Rafa masih duduk pada bangku yang terletak di depan kelasnya meski bel pulang sekolah sudah berdering sejak dua puluh menit lalu. Koridor maupun halaman sekolah sudah nyaris sepi. Menyisakan segelintir siswa yang terlampau rajin dan ingin mendekam di sekolah untuk mengerjakan tugas bersama. Namun, keberadaaan Rafa tidak untuk hal tersebut. Laki-laki itu sedang menunggu Rani sembari menghabiskan susu kotaknya. Di sampingnya, satu tas plastik kecil berisi camilan tidak ketinggalan. Rafa punya kebiasaan membeli banyak camilan di istirahat kedua untuk ia habiskan ketika jam sekolah berakhir.
Sejak beberapa minggu lalu, tepatnya ketika Rafa meminjam catatan berbagai mata pelajaran milik Rani—yang kata teman-temannya, catatan perempuan itu paling lengkap di kelas mereka—karena ia jatuh sakit sehingga tidak masuk sekolah selama beberapa hari, mereka mulai akrab. Rani tidak seperti yang dikatakan beberapa perempuan dengan predikat geng hits. Bahwa Rani sangat membosankan, Rani tidak asyik diajak mengobrol, dan masih banyak embel-embel buruk yang melekat pada perempuan itu. Rafa mematahkan semuanya.
Bahwa sebenarnya, Rani tidak seperti yang mereka katakan. Perempuan itu terlalu menarik dan Rafa sangat menyayangkan temannya yang hanya satu orang. Satu sifat pula dengannya.
Rani mungkin terlihat pendiam, tetapi jika ada satu topik diskusi yang membuatnya tertarik, maka jangan menyesal karena baru mendapati betapa menariknya perempuan itu ketika sedang berapi-api mengutarakan setiap sudut dari pola pikirnya yang jarang ditemukan dalam diri perempuan lain. Rafa sudah mempraktekkannya dengan menanyakan pada Ryan terkait topik-topik menarik yang bisa jadi bahan obrolan untuk seumuran mereka.
Rafa terbangun dari lamunannya ketika mendengar langkah kaki mendekat. Laki-laki itu mendongak dan mendapati Rani berjalan ke arahnya dengan wajah tertunduk.
"Ran!" panggilnya, spontan. Rafa buru-buru membuka ransel dan mengeluarkan sebuah notebook berwarna pink. Notebook milik Rani yang tertinggal di rumahnya kemarin sore, seusai mereka mengerjakan tugas kelompok.
Rafa memilih mengembalikannya begitu jam sekolah berakhir karena tidak ingin Rani diledek habis-habisan oleh teman-teman mereka. Rafa tidak masalah jika ia yang diledek, sudah biasa untuknya. Terlihat dekat dengan salah satu perempuan di kelasnya saja, pasti grup kelas sudah ramai. Belum lagi ketika tanpa sengaja melakukan skinship dan terlibat obrolan, pasti sorak-sorai ramai terdengar seantero kelas.
Rafa mengalami berkali-kali, dan menjadi hiburan untuknya. Meski mereka tahu, di akun instagramnya, hanya foto Lala yang ia unggah selain foto Mama dan Adiknya. Namun, ia tidak ingin Rani mengalami hal serupa dan membuat perempuan itu tidak nyaman. Mereka baru akrab dan Rafa tidak mau perempuan itu menjauh darinya.
"Aku mau ngembaliin notesmu, kemarin ketinggalan di rumah." Rafa mengulurkan notebook pink tersebut yang diterima Rani, ketika perempuan itu berdiri di dekatnya. "Sorry baru aku kasih, takut kamu diceng-cengin sama temen-temen dan ngerasa risih. Soalnya mulut mereka kadang agak lancang."
"Makasih, Raf," ucap Rani sembari menerima notebook miliknya dari tangan Rafa.
Rafa mengangguk dan beranjak. Laki-laki itu mengambil tas plastik di atas bangku dan kembali menggantung ranselnya pada lengan kanan. Kemudian, ia tersadar akan satu hal dan buru-buru menunduk untuk melihat wajah Rani lebih jelas.
"Are you okay?"
Rani mengangguk tanpa menatapnya.
"Okay."
Rafa mengerjap saat mendengar suara Rani yang sengau. "Mau pulang bareng?"
"Nggak usah, makasih, Raf."
Rafa kemudian mengaduk isi tas plastiknya. "Yah, aku lagi nggak punya tisu, Ran."
Dan Rafa merasa menang ketika Rani menatapnya heran. Bisa dilihatnya dengan jelas kedua mata perempuan itu yang sembab.

YOU ARE READING
Home
Short Story[Slice of Life about Adhitama's Family.] Home (n): the place where one lives permanently. *** Pulang ke rumah memiliki banyak definisi. Pulang adalah ketika kamu merasa nyaman dan aman dari kerasnya dunia, ketika kamu telah melewati perjalanan yang...