SEPULUH

17.8K 2.9K 135
                                    

Chlora menelan ludahnya. Hari ini adalah hari di mana ia akan menjalani tes untuk masuk ke akademi. Tentu saja bukan tes itu yang Chlora takutkan, tapi ia malas betemu Shelia dan Cithrel. Chlora tidak terlalu peduli dengan Shelia, tapi Chlora merasa bahwa Cithrel menyukainya.

"Rasanya kepalaku akan pecah bila meladeni orang yang jatuh cinta," celetuk Zoey.

Chlora menoleh tidak percaya. "Hallo, seharusnya kau bisa menyihir Cithrel agar dia tidak jatuh cinta denganku, bukan?"

"Mana mungkin! Sihir tidak bisa membuat orang mencintai atau berhenti mencintai!" ucap Zoey.

Chlora memijat-mijat kepalanya, hal yang hampir setiap hari ia lakukan setelah bereinkarnasi di dunia ini. "Sial, siapa sangka alur ceritanya akan sehancur ini."

"Chlora, aku berharap kita bisa lolos ke akademi agar kita bisa terus bersama," senyum Cithrel.

Shelia menatap Cithrel dengan pandangan jijik. "Chlora terlalu bagus untukmu, Cithrel! Kau sama sekali tidak pantas berada di samping Chlora!"

"Aku akan membuat diriku pantas di samping Chlora, Shelia. Aku tidak akan kalah denganmu! Aku tidak ingin Chlora berteman dengan orang sepertimu!" balas Cithrel.

"Apa? Aku sangat pantas menjadi teman Chlora! Setidaknya aku tidak banyak berkhayal sepertimu! Sejak dulu aku memang sudah menjadi teman Chlora!" pekik Shelia.

Zoey menepuk-nepuk bahu Chlora, menenangkan emosi gadis itu yang sudah mencapai batas. Chlora mendengus dan segera pergi dari sana. Kini mereka berlima sedang berada di akademi yang berada di ibukota. Sebentar lagi mereka akan melakukan tes tersebut.

Chlora melihat beberapa bangsawan lain yang juga berada di sana. Akademi di sini menggunakan sistem asrama karena akan sulit apabila bangsawan pulang-pergi dari ibukota ke rumah mereka. Chlora menatap map kekaisaran yang ada di dinding. Chlora menduga jika kekaisaran ini berukuran seperti negara Rusia.

"Apa yang kau lihat, nona?"

Chlora menoleh dan melihat laki-laki yang memiliki mata hijau. "Aku hanya sedang melihat map kekaisaran. Apa yang kau lakukan di sini, tuan?"

Laki-laki itu tertawa. "Kau adalah calon murid yang akan menjalani tes, bukan? Biar aku beritahu, kau sudah pasti masuk ke dalam akademi ini. Beberapa takdir tak bisa diubah."

Laki-laki itu pergi setelah mengatakan itu dan Chlora menyipitkan matanya. Entah mengapa Chlora merasa jika laki-laki itu adalah penyihir. Dari lagaknya yang mirip sekali dengan Zoey saja ia sudah bisa menduga itu.

"Apa yang kau lakukan di sini? Tes akan segera dimulai!" Shelia menarik tangan Chlora tanpa memberikan Chlora waktu untuk melihat laki-laki itu lagi.

Chlora duduk di salah satu tempat duduk dan membuka soal yang ada di hadapannya. Ia mengerutkan keningnya karena soal itu sangatlah gampang. Chlora menyeringai, tanpa sadar ia melenceng dari rencananya sendiri.

'Sial, saat aku masih SD saja soalnya lebih mudah dari ini. Ah, tentu saja mereka tidak perlu menghitung bangun ruang atau bangun datar dan hal tidak penting lainnya,' pikir Chlora.

Sepuluh menit kemudian, Chlora sudah menyelesaikan soal-soal yang bejumlah tiga puluh itu. Semua bangsawan yang ada di ruangan itu terkejut ketika Chlora sudah berdiri dan mengumpulkan soal itu ke depan.

Bahkan guru yang bertugas mengawasi tes itu terkejut. Ia langsung mengecek jawaban Chlora dan terbelalak. Ia berdehem dan mengizinkan Chlora untuk keluar dari ruangan. Chlora dengan santai keluar dari ruangan dan menunggu di ruang tunggu.

"Sudah aku bilang, bukan? Kau tidak bisa melawan takdir."

Chlora terkejut dan ia kembali melihat laki-laki itu. Ia kemudian tersadar dengan perbuatannya. "Astaga, seharusnya aku menyalahkan lima soal agar tidak dicurigai."

Ia tertawa. "Kau memang pintar, sayang sekali kau ceroboh."

Chlora mendengus dan melihat laki-laki itu dengan tajam. "Kau adalah penyihir, bukan?"

