DUA PULUH

12.2K 1.7K 33
                                    

Harvey menyipitkan matanya. "Aku yakin itu ada hubungannya dengan kau yang mendapatkan bunga magnolia emas. Hanya kau yang bisa menjinakkan sisi iblisnya."

"Baiklah, abaikan itu terlebih dahulu. Apa yang akan kita lakukan pada Zephyr?" tanya Zoey.

"Sial, aku ingin sekali membunuhnya. Virion bahkan sama sekali tidak pernah menatapnya kenapa ia melakukan hal kejam seperti ini?" keluh Chlora frustasi.

Harvey meletakkan tubuh Virion di ranjang. Zoey menatap wajah Chlora dan mendesah. "Zephyr menyukaimu, Chlora. Dia tidak suka melihatmu bersama Virion."

"Itu sama sekali tidak masuk akal! Sejak kapan dia mengetahui sisi iblis Virion?"

"Aku lengah dan tidak menyadari bahwa dia telah mengintai kita. Dia baru mengetahui hal itu hari ini. Aku berusaha menghilangkan ingatannya tapi seperti ada sesuatu yang menghalangiku."

Chlora menghela napasnya mendengar kata-kata Zoey. "Jangan sampai dia membocorkan hal itu kepada siswa lain! Astaga, aku harus menenangkan diriku terlebih dahulu."

"Tokoh antagonis yang sebenarnya sudah muncul," celetuk Harvey.

Chlora terpaku mendengar kata-kata Harvey. "Aku tidak pernah memikirkan variabel lain di mana akan ada tokoh antagonis baru yang muncul."

"Jadi jika di cerita Shelia dan Cithrel, Virion adalah antagonisnya. Maka di kehidupan Chlora dan Virion, Zephyr adalah antagonisnya? Bagaimana bisa?" tanya Zoey bingung.

Harvey tertawa. "Semua variabel bisa saja muncul. Aku akan menanamkan sihir pada Zephyr yang membuatnya tidak bisa mengatakan jika Virion memiliki sisi iblis."

"Terima kasih, Harvey. Izinkan aku untuk memukul wajah orang ini," ucap Chlora.

Chlora mendekati Zephyr yang sedang tak sadarkan diri dan memukul wajahnya dengan sangat kencang. Zoey dan Harvey terkejut melihat itu. Chlora tersenyum puas ketika melihat darah mengalir dari hidung Zephyr.

Zoey menepuk bahu Chlora. "Dia lawan yang kuat, Chlora. Jika kita lengah sedikit saja maka mungkin dia bisa mengalahkan kita. Kau tak mau menikah dengan orang seperti itu, bukan?"

"Tentu saja! Tapi mengapa dia bisa menyukaiku? Aku tahu jika di kehidupan yang kali ini aku memiliki wajah yang indah tapi mengapa harus dia?" pekik Chlora tidak percaya.

"Memang tokoh antagonis itu memiliki wajah yang sama cantik dengan tokoh utama. Aku rasa Zephyr memiliki sifat yang sama seperti Virion yang ada di buku," sahut Harvey.

Zoey mengangguk setuju. "Aku tidak dapat mengetahui kapan ia mulai menyukaimu. Tapi dia benar-benar menginginkanmu. Sepertinya kau harus bicara baik-baik dengannya agar rasa sukanya itu tidak berubah menjadi obsesi."

Chlora menatap Zoey tidak percaya. "Dia saja sudah melakukan hal sejauh ini, bagaimana bisa aku bisa berbicara dengannya dan membuatnya mengerti?"

Harvey memindahkan tubuh Zephyr ke kamarnya. "Kita tak punya pilihan lain. Pikirannya sudah sangat mengerikan. Jika dibiarkan seperti itu maka dia bisa lebih menyeramkan."

"Benar. Dia sudah membuat beberapa rencana untuk membunuh Virion. Itu mengerikan sekali. Kau tidak ingin kekasihmu dibunuh olehnya, bukan?" ucap Zoey meyakinkan Chlora.

"Okey, aku akan berbicara dengannya. Tapi kalian harus menjagaku dari jauh. Aku tidak bisa lagi percaya dengannya setelah melakukan hal itu," dengus Chlora.

*

"Chlora, entah mengapa aku merasa Zephyr tidak berhenti melihatmu," bisik Shelia.

"Aku tahu. Abaikan saja dia. Kita harus fokus pada pelajaran," jawab Chlora.

Shelia mengernyit. "Sejak kapan kau jadi rajin belajar?"

Chlora hanya terdiam. Tidak pernah terpikirkan sebelumnya jika akan ada orang yang menyukainya hingga melebihi batas wajar. Chlora bahkan masih ingat teriakan kesakitan Virion karena Zephyr memberikannya air suci.

Chlora mencatat tentang sejarah kekaisaran. Selain hal seperti itu, dia tidak pernah belajar dengan keras. Dia telah menempuh pendidikan hingga strata dua sebelumnya. Jika dihitung sudah berapa lama Chlora bersekolah di kehidupan lamanya, maka jawabannya adalah dua puluh tahun. Lebih dari setengah hidupnya ia habiskan untuk menempuh pendidikan.

