5 : Pucuk Dilema

566 129 98
                                    

Setelah badai semalam, pagi ini tampak begitu cerah, seperti halnya senyum yang terukir di wajah gadis itu. Ia mengambil ponselnya dan mengirimkan pesan pada seseorang.

Sementara itu, Andis sedang duduk sambil menikmati secangkir coffee latte, tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponselnya. Jujur saja, Andis bukan orang yang sering menatap layar ponsel seperti Tama, apa lagi semenjak ia kehilangan teman push rank sejatinya, yaitu Sekarkunti.

Siapa nih pagi-pagi? batin Andis heran, tak biasanya ia mendapat pesan sepagi ini. Ya, layar ponselnya memang selalu sepi.

"Selamat pagi!" ucap seseorang dari aplikasi chat semalam, rupanya orang dengan foto profil putih itu menyimpan kontak Andis melalui fiturnya.

"Pagi juga, Savira," balas Andis.

"Jangan lupa sarapan!" balas Savira.

"Mager hahaha," balas Andis lagi.

Mereka menghabiskan waktu dengan chat singkat, waktu masih senggang sebelum Andis berangkat. Telpon kamarnya berdering, petugas apartemen memberi kabar bahwa ada seorang gadis datang dan membawakannya sarapan pagi, Andis turun dan mengambil makanan itu, kemudian ia naik kembali ke kamarnya.

Tung!

"Selamat makan!"

Andis menatap layar ponselnya dengan sejuta tanda tanya besar.

"Dari kamu? Kamu stalker? Kok creepy sih?" balas Andis.

"Rahasia." Pesan itu menjadi pesan terakhir darinya di pagi itu.

Andis mencicipi makanan itu tanpa ragu. Mungkin jika itu Dirga, ia akan membuang makanan itu karena dianggap berbahaya, jika itu Tama mungkin ia tak peduli dan mengabaikannya begitu saja, atau bahkan jika itu Ajay, mungkin Ajay juga tak akan memakan makanan itu karena alasan kesehatan, tetapi ini Andis, si bocah bar-bar, tanpa ragu ia memakannya sampai habis.

Setelah makan ia berangkat menuju kantor, Andis masih saja kepikiran bagaimana Savira mengetahui alamatnya?

"Dor!" Tiba-tiba Nayla muncul dan mengaggetkan Andis yang sedang melamun di depan studio.

"Lu tau di mana gua tinggal?" ucap Andis secara dadakan.

"Enggak, kenapa?" tanya Nayla bingung.

Andis hanya menggeleng tanpa menjawab pertanyaan Nayla, sementara Nayla menatapnya dengan tatapan bingung. Andis masuk ke studio, pagi ini ia agak kecewa karena tak menemukan sosok Indri di dalam. Semua kembali seperti normalnya, Indri datang di menit-menit akhir jam delapan, seperti biasa wajahnya tak menunjukkan keceriaan, hanya datar dan berjalan menuju kursinya, dan seperti biasa pula Andis membagikan sisa bunga pada teman-teman di studio; Namun, ketika melewati Indri, wanita itu menarik lengan seragam Andis.

"Aku berubah pikiran ...."

Andis menatapnya bingung.

"Aku boleh, minta bunganya?"

"Bukannya enggak suka?" ucap Andis frontal.

"Aku pikir-pikir--iri juga sama temen-temen lain yang di mejanya banyak bunga," lanjut Indri.

Nayla tersenyum menatap mereka berdua, terlihat jelas perubahan Indri yang semula jutek, tiba-tiba menjadi ramah dan mulai terbuka. Ketika memasuki jam makan siang, Nayla mengajak Indri makan di warung mie ayam.

"Cie ada yang tertancap panah asmara nih," ledek Nayla.

"Diem deh, jangan gitu," balas Indri.

"Cie, cie, cie," Nayla menghujani pinggang Indri dengan kelitikan.

Hati Yang Miris Dibalik Jiwa Humoris [TERBIT]Where stories live. Discover now