"Ah.. kau memang bisa menebak dengan benar padahal kita baru bertemu tadi. Apakah aku terlihat semencolok itu?" tanyanya.

"Tidak, aku mempunyai teman penyihir. Sikap kalian terlihat sangat mirip. Namaku Chlora Beasley, siapa namamu, tuan?" tanya Chlora.

Laki-laki itu tersenyum. "Harvey Costigan. Kau bisa memanggilku Harvey saja."

"Baiklah Harvey, jika begitu kau bisa memanggilku Chlora juga," balasnya.

Harvey duduk di sofa. "Aku tidak menyangka alur novel 'Bunga dan Cinta' akan berubah menjadi seperti itu. Tapi aku yakin Zoey akan mengubahnya karena ia ditakdirkan untuk meninggal di novel itu."

"Kau tahu Zoey? Bagaimana bisa?" tanya Chlora penasaran.

"Tentu saja aku tahu. Hanya ada lima keluarga penyihir yang menjadi bangsawan. Salah satunya adalah keluargaku, keluarga Costigan dan keluarga Woods," jawab Harvey.

"Wah, menarik. Zoey mengatakan ia ingin masuk akademi agar bisa berkenalan dengan penyihir lain. Mungkin aku bisa mengenalkanmu padamu," ucap Chlora.

Harvey mengangguk. "Boleh saja. Ah, sebaiknya aku pergi dahulu. Teman-temanmu sudah mulai berjalan ke sini. Sampai jumpa, Chlora."

Harvey langsung menghilang dari pandangannya dan membuat Chlora terkejut. Ia tidak tahu penyihir bisa melakukan hal seperti itu.

"Chlora! Aku tahu kau sangat pintar! Para bangsawan yang lain sangat terkejut ketika kau menyelesaikan tes itu dengan sangat cepat! Apalagi ekspresi guru itu sangat terkejut. Bangsawan yang lain yakin bahwa kau mengerjakan semua soal itu dengan benar," ucap Shelia.

Cithrel mengangguk. "Aku bangga sekali denganmu, Chlora! Aku jadi semakin semangat belajar agar aku bisa sepintar dirimu!"

"Kau tidak akan bisa sepintar Chlora, Cithrel. Chlora bisa menguasai bahasa asing dengan cepat saat usianya masih lima tahun!" pekik Shelia.

Chlora memutar matanya. Tentu saja ia bisa menguasai bahasa-bahasa itu dengan cepat. Bahasa asing yang ada di sini merupakan bahasa asing di kehidupannya yang dulu yang sudah berubah sedikit. Chlora tahu di kehidupannya yang dulu ia menguasai sekitar lima bahasa.

"Tenanglah, biarkan Cithrel belajar dengan giat agar dia bisa pintar," celetuk Chlora malas.

Cithrel menatap Shelia dengan tatapan meremehkan. Shelia menatap Cithrel dengan pandangan penuh kecemburuan, dia tidak ingin Chlora lebih memihak Cithrel. Zoey menatap drama di depannya dengan pandangan datar seperti biasa.

"Ah, yang lulus tes langsung diumumkan hari ini, bukan?" tanya Chlora.

Michael mengangguk. "Guru di akademi tidak suka membuang-buang waktu."

"Baguslah, tahun ajaran baru akan dimulai sebulan lagi, bukan?" ucap Zoey.

"Ya, aku sudah tidak sabar! Semoga aku mendapatkan kamar yang sama dengan Chlora!"

Cithrel tertawa. "Berharap saja, aku berdoa semoga Chlora mendapatkan kamar yang sama dengan Zoey. Kau cari teman yang baru saja sana."

Beberapa jam kemudian, mereka dikumpulkan di aula akademi. Chlora menguap bosan dan tanpa sengaja melihat Harvey yang sedang melihat mereka dari lantai dua. Chlora menyipitkan matanya, menatap Harvey dengan curiga.

"Baiklah, kami sudah mengecek semua hasil tes dan tahun ini ada seorang calon siswa yang sangat mengejutkan, karena ia mampu menjawab semua soal dengan benar dan cepat."

Semua bangsawan langsung melihat Chlora dan gadis itu memaki dirinya sendiri dalam hati.

"Dia adalah Chlora Beasley, dan dia sudah dipastikan menjadi siswa yang akan mendapat hak istimewa selama berada di akademi ini karena kecerdasannya."

"Fuck, everything was messed up," maki Chlora.

Harvey tertawa melihat itu. "Apa yang aku katakan benar, bukan?"

Harvey terkejut ketika melihat Virion yang tiba-tiba berada di sampingnya. Virion tersenyum kecil ketika mendengar nama Chlora mendapat nilai terbaik dalam tes sepanjang sejarah.

"Jadi, gadis itu yangselalu kau ceritakan setiap malam, Virion?"

Orenda [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora