XVIII

4 1 0
                                    

Pak,
Hari ini tanggal 2 dan hari Rabu.
Ibuk pergi tepat di tanggal dan hari yang sama.
Sudah hampir 2 tahun, Pak.
Mungkin terdengar sudah lama.
But, still, it hurts.

Kala itu, di waktu yang sama, aku pulang dari rumah sakit menuju ke rumah.
Banyak pikiran.
Rindu rumah, rindu Bapak, rindu menjalani hari seperti biasanya.
Ada juga rasa marah dan tak terima.

Sampai rumah, aku makan.
Sudah berhari-hari, makan sudah tak berasa.
Pikiran entah di mana, tapi aku harus kuat dan makan.
Aku sendirian, Pak.

Aku tak lama, Pak, di rumah.
Hanya tiga sampai 4 jam.
Hingga ponselku berbunyi.
Dering ponsel yang ternyata sudah bunyi untuk kali kedua.
Suara dibaliknya tenang.
Konstan.

Aku sudah tak bisa berpikir.
Aku harus segera kembali ke rumah sakit.
Memejamkan mata sekejap pun rasanya belum sempat.

Semesta membantu.
Perjalanan ke rumah sakit di hampir tengah malam itu sungguh lancar.
Sampai di sana, aku hanya melihat tiga orang di depan kamar ibu.
Mereka melihatku.
Aku lemas, Pak.
Aku hanya bertanya: "sudah?"
Dan mereka semua mengangguk.

Innalillahi wa innailaihi roji'un.
Allahumma firlaha warhamha wa'afiha wa'fuanha.

Akhirnya, Bapak kembali bertemu ibu.
Aku bingung harus senang, ikhlas, atau sedih.
Aku bahagia Ibu tak berjauhan lagi dengan Bapak.
Aku bahagia ibu sudah tak merintih kesakitan lagi, Pak.
Sungguh.
Tapi, aku sendirian, Pak.
Aku masih butuh kalian, atau setidaknya salah satu dari kalian.

Aku tahu, segala skenario hidup bukan buatanku.
Tapi, kehilangan kalian sekejapan mata, tak ada di skenario buatanku, Pak.

Jaga ibu buat aku, ya, Pak.
Seperti bapak menjaga kami dulu.
I love you, Pak.
I really do.

Al-Fatihah

#suratuntukBapakWhere stories live. Discover now