8 : Jalan Bercabang

492 115 33
                                    

Krieet~

Pintu studio terbuka, Andis baru saja tiba dan masuk ke dalam studio.

"Wih tumben akur," ucapnya pada Indri dan Nayla yang terlihat sedang asik mengobrol.

.

.

.

Tanpa bicara, Nayla berjalan keluar studio, ia agak sedikit membanting pintu saat menutupnya. Andis menatap Indri dengan sejuta tanda tanya.

"Nayla kenapa?" tanya Andis pada Indri.

Indri tak menjawab, tak ada penjelasan, hanya getir yang tercetak jelas pada raut wajahnya. Andis meletakkan tasnya dan berjalan keluar studio, ia mencari keberadaan Nayla.

"Kat, liat Nayla enggak?" tanya Andis pada Katrina yang baru saja tiba di depan kantor.

"Enggak, baru juga sampe," jelas Katrina.

"Oh yaudah deh." Andis berjalan pergi meninggalkan Katrina dan lanjut mencari Indri.

Katrina masuk ke dalam studio, ia mendapati Indri yang sedang duduk sambil menyembunyikan wajahnya di antara kedua tangannya yang menyilang di atas meja.

"Si Andis kenapa? Kok mukanya kayak gelisah gitu deh?" tanya Katrina yang baru saja masuk.

"Lu enggak lagi berantem kan sama Nayla?" tanya Katrina pada Indri. "Bukannya gua mau ikut campur ya ...." Katrina menjeda ucapannya.

Bukannya gua mau ikut campur? Kalimat itu bukannya berlaku sebaliknya? batin Indri.

"Dari pengamatan gua, Nayla itu suka sama Andis--dan Andis suka sama lu deh kayaknya," lanjutnya.

"Dan dengan adanya kalian bertiga pagi ini, di sini, terus juga dari mukanya Andis yang kayaknya khawatir gitu nyariin Nayla--pasti terjadi sesuatu kan?"

"Enggak kok," balas Indri yang mengangkat wajahnya. "Kurang-kurangin nonton drama deh, Kat," lanjut Indri.

Katrina mengambil kursi dan duduk di sebelah Indri.

"Serius deh, gua itu anak indigo dan gua tau kalo lu juga suka sama Andis. Lu dan Nayla berdebat perihal hati kan?"

"Serius lu indigo?" tanya Indri yang tampak terkejut, sementara Katrina hanya mengangguk.

Padahal enggak, ayo dong makan pancingan gue, batin Katrina.

"Gua juga indigo soalnya, gua tau kalo lu berharap gua makan pancingan lu kan?" ucap Indri.

"Hah! Serius?" Katrina justru lebih kaget, karena Indri berhasil membaca isi pikirannya.

"Enggak lah, cuma intuisi seorang wanita," jawab Indri sambil tertawa.

"Yaudah deh kalo enggak mau cerita, gua cuma menyampaikan sesuatu dari sudut pandang gua aja. Tapi seandainya bener--lu suka sama Andis, gua rasa lu harus bilang deh, biar jelas dan ga ada  yang merasa digantungin," tutur Katrina yang kembali ke kursinya sendiri.

Gantung menggantung ya? Rumit, batin Indri. Ia mengambil ponselnya dan mulai menulis pesan singkat.

***

Sementara Andis yang sempat berkeliling halaman kini masuk kembali ke dalam gedung, ia berjalan menuju rooftop dan mendapati Nayla yang duduk di tangga sebelum pintu rooftop, ia bersandar sambil menatap layar ponselnya.

"Nay, lu gapapa?" tanya Andis.

"Gapapa," jawab Nayla singkat.

Shit, salah nanya, batin Andis. Pria bertopi coklat itu melangkah mendekati Nayla, ia duduk di tangga yang sama, tepat di samping Nayla.

Hati Yang Miris Dibalik Jiwa Humoris [TERBIT]Where stories live. Discover now