LIMA BELAS

15.2K 2K 42
                                    

"Chlora, apakah kamu tahu mengapa kita ada di sini?" tanya Zoey.

Chlora mendengus kesal. "Tentu saja karena para tokoh utama menarik kita ke sini, bodoh!"

Kini Chlora, Zoey, Shelia, Cithrel, dan Michael sedang duduk di kursi yang berada di halaman sekolah. Biasanya para siswa menggunakan kursi itu untuk belajar, berdiskusi, dan hal yang lainnya karena di kursi itu juga tersedia meja.

"Apakah kalian sudah mendapatkan informasi tentang sejarah akademi? Jika belum kalian boleh menyalin punyaku! Aku menanyakan ini dari seorang guru!" pekik Shelia semangat.

"Salin punyaku saja! Punyaku lebih terpercaya karena aku bertanya pada guru dan kakak kelas. Aku juga sudah memastikan kebenaran informasi tersebut!" balas Cithrel.

"Ah, tenang saja. Aku dan Zoey sudah menyelesaikan tugas kami," ucap Chlora.

Michael tertawa. "Aku tahu jika Chlora itu adalah siswa yang pintar, cantik, dan baik hati. Tapi kalian tidak perlu seperti itu hanya untuk mendapatkan perhatiannya!"

Shelia dan Cithrel menatap satu sama lain dengan tatapan membenci. Zoey yang melihat itu mendesah. "Jika kalian berdua terus bertengkar seperti itu, bisa saja kalian berjodoh."

Shelia mendelik. "Aku tidak mau menikah dengan orang aneh sepertinya! Lebih baik aku melajang seumur hidup dari pada harus menikah dengannya!"

"Siapa juga yang mau menikah denganmu? Satu-satunya perempuan yang tidak ingin aku nikahi adalah dirimu! Jangan menganggap bahwa aku mau menikahimu!" ujar Cithrel.

"Jika kalian terus seperti itu maka apa yang diucapkan Zoey akan menjadi kenyataan," celetuk Michael sambil menulis tugasnya.

Shelia dan Cithrel langsung terdiam walaupun mereka bertiga masih melihat tatapan kebencian di mata Shelia dan Cithrel. Chlora menatap mereka dengan tatapan aneh.

"Apakah kalian sudah berkenalan dengan teman sekelas? Aku rasa kalian berdua terlalu menutup diri. Aku tahu kalian berdua memang sahabat sejati tapi cobalah untuk berinteraksi," ucap Michael.

Zoey menggeleng. "Aku tidak suka berinteraksi dengan orang lain, begitu pun Chlora. Lagi pula apa gunanya berinteraksi dengan mereka? Semua bangsawan itu bermuka dua. Mungkin kini mereka akan baik dan memanfaatkanmu habis-habisan tapi setelah kau jatuh bahkan mereka tak akan mau menatap wajahmu."

"Mau bagaimana lagi? Beginilah kehidupan bangsawan. Sejak lahir kita sudah ditakdirkan untuk menjadi orang yang berdosa. Kita tak mempunyai pilihan lain," desah Cithrel.

Chlora terkekeh. "Tapi dengan hidup begini aku merasa lebih baik. Setidaknya aku tidak pernah kekurangan uang dan bisa membantu orang yang membutuhkan."

"Ya, sayang sekali tidak semua bangsawan memiliki pikiran yang sama denganmu, Chlora. Bahkan kebanyakan tujuan bangsawan bersekolah di akademi ini hanyalah untuk mengakrabkan diri dalam kehidupan bangsawan," jawab Shelia.

"Chlora! Zoey! Ternyata kalian ada di sini!"

Chlora terkejut dan melihat Olivia yang berjalan ke arahnya. Jantung Chlora langsung berdegup dengan kencang. Olivia berjalan dengan anggun bersama teman-teman bangsawannya.

"Bahkan saat siang hari pun kalian masih terlihat sangat cantik. Tapi mengapa kalian bermain dengan perempuan ini? Dia tidak setara dengan kalian," sindir Olivia saat menatap Shelia.

Chlora akui jika wajahnya lebih cantik dari pada Shelia, begitu juga dengan Zoey. Sang tokoh utama memang tidak secantik tokoh antagonis. Zoey menatap Chlora dengan tatapan datar yang mengisyaratkan untuk segera mengusir Chlora.

"Ah, kak! Apa yang kakak lakukan di sini? Apakah kakak ingin belajar bersama kami?' ucap Chlora sambil tersenyum. Ia berusaha untuk tak membuat Olivia marah.

Olivia menatap Shelia dengan jijik. "Jika hanya ada kau dan Zoey, aku mau belajar dengan kalian. Tapi aku tidak ingin ada orang yang mengotori kecantikan kita."

