3. I'll Be Fine

478 101 8
                                    

Saat ini yang dipikirkan oleh Aera adalah bagaimana dia bisa menjauh dari keluarga pengisap darah ini? Memang mereka semua tampan tetapi wajah pucat itu setidaknya mengingatkan Aera—tentang siapa mereka sebenarnya dan tujuan apa memerintahkan Aera tinggal di tempat ini.

Andai dia bernapas tenang sedikit saja dan kembali bebas seperti dulu. Aera terlalu muak memikirkan jalan hidupnya yang rumit dan dihantui hal-hal tidak masuk akal.

"Serius, tidak ada?" tanya Jimin lagi. "Tapi yang kulihat di mimpiku wanita itu mirip sekali denganmu."

"Sudah kubilang aku tidak ada saudara kembar." jawabnya dengan ketus.

Sementara Taehyung yang juga ada di sana berpura-pura tak mendengar. Padahal sejak tadi ia memasang kedua telinganya agar mendengar pembicaraan itu dengan baik. Gengsinya tinggi untuk menunjukkan perhatiannya. Taehyung terkenal akan sifat dingin yang sedikit mirip Yoongi. Tidak terlalu parah tapi itulah mengapa setiap wanita enggan berdekatan dengannya. Terlihat sulit dijangkau. Meski faktanya Taehyung itu tampan dan mempunyai pesona yang kuat.

Pun Jimin tampak terus berpikir, penasaran dan bertanya-tanya. Juga, Taehyung berubah semakin memperketat pengawasannya pada Aera secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan Aera, Taehyung selalu menyempatkan diri menengok Aera yang sudah tidur di kamarnya—setiap malam. Berlebihan dan naluri itu datang sendiri. Seolah Taehyung mau menjaga Aera dari keinginannya bukan paksaan.

"Lagi pula itu hanya mimpi." ujar Taehyung ikut menyahut. "Mungkin kau khawatir denganku. Sehingga memimpikan cerita yang kuceritakan padamu dulu."

"Benarkah? Mengapa aku merasa tidak, maksudku ini seperti ada kaitannya dengan kau dan Aera." Jimin duduk seraya memperhatikan Taehyung yang asik membaca.

Mereka tengah berada di perpustakaan rumah ini. Aera itu suka sekali membaca. Wajar jika pagi-pagi begini wanita itu memaksa Taehyung menemaninya kemari.

"Kalau pun ada—apa? Aku juga tidak peduli. Hubunganku dan Aera hanya hubungan yang saling membantu." segala sikap angkuh Taehyung mulai muncul. Serta, Aera mendengar itu semua—di sudut hati kecilnya seperti ada bunyi cermin yang pecah. Entah mengapa dia kecewa mendengar itu.

Perasaan aneh. Tidak bisa dijelaskan. Pun ia yang ingin menjauh, mengapa bisa merasakannya? Bukankah Taehyung benar? Keduanya saling membantu. Tidak ada yang lebih dari itu. Aera meremas ujung roknya tak tenang.

*****

Taehyung pergi bersama Namjoon menemui Voulen. Mereka bilang ingin memastikan kejadian kemarin. Dan, disini Aera masih bingung. Dia tidak merasakan apa-apa kemarin saat Yoongi mencoba menyembuhkannya. Seperti tertidur dengan tenang tanpa adanya mimpi.

Ketika Aera masih berada di perpustakaan, mencari-cari buku lain, Aera mendengar dua orang pelayan yang mengobrol. Menyebut-nyebut nama Taehyung? Entahlah, sialnya seketika ia penasaran. Bersembunyi di balik rak buku tinggi.

"Kau dengar? Semalam, Taehyung dan yang lain panik sekali?" seorang wanita berambut cokelat emas bertanya pada temannya. "Ya aku mendengarnya dari kepala pelayan. Sepertinya mereka panik karena takut wanita itu mati."

"Aku jadi kasihan padanya. Kalau aku yang jadi dia, aku lebih baik melarikan diri."

"Kau benar. Kasihan sekali dia. Memangnya siapa yang mau di manfaatkan? Kurasa dia belum mengetahuinya. Taehyung juga terlihat tidak pernah peduli."

"Tentu saja tidak." wanita itu tertawa mengejek. "Taehyung pasti masih mencintai Lanna. Tidak ada yang pernah membuat Taehyung senang selain dia. Mereka berdua cocok dan sama-sama kuat."

Tangan Aera yang memeluk buku di pelukannya, mengeras bersamaan ia yang seakan kesal mendengar semua penuturan itu. Dirinya menolak terbakar tapi telinganya mendengar dengan jelas. Bahwa selama ini Taehyung masih mencintai oranglain.

Detik itu pula Aera melangkah pergi. Dia benci membanding-bandingkan dirinya dengan wanita bernama Lanna itu. Seperti—siapa dia? Secantik apa? Dan mengapa Taehyung senang di dekatnya? Aera juga ingin. Hatinya ingin membuat Taehyung senang.

