66 | Kali Pertama Bertemu

137 24 1
                                    

Ketika sang waktu menunjukkan sepertiga malam mobil sewaan Eric akhirnya sampai di distrik perumahan Jeno. Satu jam berkendara dari daerah terpencil ke pusat kota, membuahkan hasil Wooyeon kembali terlelap menjelajahi alam mimpi.

Sebenarnya Eric tak sampai hati membangunkan gadisnya itu. Namun, mau tidak mau Wooyeon harus bangun untuk menghadapi kenyataan.

Rumah Jeno terlampau ramai. Dari radius lima meter, di mana mobil Eric melaju sebelum sampai ke rumah Jeno, tiga mobil polisi beserta satu mobil sedan hitam terparkir acak di teras rumahnya. Dari jendela-jendela rumah Jeno, tampak penghuni di dalam sana masih terjaga, lampunya terang. Benar apa kata Jeno, para polisi sedang menunggu kedatangan Wooyeon.

Mobil Eric berhenti tepat di samping pohon cemara yang tumbuh subur di pekarangan rumah tetangga Jeno yang serba gelap. Agaknya Eric penasaran dengan seseorang yang diceritakan Wooyeon. Seingatnya, orang itu terus melibatkan diri dengan masalah ini.

Pemuda Son ingat, ia pernah menjemput Wooyeon di sana. Jelas sekali, bahwa si tetangga itu adalah pengikut kultus. Tato lambang kultus berada di area pundak si tetangga. Walaupun hanya terlihat sebagian, tetapi Eric yakin demikian.

Sekarang apa kabar pria itu. Apakah dia, orang tua Jeno, dan Maria sedang merencanakan jebakan baru? Karena sekarang keadaan di luar kendali mereka?

Eric masih enggan beranjak keluar dari mobil ataupun membangunkan Wooyeon. Ia masih bimbang, manakah pilihan yang tepat. Menekan keegoisan diri atau berempati. Pilihan yang sulit dan keduanya sama-sama memiliki dampak buruk.

Jika ia mengambil sikap mengalah, maka Eric harus berkorban untuk memusnahkan Maria. Namun, konsekuensinya Wooyeon mungkin tidak bisa melihatnya sebagai orang yang sama.

Jika Eric memilih berempati layaknya memiliki masa depan suram, maka ia harus merelakan seseorang berkemungkinan meregang nyawa agar Maria musnah. Dengan resiko, selamanya ia tidak dapat melihat Wooyeon lagi.

Tanpa sadar Eric menggenggam erat tangan Wooyeon. Kemudian, suatu yang dingin terasa di telapak tangan Eric. Begitu menyadari hal tersebut, lelaki itu melonggarkan genggaman seraya melihat benda apa yang membuat lamunannya terputus.

Ialah cincin berlambang kultus yang melingkar di jari manis Wooyeon. Eric langsung tersambar ide gila, tanpa ia sadari lingkaran setan dapat terjadi bila Eric sungguh-sungguh menyanggupi ide gilanya itu.

Cincin yang dipakai Wooyeon memiliki lambang kultus, yakni tanda pengenal setiap pengikut kultus itu. Karena Wooyeon sempat mengikuti ritual penyambutan dan sebagainya, maka ia mendapatkan lambang kultus yang merupakan bagian dari ritual. Walaupun ritual tersebut tidak lebih formalitas semata. Tetap saja dalam hukum kultus, secara resmi Wooyeon adalah pengikut kultus.

Eric sedikit penasaran apa nama baptis Wooyeon. Tetapi apapun itu, sekarang Eric harus menyimpan cincin ini terlebih dahulu. Dengan sangat hati-hati, Eric mengeluarkannya dari jari manis Wooyeon.

Sialnya ketika sudah terlepas, Wooyeon terbangun.

Lelaki kelahiran 2000 itu sedikit kelagapan, hingga dengan tergesa-gesa memasukkan cincin tersebut ke dalam saku celananya dan melengoskan wajah ke arah jam sembilan—menghindari tatapan Wooyeon.

"Kita udah sampe?" celetuk Wooyeon.

"Iya," balas Eric singkat.

Wooyeon pun menyisir surainya yang sedikit berantakan, lalu membuka kuncian sabuk pengaman. Setelahnya, dengan segera Wooyeon membuka pintu mobil. Begitu keluar dari mobil dan menutup pintu, ia membenahi pakaiannya yang kusut sembari bercermin pada kaca mobil. Sejalan dengan itu, Eric mengopi tindakan Wooyeon. Lelaki itu membenahi kancingan kemejanya yang dikomentari Tiffany.

SUA | Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang