A L I N A || 1 4

267 24 2
                                    


"Alhamdulillah ya Allah, perut Dave kenyang pol. Rasanya seperti mau meledak" ucap Dave terlalu kerasa sesaat setelah mereka semua menghabiskan makanan di atas meja tadi sehingga membuat beberapa orang yang sedang menikmati makanannya menoleh ke arah mereka.

"Gatau, bukan temen gue" sahut Arkan sambil bangkit sembari mengangkat kedua tangannya lalu berjalan untuk membayar makanan mereka tadi, berakhir meninggalkan mereka menuju parkiran.

"Alin nyusul Arkan deh" celetuk Alin yang mulai berjalan keluar di ikuti Sheira dan teman-teman Arkan lainnya tentunya. Kecuali Dave.

"WOIIII, TUNGGU ELAH" teriaknya karena mereka meninggalkan dirinya yang sedang sibuk memungut jam tangan nya yang terjatuh di bawah meja. "Maaf-maaf" lanjutnya sambil berlalu karena melihat tatapan orang-orang yang merasa terganggu karena teriakannya barusan.

"Sialan lo semua" umpat Dave saat sudah berada di hadapan teman-temannya yang sudah duduk anteng di atas motor masing-masing.

"Gue Arkan bukan Alan" sahut Arkan cuek lalu berlalu meninggalkan mereka semua.

"Gue Ari bukan Alan" ucap Ari meng-copy ucapan Arkan barusan lalu menjalankan motornya untuk ikut pulang.

"Gue Bima bukan Alan"

"Gue Sheira bukan Alan"

"Serah lo deh, serah. Ayo pulang" kesal Dave sambil menarik tangan Sheira perlahan untuk mengikutinya menaiki kuda besi miliknya. Lalu mulai mengantarkan Sheira pulang sambil menanyakan alamatnya dengan di temani Bima.

°°°

'Ting'

Suara notifikasi ponsel itu berbunyi. Menandakan ada sebuah pesan masuk. Seorang gadis yang sedang mengguling-gulingkan badannya dengan selimut di atas kasur karena tidak bisa tidur walaupun di luat sedang hujan deras, terpaksa menghentikan kegiatannya untuk melihat siapa yang sudah mengiriminya pesan malam-malam begini.

+62 831 **** ****
Oiii

Me:
Siapa? Kenapa? Mengapa? Bagaimana?

+62 831 **** ****
Lu ngapa g ngcat gue?

Sejenak, Alin mengerutkan dahi nya bingung. Siapa gerangan orang tak di kenal yang mengiriminya pesan ini.

Me:
You siapa?

+62 831 **** ****
Arkan

Me:
O

Arkann:
O doang?

Me:
Terus?

Arkann:
Tidur, besok gue jemput.

Me:
Kemana?

Arkann:
Sekolah lah.

Me:
Oo, siap kapten. Good night❤

Arkann:
Night too🐒

Alin mencebikkan bibir nya kesal. Bisa-bisanya emot lope nya di balas dengan emotikon monyet, padahal ia sudah mati-matian membuang gengsinya untuk mengirimi emotikon lope. Tapi apa balasannya, malah kembarannya yang di kirimkan.

Ia tidak membalas pesan itu lagi. Sekarang ia berbaring menatap langit-langit kamar nya yang berwarna biru lalu mulai menyelimuti dirinya dan mencari tempat nyaman saat di rasanya mata mulai mengantuk, dan perlahan dirinya terlelap dengan hujan di luar yang masih lumayan deras.

"Lama amat lu, cantik kaga" omel Arkan saat melihat Alin keluar dari rumah dengan tampang songongnya. Tidak tahukan dirinya bahwa Arkan menunggu lama Alin yang katanya sedang berdandan.

"Apa sih, cantik gini kok" bangganya sambil mengaca di sepion motor Arkan lalu menyengir, memastikan tidal ada sisa cabe yang menempel karena ia baru saja sarapan nasi goreng tiwol favoritnya.

"Kek topeng monyet gini di bilang cantik"

Dusta. Semua yang di katakan Arkan dusta. Sebab Alin sekarang tampak cantik dan imut saat rambutnya di kepang dua dengan pita di masing-masing kepangan tak lupa hoodie pink yang menambah kesan menggemaskannya. Arkan saja yang gengsi mengakui. Cuihh

"Berisik! Ayo cepet" sentaknya sambil menaiki motor Arkan dengan menarik kerah baju Arkan sebagai pegangannya untuk membantunya naik.

"Mati gue" protes Arkan sambil menarik dan merapikan kembali kerah bajunya saat merasa Alin sudah duduk tenang dengan tampang menyebalkannya.

"Aku ngambek lo. Inget" ucao Alin sambil mengiringi melajunya motor Arkan membelah jalanan kota yang lumayan padat pagi ini.

"Dih, ngambek bilang-bilang"

"Biar kamu tau"

"Gue sih gak mau tau"

"Ih, kamu kok nyebelin"

"Ngangenin sih kayanya"

"Gatau ah sebel" putusnya sambil cemberut ketika kalah debat cekcok adu mulut dengan Arkan.

"Yaudah-yaudah, lo mau nya apa?" tanya Arkan mengalah saat di rasa sempritan di belakang nya berhenti berbunyi.

"Beliin cilok"

"Jan ngadi-ngadi, jan ngadi-ngadi"

"Beneran ish"

"Dimana ada cilok?"

"Di taman"

"O, jadi ceritanya ngajak main ke taman"

"Enggak" bantahnya keras karena jiwa ke-pd an akut Arkan kembali kambuh.

"Terus"

"Beliin cilok ya, beliin, ya ya ya" desaknya sambil menusuk-nusuk punggung Arkan dengan jari telunjuknya yang membuat Arkan menggeliat-geliat geli.

"Iya-iya, udah Lin geli" sahutnya sambil menggoyang-goyangkan motor nya oleng.

'Oleng rek, tak oleng tak jago cong'

Ntah bagaimana dan kenapa, kata-kata dari anak-anak yang sering berkeliling di sekitaran komplek Arkan menggunakan sepeda dan sering menyebutkan kata-kata itu lalu mengoleng-olengkan sepedanya, terlintas di kepala Arkan.

"DIEM-DIEM ARKAN!" teriakan itu berhasil membuat Arkan yang tadinya oleng-olengan mulai memelankan laju motornya. Kalau tidak, bahaya sudah indra pendengarannya.

"Iya-iya maaf baginda ratu, wahahaha" guyon Arkan lalu tertawa keras yang membuat Alin semakin kesal.

'Cittt'

Tiba-tiba Arkan mengerem motornya padahal mereka baru sampai gerbang. Tapi mengapa Arkan memberhentikan motornya di gerbang, kenapa tidak langsung ke parkiran saja. Malah menutupi jalan masuk. Terserah lah apa yang akan di lakukan pacarnya itu. Ia sudah kesal.

°°°

Terimakasih yang sudah membaca💙

Jangan lupa Vote, Kritik, dan Sarannya ya!
Bubayyy

See You Next Chapter🍭💙

-Minggu, 22//11/2020

ALINAWhere stories live. Discover now