ENAM BELAS

13.7K 2.1K 21
                                    

Chlora menatap wajahnya di cermin. Ia sudah berubah menjadi Cithrel sedang sihir ilusi yang digunakan Zoey. Sedangkan Zoey mengggunakan wajah Michael untuk penyamarannya.

"Jantungku tidak bisa berhenti berdebar, apakah kau yakin dengan rencana ini?" tanya Chlora.

Zoey memutar matanya. "Jangan mengatakan seolah kita mempunyai pilihan, Chlora. Kita harus bisa menyelamatkan akademi ini, jika akademi ini hancur maka sudah pasti Virion akan dihukum karena dia yang menyebabkan hal itu."

"Okey, tapi alasan apa yang kita pakai untuk masuk ke dalamnya?" ucap Chlora.

Zoey menyeringai dan mengeluarkan lembaran kertas yang berisi tugas sejarah akademi. "Katakan saja jika kita mengerjakan ini. Aku yakin mereka akan mengizinkannya."

Chlora terdiam sejenak. "Tunggu, apakah sebaiknya kau gunakan sihir ilusi ini setelah kita berada di luar asrama perempuan? Tidak mungkin kita keluar dengan penampilan laki-laki."

"Tentu saja! Tenanglah, misi kita bertambah satu lagi. Yang pertama adalah bertahan hidup, yang kedua adalah menjaga dunia ini dari kehancuran," jawab Zoey.

Mereka kemudian kembali ke wujud asli mereka. Chlora membuka pintu kamarnya dan berjalan dengan tenang. Zoey mengikuti Chlora dari belakang. Chlora menuruni tangga sambil menenangkan jantungnya yang terus berdebar.

"Apa yang kalian lakukan malam-malam seperti ini?"

Chlora menoleh dan melihat pengawas asrama. "Um.. kami ingin-"

"Ah, Chlora Beasley ya? Baiklah aku izinkan kamu untuk keluar."

Chlora menghembuskan napasnya dengan lega. "Kami akan kembali dengan cepat."

"Astaga, pasti enak sekali rasanya menjadi siswa yang jenius. Bahkan kau diizinkan keluar pada malam hari. Aku jadi iri," ucap Zoey.

"Aku juga baru tahu ada hal seperti itu. Jantungku terasa berhenti sejenak saat dia memanggilku. Syukurlah dia mengizinkan kita keluar dari asrama," balas Chlora.

Mereka berhenti di dekat asrama laki-laki. Zoey menggunakan sihirnya dan mengubah penampilan mereka berdua. Zoey lalu memberikan kertas-kertas tugas itu dan membuat seolah mereka baru mengerjakan tugas. Chlora masuk ke dalam asrama laki-laki dengan jantung yang semakin berdebar.

"Kalian habis mengerjakan tugas ya? Lain kali jangan sampai malam-malam ya!"

Chlora mengangguk. "Baik."

Zoey lalu mengikuti aliran mana yang semakin kacau itu. Mereka akhirnya sampai di lantai tiga asrama laki-laki. Zoey berjalan hingga ke kamar yang berada paling ujung dan berhenti.

"Sepertinya Harvey kesulitan mengendalikan Virion, ayo kita masuk, Chlora."

Chlora membuka pintu kamar mereka berdua dan terkejut ketika melihat Harvey yang menggunakan sihirnya untuk mengurung Virion dalam wujud iblisnya. Zoey segera menutup pintu dan menghilangkan sihir ilusi mereka berdua.

"Astaga, aku tak pernah menyangka dia akan separah ini," tawa Harvey.

Zoey mendengus. "Kau bisa meminta bantuanku. Aku tahu penyihir laki-laki yang dulu sudah lulus dari akademi. Kini hanya kau satu-satunya penyihir laki-laki di akademi."

Chlora segera berlari dan memegang tangan Virion. "Apa yang harus kita lakukan?"

"Aku tidak tahu. Dia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Aku yakin Zoe merasakan aliran mana yang hancur ini. Tapi aku yakin kau sebagai pasangannya bisa menenangkannya," ucap Harvey.

Pipi Chlora memerah. "Aku belum menjadi pasangannya! Lagi pula aku benar-benar tidak tahu bagaimana caranya karena aku bukan penyihir seperti kalian!"

Chlora menatap Virion yang berada dalam wujud iblisnya. Ia bisa melihat dua tanduk berwarna hitam yang ada di kepala Virion. Chlora terkejut ketika tiba-tiba Virion membuka matanya yang kini berwarna merah.

"Virion, kendalikan dirimu. Ini demi kebaikan kita semua," ujar Chlora lembut.

"Tidak pernah ada orang yang mau berteman denganku karena aku adalah anak haram! Ibuku juga adalah seorang iblis yang membuatku seperti ini!" pekik Virion.

