Bab 19 : Berapi-api

71 22 5
                                    

UTS sudah selesai. Apa yang kalian lakukan setelahnya? Berleha-leha sebentar? Memanjakan diri? Atau kembali belajar dengan giat? Aku tidak bisa melakukan itu semua kecuali yang terakhir. Aku tidak punya waktu untuk disia-siakan jika mau menyaingi Arennga si lelaki menyebalkan.

Setelah UTS yang diadakan seminggu itu selesai, aku kembali ke kegiatan yang dapat membakar seluruh otakku menjadi abu. Anastasia bilang setidaknya jangan terlalu memaksakan diri, tetapi kami tahu kalau aku tidak seperti ini, aku akan jauh tertinggal dengan sainganku itu—ya aku menganggapnya saingan secara sepihak, entah dia menganggapku seperti itu juga atau tidak.

Selang seminggu kemudian pengumuman UTS telah masuk ke ponsel kami masing-masing. Di sana jelas terlihat nilai-nilai yang telah diperoleh, nilai bonus dan peringkat satu angkatan. Ya, bahkan hanya UTS pun kami sudah dapat peringkat. Katanya agar kami lebih bersemangat lagi.

Saat aku melihat hasilnya, aku sempat tak percaya. Pertama aku sedikit bingung apa benar namaku yang terpampang di sana. Sempat aku mematung sejenak kemudian berjingkat kegirangan setelah memandang hasil yang ada. Aku peringkat pertama disusul Arennga dan Anastasia. Sungguh tak terduga. Kebanyakan nilai besar yang kuperoleh didapat dari nilai bonus.

Aku tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi Arennga begitu tahu dirinya dikalahkan olehku (Ha ha ha). Ya, walaupun hanya UTS, tetapi itu sudah satu kemajuan. Dan dengan sangat kebetulan, aku dapat bertemu dengan laki-laki itu di taman dekat gedung belajar ketika istirahat. Wajahnya sungguh tidak enak dipandang, dengan mulut menggeram yang ditahan, mata menyipit, kening mengerut dan hidung yang kembang kempis—atau itu mungkin hanya imajinasiku saja (Oh! Akhirnya aku bisa melihat langsung bagaimana rupa kekalahannya).

"Temui aku di taman belakang sepulang sekolah nanti," katanya dengan suara berbisik sambil melaluiku.

"Untuk apa? Mengakui kekalahanmu?" pancingku. Dia berhenti lalu berbalik.

"Heh, itu hanya keberuntunganmu saja dapat menjadi peringkat pertama."

"Jadi, apa yang sebenarnya kau inginkan?"

"Ayo kita duel."

Aku tertawa sebentar. "Hal itu benar-benar menunjukkan kalau kau tidak terima menjadi peringkat kedua."

"Terserah apa katamu. Kau terima atau tidak?"

"Duel apa maksudmu?"

"Avatar tentu saja."

"Kita tidak bisa melakukan itu."

"Bisa. Aku tahu caranya."

Aku menggeleng. "Ck. Tentu saja. Merusak sistem memang keahlianmu, kan?"

"Tidak. Itu keahlianmu."

"Jangan ingatkan aku lagi."

"Ya atau tidak?"

"Hm, menarik. Kau akan menyesal karena akan kukalahkan untuk kedua kalinya."

"Kita lihat saja nanti."

Laki-laki itu kemudian berlalu dengan cepat seperti menghindari hal paling menjijikan di dunia.

Aku tidak memberi tahu Anastasia tentang hal itu. Ia bisa sangat marah dan tidak akan membiarkanku pergi. Tentu saja aku akan menerima tantangan itu. Aku akan membuktikan pada Arennga kalau aku tidak takut.

...

Bel pulang sekolah berbunyi. Aku tidak yakin apa harus langsung pergi alias kabur saat teman sebangkuku tidak melihat atau menunggunya pergi duluan. Setelah beberapa detik berpikir akhirnya aku memilih opsi kabur.

Saat aku tiba di tempat tujuan, Arennga sedang bersandar ke pohon dengan tangan terlipat di depan dada. Saat mata kami bertemu, dia menunjukkan lagi ekspresi saat jam istirahat. Aku menghampirinya dengan tatapan menantang.

Avatar System: Juvenile State (END)Where stories live. Discover now