67 | Apakah Sudah Berakhir?

107 24 8
                                    

Sebuah kombinasi yang aneh. Meja makan dikelilingi empat insan, salah satu di antaranya sedang menyantap makan malamnya yang terlambat. Sangat terlambat lebih tepatnya.

Sepertiga malam yang menjelang pagi. Semburat keunguan sudah nampak di ufuk timur. Jendela besar yang bersebelahan dengan letak meja makan, menghangatkan keadaan di dalam rumah.

"Kamu ga apa-apa 'kan Lee Wooyeon?" celetuk seorang gadis yang berwajah riang berkebalikan dengan suasana berkabung nan tegang di sini. Sang lawan bicara mengambil sikap masa bodoh, tak peduli dengan pasangan Adam dan Hawa yang duduk di hadapannya, yakni Jeno-Siyeon.

"Kayaknya nanti kamu ikut tinggal bareng Om Chanyeol sama aku nih," ujar si gadis berwajah riang, Siyeon. Monolognya tak disahut oleh siapapun orang di dapur ini.

Siyeon pun menyelipkan sepatah canda, "Nanti Om sama Mama pada bingung ya kalo manggil kita, sama-sama 'Yeon' soalnya." Candaan serenyah keripik dicetuskannya, disertai tawa dibuat-buat.

Wooyeon sekali lagi mengabaikan itu, tidak, semua orang tak menggubris candaan itu. Siyeon bermonolog dalam forum yang seharusnya berdikusi itu.

"Wooyeon kok diem aja sih, aku 'kan pingin kenalan sama kamu," rengek Siyeon seraya menampilkan raut memelas.

"Berisik, bisa diem ga sih?" sungut Jeno.

Suara peraduan alat makan yang terbuat dari besi dengan piring porselen-ulah Wooyeon-berhenti sejenak. Ia melirik ke arah Jeno sepersekian detik, kemudian lanjut menyantap makanannya.

Kewaspadaan yang sungguh menyelubungi Eric. Entah kenapa ia merasakan aura yang sama dengan para tetua kultus pada diri Siyeon. Para arwah parasitnya menghilang saat dibutuhkan. Fyi—'mereka' memang mengikuti Eric seumur hidup, tetapi dapat menghilang sesuka 'mereka'.

Ia perlu bertanya, apakah Siyeon adalah Maria?

Netranya menatap tajam ke arah Siyeon. Entah gadis itu menyadari aksi Eric atau tidak, yang terpenting pemuda kelahiran 2000 ini harus tanggap dan was-was pada setiap gerak-gerik Siyeon. Ia merasa harus begitu.

"Wooyeon, aku kenalin dong sama cowok di sebelahmu itu. Pacar kamu yaa?" goda Siyeon yang terlewat batas. Pasalnya saat menanyakan itu Siyeon meraih pergelangan Wooyeon, bersikap sok akrab.

"Apaan sih?!" cecar Wooyeon tanpa ampun sembari menampik tangan Siyeon. Berkat gertakan itu, kuku palsu Siyeon menorehkan cakaran yang agak dalam di pergelangan Wooyeon.

Setetes darah mengalir di luka cakar menganga itu.

Wooyeon tampak kebas dengan luka fisik, sehingga ia memandangi luka itu tanpa ekspresi.

Reaksi lambat diperbuat Siyeon. "Aduh... maaf banget Wooyeon, aku ga sengaja..." sesal gadis bersurai hitam sepunggung, dirinya memasang raut cemas.

Gadis itu berdiri dan mengitari meja makan, menghampiri Wooyeon. Sedangkan Wooyeon sendiri bergeming menatap kosong pada luka itu.

"Maaf ya Wooyeon, aku beneran ga sengaja!" cicit Siyeon. Jemarinya mengelus-elus punggung tangan Wooyeon, ia menatap intens luka itu. Setelah itu manik matanya beralih pada Eric. "Kamu, tolong ambil P3K, ini kalau ga dibiarin bisa infeksi," pinta Siyeon pada lelaki itu.

Tampaknya seseorang menjadi kesal akibat aksi semena-mena Siyeon. Jeno pun naik pitam, kesabarannya sudah habis.

"Lo mending pergi bisa ga sih?! Dari tadi berisik banget! Masa lo ga liat keadaan?!" hardik Jeno.

Siyeon masih kukuh pada pendirian. "Tapi ini kasian Wooyeon," sergahnya. Gadis itu kembali menyuruh Eric, "kamu cepet ambilin yang aku minta tadi..."

SUA | Jeno ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang