Bab 17

302 68 15
                                    

"Terkadang Tuhan mengenalkan padamu orang yang membuatu menangis agar engkau mensyukuri orang yang membuatmu tertawa."

Langkah kaki Haira penuh percaya diri kala memasuki toko yang penuh aroma buah menyegarkan. Toko yang menjadi sumber penghasilannya demi bertahan hidup di kota metropolitan ini. Tidak mudah memang hidup di kota yang penuh liberalisme ini. Namun Ia harus tetap bertahan, karena hanya itu yang bisa Ia lakukan.

Sudah beberapa hari Ia tidak datang ke toko secara langsung, hanya menyerahkan pekerjaan kepada dua rekan yang sudah dipercayainya yaitu Tya dan Ferdi. Bukan karena mengurus perceraian yang baru saja selesai, melainkan memang Kakaknya mengharuskan Haira tinggal dirumah untuk sementara waktu.

Dan kini Ia sudah diperbolehkan untuk mengurus toko oleh Kakaknya, dengan berbagai nasehat dan wanti-wanti. Bukan apa-apa Harsya menjadi lebih protektive sekarang, setelah Ia resmi menyandang status sebagai janda. Punya adik perawan saja sudah sulit apa lagi janda, sudah pasti Harsya harus ekstra menjaga adiknya itu. Beruntung mereka tergolong masih baru tinggal di Jakarta, sehingga tidak banyak yang tahu Haira kini seorang janda. Hal itu sedikit membuatnya tenang dan terhindar dari stigma masyarakat yang selalu berpikiran buruk pada seorang janda.

Yang pertama Ia lihat saat memasuki toko adalah pemandangan display buah yang lebih menarik dibandingkan beberapa hari yang lalu saat terakhir kali Ia datang. Dan keadaan toko yang bersih dan rapi membuatnya tersenyum puas. Dua rekannya bekerja dengan baik selama Ia tidak ke toko.

"Selamat pagi Mbak Haira," Sapa Tya yang baru saja selesai mengisi stock apel fuji sunmoon pada rak display.

"Pagi juga, Tya. Apa kabar hari ini?" Jawab Haira sambil berjalan makin masuk ke area dalam toko.

"Alhamdulillah baik, Mbak. Mbak mau lihat laporan penjualan bulan ini? Sudah kusiapkan di meja, ya." Tya mengikuti Haira melangkah menuju gudang, dimana meja kerjanya juga ada disana. Gudang yang dimaksud adalah tempat penyimpanan stock buah, loker karyawan, sekaligus tempat yang dijadikan selayaknya kantor oleh Haira.

Jika beberapa minggu yang lalu Haira mengerjakan semua pekerjaannya di meja kasir, kini sebuah meja dan kursi kerja sudah berdiri dengan rapi disalah satu sudut gudang. Harsya sengaja merenovasi gudang agar nyaman untuk bekerja, jadi tidak semua pekerjaan dilakukan di meja kasir. Haira sangat bersyukur kakaknya memperhatikan dirinya, walau kadang galak dan cuek.

Haira meletakkan tas slempang ke dalam loker, setelah mengambil ponsel dan beberapa perlengkapan yang Ia butuhkan untuk bekerja. Selanjutnya Ia duduk di kursi, tumpukan buku dan kertas-kertas terlihat diatas meja. Satu persatu Ia meraihnya, membuka lembar demi lembar demi membaca laporan keadaan tokonya selama Ia tidak datang beberapa hari yang lalu.

Hari ini tepat sebulan setelah diterimanya surat keputusan cerai yang menegaskan statusnya sebagai seorang janda. Haira berusaha kembali menata hidup, mengumpulkan kepingan-kepingan puzle untuk membangunnya kembali menjadi sebuah gambar yang utuh. Berusaha berdiri di kakinya sendiri yang sempat rapuh.

"Mas Harsya sering kesini, Tya?" Tanya Haira kepada Tya yang dari tadi menemaninya membaca laporan. Bukan apa-apa, karena selama Haira tidak datang ke toko, Tya lah yang bertanggung jawab atas berjalannya toko buah milik Haira ini. Jadi tya harus memastikan bahwa laporannya benar dan bosnya puas dengan pekerjaannya.

"Sering Mbak, walau tidak setiap hari. Mbak Linda juga, sering mampir setelah jemput anaknya. Tapi Mbak, yang paling rajin datang itu Pak dokter." Jawab Tya yang menimbulkan kerutan di dahi Haira. Mengerti bosnya ingin penjelasan, Tya segera melanjutkan, "Iya Pak dokter ganteng itu hampir tiap hari datang, Mbak. Biasanya saat makan siang, atau malam kalau sudah mau tutup itu. Bawa makanan pula."

Menggenggam CintamuWhere stories live. Discover now