Chlora langsung mengerti apa yang terjadi. Virion memiliki wujud iblis yang tidak bisa dikendalikan karena itu adalah sisi lain dirinya yang merasa sedih dan marah karena tidak memiliki hidup yang bahagia.

"Harvey, lepaskan sihir yang menyegel Virion," putus Chlora.

Harvey mendelik. "Hei, kau bisa dibunuh olehnya jika aku melepaskan sihir itu."

"Tidak, aku percaya dengan Virion. Dia tidak akan melakukan hal itu," sahut Chlora.

Harvey segera menggerakkan tongkat sihirnya dan melepaskan sihir itu. Zoey memasang ancang-ancang untuk melindungi temannya. Chlora memegang wajah Virion dan tersenyum.

"Kita memang tak bisa memilih di mana kita dilahirkan, siapa orang tua kita, atau bagaimana kehidupan setelah kita lahir. Tapi kita bisa berubah untuk memiliki hidup yang lebih baik dengan cara kita sendiri. Aku tahu bahwa ini akan berat, kau telah memiliki luka yang dalam di hatimu. Tapi ingatlah untuk selalu bahagia, aku yakin suatu saat nanti kau bisa terlepas dari semua itu," ucap Chlora sambil memeluk Virion.

Virion menangis dan meletakkan kepalanya di pundak Chlora. Harvey menghembuskan napasnya ketika melihat itu begitu pun dengan Zoey. Chlora tersenyum dan mengusap kepala Virion dengan lembut.

Beberapa saat kemudian, Virion langsung tak sadarkan diri. "Eh, apa yang terjadi? Apakah ini pertanda baik atau buruk?" tanya Chlora.

Harvey tertawa. "Dia sedang tertidur. Itu artinya emosinya sudah stabil walau pun dia masih berada dalam wujud iblisnya. Tenang saja, aliran mana sudah normal kembali."

Harvey menggunakan sihirnya untuk meletakkan tubuh Virion di ranjang. Chlora menatap Virion dengan sedih. "Kenapa dia harus mendapatkan takdir yang kejam seperti itu. Aku bahkan masih tidak mengerti mengapa ayahnya menganiaya anaknya sendiri."

"Virion lahir saat ayahnya masih melajang. Pada awalnya ayah Virion mau-mau saja menerima Virion. Tapi itu berubah ketika ia menikah. Dia baru mengetahui bahwa dia tidak bisa memiliki anak lagi karena ibu Virion. Setelah mengetahui hal itu, istrinya menceraikannya dan membuat ayahnya depresi," jawab Zoey.

"Tetap saja itu tidak masuk akal! Andai saja di sini ada polisi sudah aku telfon dan laporkan ayahnya itu! Aku yakin ayahnya akan masuk penjara!" pekik Chlora kesal.

"Wah, aku pernah melintasi dimensi dan pergi ke duniamu itu. Sepertinya duniamu itu lumayan menarik. Ada banyak teknologi yang belum ada di sini," celetuk Harvey.

"Tentu saja. Jika dibandingkan dengan dunia ini bisa dibilang dunia ini masih kuno. Tidak ada listrik, tidak ada bahan bakar minyak, pokoknya di sini masih sangat terbelakang. Aku jadi rindu bermain dengan ponselku dan memposting foto di media sosial," curhat Chlora.

Zoey memukul kepala Chlora. "Ini bukan waktu yang tepat untuk curhat. Kita harus segera kembali ke asrama sebelum pengawas mencurigai kita!"

"Aku akan membantu kalian berteleportasi ke dekat asrama kalian. Tadi aku tidak bisa membantu kalian karena menggunakan sihir segel," ucap Harvey.

"Oh, baiklah. Terima kasih," balas Chlora.

Harvey mengarahkan tongkat sihirnya dan membuat mereka langsung berada di dekat asrama perempuan. Zoey tersenyum kecil. "Misi kita hari ini sudah selesai."

Chlora berjalan masuk dan tersenyum kepada pengawas. "Kami sudah mengambil tugas kami yang tertinggal di perpustakaan."

"Baiklah, setelah ini cepatlah tidur."

Chlora langsung berjalan ke kamarnya dan tertawa. Ia merebahkan badannya di ranjang bersama Zoey. "Jika dilihat-lihat kembali, aku suka melihat wujud iblis Virion. Ia terlihat lebih tampan dan gagah, tapi tetap saja aku tidak ingin melihatnya bersedih."

Chlora menunggu balasan namun Zoey hanya terdiam. Ia menoleh dan melihat Zoey yang sedang melamun. "Kau pasti memikirkan Harvey, ya?"

Zoey langsung salahtingkah. "Mana mungkin!"

Orenda [END]Where stories live. Discover now