"Chlora, sudah istirahat. Cepatlah bicara dengan Zephyr!" paksa Zoey.

Chlora memutar matanya. Dengan berat hati ia berjalan ke bangku Zephyr. Zephyr terpaku melihat Chlora yang berdiri di depannya sedangkan gadis itu hanya mendengus kesal.

"Zephyr, ada yang ingin aku bicarakan padamu. Bagaimana jika berbicara sambil makan siang?"

Zephyr mengangguk. "Baiklah, di mana kau ingin makan?"

"Di kantin," jawab Chlora. Ia merasa akan lebih aman jika berada di kerumunan jika berbicara dengan Zephyr. Setidaknya bukan hanya Harvey dan Zoey yang dapat menolongnya.

Chlora duduk di kursi yang bersebrangan dengan Zephyr. "Zephyr, aku ingin berbicara baik-baik denganmu. Aku harap kau bisa mengerti."

"Bagaimana jika kita makan terlebih dahulu?" ucap Zephyr sambil tersenyum.

Mau tak mau, Chlora memakan makanannya. Sungguh, Chlora merasa sangat tidak nyaman. Zephyr menatapnya seolah ia ingin melahap Chlora. Walau pun Virion juga selalu memperhatikan Chlora, tapi yang ia rasakan sangatlah berbeda. Chlora melirik Zoey dan Harvey yang duduk sambil memperhatikannya.

Setelah selesai makan, Chlora berdehem pelan. "Zephyr, aku tidak mengerti mengapa kau melakukan hal itu. Tapi aku akan memaafkanmu jika kau mengatakan alasannya."

Zephyr menatap Chlora dengan tatapan datar. "Aku yakin kau sudah mengetahui alasannya lewat teman penyihirmu itu. Aku mencintaimu, Chlora."

"Tapi kenapa kau menyakiti Virion? Aku bisa saja memilihmu jika kau mau bersaing dengan sehat, Zephyr. Tapi kau malah melakukan hal seperti itu," ucap Chlora.

"Kau kira aku tidak tahu bunga magnolia emas yang kau simpan di kamarmu itu? Sudah jelas sekali jika kau adalah pasangan Virion. Aku tidak punya pilihan lain, jadi aku berusaha membunuh Virion. Aku juga terkejut jika dia adalah seorang-" kata-kata Zephyr terhenti.

Zephyr terkekeh. "Pasti kekasih temanmu itu sudah menanamkan sihir padaku. Ah, aku sangat terkejut, jadi aku menyiram air suci itu padanya. Padahal alasan aku membawa air suci itu kemana-mana karena untuk menyembuhkan luka, siapa sangka itu berguna juga."

Chlora menahan rasa kesal di dadanya. "Virion tidak pernah melakukan apa pun yang menyakitimu, Zephyr. Dia juga tidak ingin memiliki wujud yang seperti itu. Aku tidak menyangka kau akan berbuat serendah itu."

"Apa maksudmu? Sudah jelas dia menyakitiku! Berani-beraninya dia menunjukkan kemesraan kalian di hadapanku. Makhluk seperti dia memang pantas dibunuh, jika tidak maka dia hanya akan membawa kekacauan!" ucap Zephyr.

"Zephyr!" pekik Chlora. "Virion tidak bisa memilih siapa orang tuanya! Bagaimana jika keadaan terbalik? Kau juga mendapatkan darah seperti itu di dalam tubuhmu, apa yang akan kau lakukan? Apa yang akan kau perbuat bila orang mengatakan hal yang seperti kau katakan?"

"Tentu saja aku akan membunuh mereka. Itu sangat mudah, Chlora. Virion memiliki wujud seperti itu tapi dia tak dapat memanfaatkannya dengan baik," senyum Zephyr.

Chlora langsung berdiri dari tempat duduknya. "Sia-sia sekali aku berusaha berbicara denganmu. Padahal sebelumnya aku ingin memaafkanmu, Zephyr. Tapi sifatmu bahkan tidak terlihat manusia. Kau lebih cocok memiliki darah iblis dibanding kekasihku."

Zephyr tertawa kencang. "Kau tidak bisa menghentikanku, Chlora. Tenang saja, aku tidak akan membunuhmu. Kau tinggal diam dan menunggu agar kekasihmu mati, lalu kau akan berada dalam dekapanku!"

Chlora langsung pergi dari sana, tak sanggup lagi mendengar kata-kata Zephyr. Ia berlari ke belakang kantin yang sepi dan menangis. Zoey yang segera menyusul Chlora memeluknya. Chlora merasa sangat sakit saat Zephyr merendahkan Virion seperti itu.

"Dia bukan manusia, Zoey. Dia lebih cocok menjadi iblis," isak Chlora.

Zoey menepuk-nepukpunggung Chlora. "Tenanglah, Chlora. Aku dan Harvey tidak akan membiarkannyamembunuh Virion. Karena kita berdua yang akan menjadi malaikat maut Zephyr."

Orenda [END]Where stories live. Discover now