'Apa yang baru saja aku pikirkan?' batin Aera, memukul kepalanya sendiri.

Memangnya dia siapa? Aera orang asing, tidak tahu apa pun, tidak pernah dekat dengan Taehyung, bukan penyihir yang hebat dan dia sangat payah.

*****

Pribadi dengan senyuman secerah mentari membawakan Aera segelas air. Tentu, awalnya Aera mengira pria ini adalah manusia. Pasalnya berbeda sekali. Ramah dan senyum di wajahnya begitu menarik siapa saja untuk ikut tersenyum.

"Ini minumlah. Itu ramuan yang dibawa Namjoon untukmu." ujarnya seraya tersenyum manis menyodorkan gelas pada Aera.

Air itu mirip air putih biasa. Namun ketika Aera meminumnya, rasanya mirip air lemon. Menyegarkan dan sedikit asam.

"Bagaimana perasaanmu?" dia bertanya. "Aku baru sampai tadi pagi. Mungkin kau juag belum pernah melihatku disini."

"Ah, ya? Maaf aku belum banyak mengenal anggota keluarga ini."

"Namaku, Jung Hoseok." mengulurkan tangannya. Di detik yang sama, Taehyung tiba-tiba datang menyeret Aera sampai pria Jung itu terkejut. "Aku pinjam Aera sebentar, hyung."

"Hei, apa-apaan kau!" seperti biasa, Aera menolak. "Aku bukan seekor kuda yang dengan gampangnya kau tarik-tarik, bodoh."

"Oh apa kau mau jadi kuda?" Taehyung menjawab kesal. "Sabarlah sebentar. Kau akan tahu bermain kuda itu menyenangkan."

Hoseok tertawa mendengar celotehan Taehyung. Bisa melihat keduanya bertatapan sengit, semacam ada aliran listrik di antara keduanya.

"Sudah, Taehyung. Jangan bertengkar. Bawalah Aera pergi berjalan-jalan ke rumah kaca."

*****

Tidak ada percakapan yang tercipta. Keduanya saling mengunci bibir rapat-rapat. Aera mempertahankan egonya, tidak mau menegur Taehyung duluan. Akhirnya, Taehyung mengalah, pria itu mendekat ke arah Aera.

"Besok pagi, Voulen datang kemari. Dia ingin bertemu dan menanyakan sesuatu denganmu."

"Tentang apa?"

"Kondisimu." Taehyung menjawab, memandangi mata Aera. "Apa terjadi perubahan pada tubuhmu?"

"Tidak ada."

"Aku bertanya serius." Taehyung geram, memutar bola matanya. "Kalau kau terus keras kepala seperti ini. Bagaimana aku bisa menjalani itu dengan baik?"

"Aku baik-baik saja." Aera menghela napasnya. Berjalan menjauhi Taehyung dan menoleh. "Tidak usah khawatir. Kau tidak peduli padaku bukan? Jadi untuk apa kau bertanya."

"Aera, bukan seperti itu---,"

"Aku mengerti, Tae. Kita berdua orang asing. Koreksi, kita bukan manusia. Tapi kita berdua berbeda. Kau vampire dan aku penyihir." Aera mengukir senyumannya. Senyuman getir. "Kita takkan pernah bisa bersama. Itu mustahil. Kehadiranku di sini hanya membantu keluargamu. Setelah ini selesai aku pergi."

Taehyung mengepalkan tangannya, ada rasa aneh setiap kali ia mendengar Aera menolaknya. Ada sesuatu yang sulit dijelaskan mengapa ia timbul perasaan aneh tersebut. Perasaan yang dengan cepat dibuang dan akan datang kembali.

"Jika benar pendapatmu seperti itu." Taehyung dengan langkah cepatnya memegang rahang Aera. "Kuberi tahu kata asing apa yang kau maksud."

"Dalam hitungan hari, red moon datang. Malam ini—kau mau melihatku? Melihat semuanya. Tidak ada jarak di antara kita walau aku sekalipun menjauh darimu."

Sapuan hangat di leher Aera tentunya menjadi saksi, bagaimana Kim Taehyung menyesap lehernya dan menancapkan taringnya disana hingga ia hanya mampu meremat baju vampire itu. Merasakan setiap sesapan dan bagaimana sakitnya darah itu menetes di lehernya.

"Uhh-----Taehyung."

Taehyung tersenyum puas lantas mendekatkan bibirnya di telinga Aera. "Sebut namaku saat bulan purnama berubah merah. Kau akan tahu jawaban—mengapa aku dan keluargaku meminta bantuanmu."

"Kau mau kan, Aera?" sebelum akhirnya bibir itu mendarat di bibir.

Sial, Taehyung menciumnya.

[]

Eclipse ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt