48. Persaingan?

165 34 0
                                    

Giandra duduk di sebuah cafe dengan 2 gelas thai tea di atas meja, pandangannya lurus menatap gadis yang ada di depannya saat ini, "Mau ngomong atau ga?" Tanya Giandra langsung, pasalnya sudah hampir 30 menit keduanya duduk tanpa saling berbincang.

"Ndra," panggil Liza, Giandra mengangguk sebagai jawaban sedangkan Liza tengah membenarkan posisi duduknya, gadis itu tampak gelisah.

"Maaf gue minta ketemu gini," ucap Liza, lagi-lagi Giandra hanya mengangguk sebagai jawaban, "Gue mau minta maaf atas perlakuana gue ke lo-"

"Bukan ke gue tapi ke Lintang," sela Giandra, Liza mengangguk, ia kemudian mendongak dan menatap Giandra yang ternyata juga sedang menatapnya.

"Gue udah minta maaf ke dia Ndra," ucap Liza.

"Gak cukup sebenernya Za," Giandra membalas, Liza mengigit bibir bawahnya, merasa malu dan menyesal.

"Tapi untung yang lo ajak main-main itu Lintang, bukan gue," ucap nya lagi, Laki-laki itu mengeluarkan sebatang rokok lalu menyalakan pematik, sebatang rokok kecil itu pun akhirnya beradu dengan mulut Giandra, kepulan asap mulai melayang-layang di atas kepalanya.

Liza menatap Giandra dalam, ada secercah rasa yang entah mengapa sangat menyayat, ia tahu persis Giandra anti merokok di depan wanita, namun detik itu Liza menyadari bahwa Giandra benar-benar berubah, jauh dari Giandra yang ia kenal dulu. Rasanya ia ingin menangis, memeluk tubuh laki-laki jangkung yang sangat ia rindukan saat ini, bersandar di pundaknya lalu akan ia ceritakan bagaimana beratnya perjalanannya beberapa bulan ini. Tanpa sadar Liza mengigit bibir bawahnya cukup kuat, berusaha agar tidak menangis di depan laki-laki dengan tatapan datar itu.

"Giandra...gue kangen," cicit Liza sangat pelan, namun telinga Giandra masih mampu mendengar dengan jelas kalimat yang keluar dari mulut Liza itu. Laki-laki itu pun lalu membenarkan posisi duduknya.

"Gue masih suka sama lo, gue gak tau gimana cara berhenti, sakit Ndra, sakit banget sekarang lo gak lagi peduli sama gue, lo bener-bener jauh dari gue," tumpah ruah sudah air mata Liza, gadis itu berusaha tetap tenang di tengah isak tangisnya yang makin terdengar dengan jelas.

"Za gue dari awal itu gak pernah tertarik sama lo, fyi waktu papa bilang mau jodohin gue sama lo pun gue bener-bener gak ada niatan buat berusaha numbuhin rasa suka ke lo, gue anggap lo adik karna lo emang lebih pantas jadi saudara gue."

"Anggap gue brengsek gak masalah Za, gue juga mau ngeluarin isi hati gue sekarang, gue cape selama bertahun-tahun ngikutin alur yang lo buat, alur yang bikin gue gak bisa menentukan jalan gue sendiri. Gue tau perjodohan itu gak sepenuhnya kemauan orang tua kita, gue tau lo yang maksa papa lo buat jodohin lo sama gue, gue tau semua rencana lo Za," sambung Giandra, ia mengatakan kalimat-kalimat tersebut dengan tenang.

"Atas dasar Cinta lo ngelakuin itu semua, tapi Za, cinta itu bukan sebuah pemaksaan, lo terobsesi sama gue, gue gak tau apa kelebihan gue yang bikin lo sampai se obsesi ini sama gue Za. Just stop it Za, lo bisa dapet seseorang yang better than me soon, gak sekarang mungkin, tapi nanti."

"Tapi semua perlakuan lo bikin gue semakin mau miliki lo seutuhnya Giandra..." Ucap Liza.

"Gue bilang kan? Gue cuma mengikuti alur yang lo buat, selebihnya gue emang bener-bener gak pernah ada rasa sama lo."

"Ndra, tanpa lo sadar juga lo yang bikin gue semakin terobsesi sama lo, lo ngetreat gue sebaik itu, lo ngajarin gue gimana caranya bahagia yang sederhana, sekarang gue juga mau di ajarin gimana caranya buat lepas dari lo, keluar dari zona ini, gu-"

"Dengan cara ini." Sebuah undangan dengan nama Lintang Meika Atasya dan Giandra Guntur Ragnala itu mendarat tepat di hadapan Liza.

"Gue rasa ini udah cukup banget buat bikin lo tau gimana caranya lepas dari Giandra,"bukan Giandra yang berbicara namun Lintang, gadis itu sudah sejak pertama Giandra dan Liza bertemu ada di sana, mendengarkan semua yang di bicarkan Liza kepada Giandra.

STARMOON Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang