EMPAT PULUH DUA

29.4K 2.1K 110
                                    

Happy Reading❤
...................................

Sebenarnya, Dina mempunyai orang kepercayaannya untuk mengawasi keluarga Farhan. Ia senang selalu mendapat kabar tentang cucunya. Ia cukup menyesal karna telah memisahkan Farhan dan Anna. Ia berjanji tidak akan mengganggu keluarga anaknya lagi.

Melihat kelakuannya dimasa lalu membuat dirinya merasa gagal menjadi seorang ibu. Melihat kebahagiaan putranya yang sekarang membuat dirinya benar-benar menyesal. Ia salah mengambil langkah saat itu. Memang benar, penyesalan selalu datang di akhir. Andai saja ia sedikit bersabar, pasti cucu-cucunya menyayangi dirinya.

Melihat cucu-cucunya tak begitu dekat dengannya saja membuat hatinya sakit. Apalagi ucapan yang mereka lontarkan cukup ketus dan tajam. Kini, ia hanya bisa berusaha untuk mengambil hati cucu-cucunya. Ia tak mau triple E membenci dirinya. Anna sudah memaafkan dirinya, walaupun begitu, sikap Anna sedikit berubah. Dina memaklumi itu, ia bersyukur bisa mendapatkan maaf dari Anna. Perbuatannya itu memang tak pantas untuk dimaafkan. Tapi, dengan kebaikan hati Anna, menantunya itu mau memaafkannya.

Ia benar-benar malu dengan perbuatannya dulu. Ia berjanji pada dirinya akan memperbaiki perilakunya. Ia tak tau mengapa bisa berbuat jahat seperti itu.

Ikhsan sejak tadi manatap istrinya yang hanya diam saja dibalkon. Padahal hari sudah malam, udara semakin terasa dingin. Ikhsan pun menghampiri Dina, ia menepuk bahu Dina dengan pelan. Dina pun tersentak kaget. Ikhsan yakin Dina sedang melamun tadi.

"Mas."

"Masuk yuk, udah malam. Angin malam gak bagus buat kesehatan." Dina tersenyum.

"Sebentar lagi. Aku masih ingin disini." Ikhsan pun mendekatkan dirinya pada Dina. Ia merengkuh bahu istrinya dan mengusapnya dengan pelan. Dina pun menyandarkan kepalanya di bahu suaminya itu.

"Aku udah jadi Ibu yang jahat banget ya Mas." ucap Dina dengan lirih. Ikhsan membiarkan saja Dina berbicara. Karna ia yakin, Dina sedang ingin bercerita, dan ia tak mau menyela ucapan Dina sebelum selesai berbicara.

"Bahkan aku udah buat kehidupan anak kita menderita. Aku bukan Ibu yang baik hikss...hikss..."

"Aku bahkan gak tau kenapa bisa sejahat ini. Aku benar-benar menyesal Mas. Hikss... Hikss... Betapa bodohnya aku menyia-nyiakan orang sebaik Anna. Dan kini cucu-cucuku sendiri membenciku.... hikss... hikss... Beritau aku Mas, bagaimana membuat cucu-cucuku mau menerimaku dan sikap Anna kembali seperti dulu.... hikss... hikss" Ikhsan pun membawa Dina kedalam pelukannya. Ia mengusap punggung Dina yang bergetar karna menangis. Ia bersyukur Dina sudah sadar dari perbuatannya.

"Bukankah Anna sudah memaafkanmu? Kamu tau, semua itu butuh proses Dina. Bersabarlah, hati yang hancur tak mudah kembali seperti semula. Sama seperti kaca yang sudah pecah, kita tidak akan bisa mengembalikannya seperti semula. Jika kamu benar-benar ingin mereka menyayangimu, sayangi mereka dengan tulus. Kamu harus berusaha sebisa mungkin untuk meluluhkan hati Eza, Erik, dan Ella. Maaf aku tidak bisa membantu banyak sayang." Dina pun mengangguk dalam dekapan Ikhsan.

"Sekarang udah malam, lebih baik kita tidur." Dina pun mengangguk. Ikhsan mengusap air mata mengalir di pipi Dina. Ikhsan juga mencium kening Dina. Mereka pun masuk kedalam untuk segera istirahat.

🥑🥑🥑

"Ayah! Tolong ajarin Ella berhitung yang ini."

"Sini deket Ayah." Ella pun mendekati Ayahnya. Sedangkan Anna membantu Eza dan Erik untuk mengerjakan tugas sekolah mereka yang lainnya.

"Masak gitu aja kamu gak bisa, dari tadi gak siap-siap ngerjainnya. Matematika adalah ilmu yang menyenangkan." sahut Erik dengan meledek Ella. Memang, Erik lebih encer dalam hal matematika. Begitu juga dengan Eza. Ella bisa, namun ia harus dijelaskan dua sampai tiga kali baru ia paham.

Gypsophila (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang