Bab 20 : Lebih Buruk dari Hukuman di Bab 7

67 23 3
                                    

Apa kalian berpikir kalau hukumanku membersihkan toilet seluruh sekolah sudah buruk? Coba pikir lagi. Sekarang aku harus berhadapan dengan yang lebih buruk. Tertangkap basahnya kami saat sedang berduel membawaku dan Arennga ke ruang kesiswaan. Di sana, Wakasek Kesiswaan terlihat lelah karena melihatku lagi membuat masalah. Dia menutup wajahnya dengan sebelah tangan dan mendesah pelan.

"Aku tidak percaya kau hampir membakar salah satu taman sekolah," katanya masih dengan menutup wajah. "Dan untukmu, Arennga, aku berharap banyak padamu."

Aku tertunduk lesu. Entah kenapa aku seperti pelaku kejahatan padahal Arennga yang memulai semuanya. Sementara aku merasa bersalah, lelaki di sebelahku hanya memasang wajah datar seolah semua yang telah kami lalui tidak pernah terjadi.

Waktu di ruangan itu terasa lambat. Selama hampir setengah jam kami harus mendengar ocehan Wakasek tentang keselamatan, sistem, dan hukuman. Aku berharap waktu bisa berjalan lebih cepat, agar telingaku masih bisa selamat.

"Kau tahu, Arennga? Apa hukuman yang pantas bagi seseorang yang sudah merusak sistem sekolah?" tanya Wakasek retoris. "Bapak yakin kau tahu, Chloe." Dia melihatku dengan tajam.

"Di ... dikeluarkan," aku menjawab dengan terbata; mengingat hal itu pernah akan terjadi padaku. Arennga terlihat menegang. Tangannya mengepal dan dia mulai berkeringat.

"A-apa Bapak bisa pertimbangkan kembali?"

"Tenang, Chloe, bukan kau yang akan dikeluarkan. Tapi Bapak juga tidak bilang kau tidak mendapat hukuman yang setimpal." Aku cemberut mendengarnya.

"Ayahku tidak akan senang mendengar ini," komentar Arennga dingin.

"Semua orang tua tidak akan senang mendengar anaknya akan dikeluarkan, Nak. Tapi itu sudah peraturan." Bapak Wakasek mengambil ponselnya dan mulai menghubungi seseorang.

Wajah Arennga mengeras, tangannya terkepal lebih kuat seperti sedang menahan amarah. "Apa Bapak tidak bisa meringankan hukumannya seperti yang Bapak lakukan pada saya dulu?" Entah kenapa aku jadi terlihat membela Arennga, padahal karena dia juga aku terlibat masalah ini.

"Waktu itu kalian masih siswa baru, belum tahu apa-apa, masih polos dan mudah diperdaya," jawab Wakasek yang masih menunggu orang di seberang panggilan menjawab. "Kali ini kasusnya berbeda. Arennga telah meretas sistem, sementara kau baru masuk sistem keamanannya."

"Aku berhasil meretas sistemnya. Itu artinya ada celah keamanan yang masih dapat ditembus oleh orang luar." Astaga, dia bodoh?! Dia hanya cari mati saja kalau mengatakan itu.

Mendengar hal itu, mata Wakasek langsung melihat pada Arennga lantas memutus panggilan sebelum dapat tersambung. Dia kemudian memasukkan kembali geniusphone-nya ke dalam saku. "Kau pikir kau hebat, Nak?" Wakasek memicingkan matanya. "Bagaimana kalau kau membuat ulang sistem keamanannya dan kita bandingkan dengan sistem yang pihak sekolah buat. Setiap minggu kita akan tes apakah masih ada celah atau sistemmu itu sudah layak dipakai atau belum. Jika masih ada celah terus, kau akan menyempurnakannya bahkan sampai kau lulus sekalipun," tawar Wakasek dengan nada yang tajam. Hal itu terdengar sangat kejam bagiku.

"Akan kulakukan," jawab Arennga mantap. Nadanya seperti menantang.

"Dan sekarang kita akan membahas perihal hukumanmu, Chloe." Aku menelan ludah.

Singkat cerita, aku mendapat hukuman lagi. Satu tahun harus mengurus taman sekolah yang ada. Mulai dari menyiram, mencabuti rumput, memberi pupuk dan lain-lain (aku malas untuk menyebutkan semuanya). Saat kubilang hukumannya lebih buruk, itu bukan karena apa yang harus kulakukan tapi lebih karena dengan siapa aku harus melakukannya. Satu tahun mengerjakan hukuman bersama Arennga bagaikan mimpi buruk yang menjadi nyata. Ya, dia tidak hanya menulis ulang sistem keamanan avatar, tapi juga ikut dihukum bersamaku.

Avatar System: Juvenile State (END)Where stories live. Discover now