Shelia menundukkan wajahnya ketika mendengar itu. Sebenarnya Chlora tidak peduli apakah gadis itu akan sedih atau tidak, tapi sayangnya Shelia adalah tokoh utama. Semua alur cerita novel bergantung pada tokoh utama.

"Bagaimana jika kita belajar di tempat lain, kak? Atau kita berkeliling akademi saja? Aku sudah berkeliling akademi tapi aku masih belum dapat menghafal semuanya," rayu Chlora.

Olivia terdiam sejenak kemudian mengangguk. "Ayo kita berkeliling akademi. Aku juga akan mengenalkanmu dan Zoey pada gadis-gadis cantik lainnya!"

Chlora mengedipkan sebelah matanya ke Zoey dan Zoey mengangguk. "Aku pergi dulu. Saat ini posisi kita masih sulit untuk melawan senior sepertinya."

"Baiklah. Terima kasih sudah membantu untuk mengusir gadis itu," jawab Michael.

*

Chlora merebahkan badannya di ranjang. Siapa menyangka jika pertemuannya dengan Olivia sangat menghabiskan tenaga. Ia merasa sangat lelah karena Olivia terus mengenalkannya dengan orang-orang yang sama sekali tidak ia kenal.

"Astaga, untuk mengusir orang sepertinya juga membutuhkan banyak tenaga," keluh Chlora.

Zoey mendengus. "Jika saja Shelia bukan tokoh utama aku sudah membiarkan perlakuan Olivia terhadap Shelia. Gadis itu memang tak bisa melakukan apa-apa selain terdiam dan menangis. Bahkan kini kita sebagai tokoh antagonis juga harus membantunya. Sebenarnya apa sih yang bisa dia lakukan?"

Chlora menggeleng. "Mengenalnya selama sepuluh tahun tidak mengurangi kekesalanku padanya. Jika hal seperti ini terus terjadi maka aku akan berhenti berteman dengannya."

"Aku setuju. Sayang sekali kita sudah terlambat untuk tidak berteman dengannya. Jika saja aku sudah mempunyai kesadaran sejak aku lahir sudah dari lama aku akan menghindari perempuan itu. Mengesalkan sekali," ucap Zoey.

Mereka berdua berbaring di ranjang Chlora dan mendengus. Kembali memikirkan masa depan yang tak pasti karena kesalahan takdir yang membuat Chlora mengingat masa lalunya.

"Zoey, kapan kau mengetahui jika kita merupakan tokoh antagonis?" tanya Chlora.

"Saat kau pertama kali mengingat masa lalumu. Aku sudah tahu ada buku-buku seperti itu tapi aku tidak menyangka aku akan menjadi salah satu tokoh di dalamnya. Akhirnya aku berusaha keras untuk mendapatkan buku itu dan membaca semuanya," jawab Zoey.

Chlora terkekeh. "Bahkan kini Virion sudah menjadi orang yang baik. Ramalan itu benar-benar salah besar. Kini aku yakin tidak ada orang yang akan mati."

Chlora menatap bulan purnama yang sinarnya masuk lewat jendela kamar. Tiba-tiba Zoey mendelik dan tubuhnya bergerak dengan gelisah. "Chlora! Sepertinya Virion kembali ke wujud iblisnya dan membuat aliran mana di akademi berubah!"

"Bukankah Harvey bisa mengatasi itu? Aku pikir selama ini Harvey yang akan mengatasi masalah itu, bukan?" tanya Chlora.

Zoey menggeleng. "Karena kedatanganmu jiwa iblisnya tidak bisa dikendalikan! Bahkan penyihir hebat seperti Harvey tidak akan bisa menanganinya sendiri!"

Chlora mendelik. "Lalu apa yang harus kita lakukan? Tidak mungkin kita bisa pergi ke asrama laki-laki dengan pengamanan seketat itu!"

"Sepertinya kita harus mengelabui penjaga masuk. Kita sama sekali tidak berpengalaman untuk menyelinap seperti Virion atau berteleportasi seperti Harvey," jawab Zoey.

"Tidak bisakah kita biarkan dia? Virion akan kembali ke wujud aslinya besok pagi, bukan? Kita hanya perlu menunggu selama delapan jam!"

"Tidak bisa, Chlora! Aliran mana sekacau ini bisa membuat akademi hancur! Kau hanya perlu mengelabui penjaga dan menenangkan jiwa iblis Virion!"

Chlora mendesah. "Okey, lalu bagaimana cara kita mengelabui penjaga? Apakah kita harus menyamar menjadi laki-laki,"

"Tepat sekali, aku akan mencuri identitas Michael dan Cithrel. Aku akan menggunakan sihirku agar kita berdua bisa terlihat mirip dengannya, bagaimana?" tanya Zoey.

Chlora mengangguk. "Lakukan apa pun untuk menyelamatkan akademi ini agar tidak hancur."

Zoey menyeringai. "Ayo kita mulai misi kita!"

Orenda [END]Where stories live. Discover now