86 | Two Hours to Go

97 21 2
                                    

(warning violence content)

Sejujurnya akan mudah mengatakannya bila gadis bersurai sebahu itu tidak dalam suatu hubungan saat ini.

Tak hanya lelaki di hadapannya yang sedang bimbang. Sebenarnya ia pun juga sama. Gadis itu tak pernah dapat menjawab dengan pasti, apakah sesuatu itu masih tertinggal di dalam benaknya atau tidak. Bagi sang gadis, adalah sulit melepaskan bara api daripada menggenggam sehelai bulu.

Namun, saat ini adalah waktu tepat untuk menyudahinya. Pun mengungkapkannya akan memperumit keadaan. Tetapi, ia harap sebaliknya, mengungkap hal itu dapat meluruskan segalanya.

Padahal darah yang masih mengucur, memar di tulang pipinya pasti begitu berdenyut-denyut. Kendatipun demikian, sihir Maria tak kunjung sirna. Gadis itu tak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

Ia menoleh ke belakang. Sang pujaan hati tengah berjuang di sana. Lelaki itu memanggil namanya. Namun, mengapa suaranya lantang itu seolah terdengar redam.

Ia kembali beralih pandang. Manusia di hadapannya ini sedang tersesat dalam alam khayal dan hanya dengan cara itu, ampuh menyudahinya. Semoga saja.

Sang gadis mendekatkan ain, lisannya sejajar dengan rungu sebelah kiri sang lawan bicara. Lekas ia ceritakan kisah itu, "Lo tau 'kan gue dari dulu suka sama lo..."

Sepenggal kalimat yang dapat diucapkan dalam mimpi, kini terwujud jua.

Ia menambahkan, "Tapi, lo selalu nyangkal hal itu dan malah ngejar-ngejar Siyeon. Gue ga paham kenapa kalian susah banget jadian padahal kalian saling suka. Hubungan kalian itu rumit banget tau... Padahal, gue sama Eric begitu saling confess langsung pacaran... Jen, kalo lo masih sesuka itu sama Siyeon, tolong perjuangin dia sampe akhir. Kayak gimana selama ini gue bantu lo terus, sebenarnya bukan tanpa alasan. Sebagian besar karna gua masih suka sama lo. Sekarang, di dalam tubuhnya Siyeon ada setan. Lo mau 'kan cewek yang lo sukain itu selamat? Jadi, please bantu gue sama Eric buat ngeluarin setan itu..."

Lisannya pun menjauh dari rungu sang lawan bicara, Jeno, dan berharap lelaki itu sadar. Ia tak pandai melantunkan doa-doa Bapa ataupun kalimat-kalimat yang dapat mengusir pengaruh setan. Lantaran sang gadis bukan lah penganut agama yang taat.

Di saat-saat seperti ini, begitu tidak berdayanya manusia tanpa bantuan-Nya.

Maka gadis itu merengkuh sang sahabat dengan sedikit erat.

Letting him cuddled by her warmth. For one second, she loose all of the negative thoughts. She hope this action could break the spell of the devil. If her words and actions couldn't work, therefore, she gives him her warmth, her affection.

Tak memakan waktu lebih dari lima detik, rengkuhan itu ditanggalkan-tentu saja dengan perlahan. Keduanya saling berhadapan, tetapi saling buang muka. Tidak, hanya sang gadis yang demikian.

Pikiran negatif kembali menguasai diri. Jika cara ketiga ini tidak berhasil, dapat dipastikan gadis bersurai sebahu itu histeris dan akan menghalalkan segala cara untuk mematahkan sihir Sang Puan. Sungguh, ia tak tahu cara apa lagi yang harus dilakukannya.

Kemudian, dengan ragu-ragu gadis itu menatap paras sang sahabat. Akhirnya, padangan mereka berserobok.

Pupilnya melebar. Tampaknya kesadaran telah berhasil lelaki bersurai legam itu raih.

Lisannya berucap, "Wooyeon..."

Senyum sang gadis merekah, ruang hampa yang tercipta di antara mereka—menyembunyikan keduanya dari dunia nyata—kini pecah berkeping-keping.

SUA | Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang