7 : Egois

510 124 59
                                    

Akhir bulan adalah bencana untuk sebagian besar orang, terutama orang yang jauh dari rumah. Ya, mungkin selama di mantra, Andis tak pernah kekurangan karena memiliki teman-teman yang super kaya seperti Tama dan Dirga, tetapi kali ini ia benar-benar sendirian.

Sebenernya sih enggak cukup, tapi ya beginilah nasib survivor, batin Andis yang duduk di ayunan taman sambil menikmati roti isi dagingnya.

Meaw ....

Seekor kucing kecil menghampirinya, ia berjalan-jalan di sekitaran kaki Andis dan tak jarang melekatkan tubuhnya pada Andis.

"Laper, ya?" Andis membuang isi roti itu ke tanah, tentu saja serpihan daging yang jatuh itu langsung disambut oleh kucing kecil ini.

Kasian, laper banget pasti, batin Andis sambil menatap kucing kecil yang makan dengan lahap itu. Setelah menghabiskan roti tanpa isi, Andis melirik jam dan beranjak dari kursi ayunan, ia berjalan entah ke mana, hingga sebuah pesan baru masuk ke ponselnya.

"Semangat ya kerjanya!"

Pesan itu berasal dari Savira, Andis memang berkata jika ia juga bekerja di malam hari untuk mendapatkan penghasilan lebih, meskipun yang ia maksud bukan penghasilan di dunia yang hanya berupa materi.

"Wah dagangannya masih banyak nih, Nek?" tanya Andis yang hendak mengeluarkan dompet, tetapi nenek itu menahan tangan Andis.

"Enggak usah bayar, Nak. Tadi ada perempuan yang mampir, dia beli semua bunga Nenek buat Nak Andis," ucap Nenek.

"Hah? Siapa, Nek?" tanya Andis terkejut.

"Entah, dia bilang rahasia," jawab Nenek sambil membungkus bunga-bunganya.

"Terus kenapa, Nenek masih di sini?" tanya Andis.

"Ya nungguin, Nak Andis."

Setelah itu, Andis membantu Nenek sambil menyimpan tanda tanya besar, siapa yang membeli semua bunga milik Nenek dan menghadiahkannya untuk dirinya sendiri. Hanya terbesit satu nama, wanita misterius yang seakan tau banyak hal tentang Andis, yaitu Savira.

Andis berjalan dan membagikan bunga mawar kepada para pengguna jalan, baik pejalan kaki ataupun kendaraan yang sedang berhenti saat lampu merah.

"Andis," panggil seorang wanita dengan piama tidur berwarna putih, ia mengenakan jaket merah jambu berkupluk.

"Lah, ngapain, Dri?"

Itu adalah Indri, ia membawa bungkusan plastik.

"Kamu yang ngapain? Aku pikir kamu jualan bunga, soalnya setiap hari bagi-bagi bunga mawar di kantor, tapi aku perhatiin dari tadi, kayaknya kamu enggak jualan deh, lebih kayak bagi-bagiin bunganya gratis?" tanya Indri.

Andis terdiam, ia tak bisa mengelak. Di saat-saat seperti itu, perutnya mengeluarkan suara yang de javu di antara mereka. Indri hanya menahan tawanya, ia mengeluarkan satu bungkus nasi padang dari dalam plastik.

"Nih, makan dulu," ucap Indri sambil memberikan nasi padangnya dan mengambil bunga-bunga milik Andis.

"Eh ga usah, Dri ...."

"Pake malu-malu, biasanya juga malu-maluin dan terbiasa hidup gembel," balas Indri berjalan dan memberikan bunga-bunga itu kepada pejalan kaki.

"Kayak gini kan caranya?" tanya Indri.

Andis hanya mengangguk.

"Yaudah sana makan dulu, aku yang bagi-bagiin." Indri melanjutkan aktivitas Andis.

Andis mengalah, ia duduk menikmati nasi padang pemberian Indri sambil menatap wanita itu menggantikannya memberikan secuil kebahagiaan pada orang lain. Setelah Andis selesai, ia kembali membantu Indri membagikan bunga-bunga mawar itu lagi.

Hati Yang Miris Dibalik Jiwa Humoris [TERBIT]Where stories live. Discover now