keluar dari eternit ruangan.

Ah, kotak itu berwarna hijau gelap yang tipis nan lebar, "Ini kotaknya...."

"Kau masih ingat cara membukanya?" tanya Leo.

Aku mengangguk. Di depan kotak, ada benda bulat berwarna hitam yang menjadi pembatas bukaan kotak. Aku harus memindai retina kiriku, 'kan? Bagaimana caranya?

Dengan sok tahu, aku menempatkan bulatan kotak itu di depan mata kiriku dengan memberi jarak beberapa sentimeter. Mungkin berhasil.... Ah! Ada sebuah cahaya kekuningan yang seperti melakukan pemindaian di mata kiriku, lalu kotak terbuka... menampilkan sebuah kunci berwarna hitam dengan huruf 'E' dibadan kunci.

Aku tersenyum senang menatap ketiga orang di bawah sana dengan wajah sumringah.

Selangkah lagi, Kira. Selangkah lagi menuju kemenangan.


–––––––––––
makin gak jelas ya? :D
semoga paham ya sama visualisasi dari apa yang aku tulis...

[✓] SURVIVE OR DIEWhere stories live. Discover now