Series 45 - Rafa and His Weakness

5.2K 609 32
                                    

Setelah melalui pekan ujian kenaikan kelas, Rafa bisa sedikit bersantai sebelum melahap ratusan soal latihan untuk ujian nasional dan soal masuk perguruan tinggi. Rafa bukan jajaran siswa ambisius. Namun, namanya tidak pernah absen menduduki peringkat di kelas. Lima besar, terutama.

Rafa sudah sangat bersyukur karena tidak pernah didepak dari lima besar. Mengingat kemampuan bahasa inggrisnya yang jongkok dan nilai ujian pada mata pelajaran tersebut tidak pernah sempurna. Selain matematika dan IPA, Rafa seringkali kesulitan menghadapi mata pelajaran yang lebih banyak menghafalnya.

Dengan berlalunya pekan ujian kenaikan kelas, kegiatan yang paling Rafa tunggu-tunggu akhirnya tiba. Adalah kegiatan class meeting yang selalu membuat Rafa girang.

Selama empat hari penuh, banyak lomba menyenangkan dan Rafa sudah tentu menjadi siswa yang maju paling depan ketika ketua kelas memetakan perwakilan siswa yang akan maju pada tiap-tiap lomba. Selama itu pula, kantin akan dibuka sejak pagi hingga class meeting berakhir, seluruh siswa bisa masuk kantin kapan saja ia mau. Dan Rafa akan dengan senang hati bolak-balik dari lapangan ke kantin untuk mengisi perutnya tanpa takut ditegur oleh guru bimbingan konseling yang patroli di setiap sudut sekolahnya.

Nyaris dalam seluruh lomba, dan jika itu memungkinkan untuk diikuti oleh laki-laki, nama Rafa akan berada di sana. Saat teman-temannya lebih memilih bersantai di pinggir lapangan, Rafa justru luar biasa senang ketika bisa bermain dengan teman-temannya dari kelas lain. Tidak peduli kulitnya yang terbakar terik matahari karena terlalu lama berada di tengah lapangan. Bermain jauh lebih menyenangkan daripada duduk bermalas-malasan di pinggir lapangan dan hanya menjadi tim hore.

Bersama Jeff, Rafa mendudukkan dirinya pada lantai koridor yang dingin, lantas disusul teman-teman satu timnya yang lain. Mereka baru saja memenangkan pertandingan basket antar kelas di hari ketiga class meeting dan mendapat sorakan paling meriah. Hal tersebut mengundang tatapan iri dari tim lawan yang kalah.

Rafa tidak heran. Dengan jemawa, ia mengakui bahwa di mana pun dirinya berada, di sana pasti terdengar sorak-sorai para siswi. Mulai dari siswi kelas satu, hingga kelas tiga. Jeff—salah satu temannya—otomatis mencibir, tetapi tidak menampik bahwa itu adalah sebuah kenyataan.

Di sampingnya, Rani menyodorkan sebuah botol minum yang isinya masih penuh. Rafa kontan mengernyit ketika tatapan mereka bersirobok.

“Belum aku minum kok,” ujar Rani, menjawab keheranan Rafa. “Kamu pasti … haus, abis panas-panasan.”

Sejujurnya, Rafa sudah menghabiskan satu gelas air mineral yang didapat dari meja panitia, di sayap kanan lapangan, tetapi ia tidak bisa menolak. “Thank you, Ran. Nanti aku ganti ya.”

Ketika Rafa menenggak nyaris setengah dari botol berukuran kecil itu, Dista—perempuan paling modis di kelasnya—yang datang dari arah kantin langsung memekik kecewa. Di tangan kirinya, perempuan itu menjinjing tas plastik bening berisi beberapa kotak teh juga beberapa camilan.

“Faaaa, aku udah beliin es teh. Kenapa kamu malah minum air putih lagi?”

“Haus,” sahutnya singkat dan mengembalikan botol di tangannya pada Rani yang tampak kikuk. Perempuan itu melempar tatapan bertanya, tetapi Rafa hanya tersenyum singkat sebelum menerima sekotak es teh dari Dista. Perempuan itu juga membagikan beberapa kotak lainnya pada teman-teman yang ikut memeriahkan lomba hari ini.

“Es doang, Dis?” tanya Rafa sembari menusukkan sedotan pada kotak tersebut dan menyeruputnya dengan tergesa. Laki-laki itu merogoh saku celana olahraganya dan mengeluarkan selembar uang. “Beliin pentol dong. Laper. Buat yang lain juga, cukup uangnya nih.”

“Siomaynya masih antri, Fa,” ucap Dista seraya mendudukkan dirinya di sisi Rafa yang lain. Tidak biasanya perempuan itu mau dekat-dekat dengan para lelaki yang baru saja main di lapangan dan masih sangat berkeringat. Perempuan itu kembali mengocok isi tas plastiknya dan mengeluarkan sebungkus wafer. “Nih buat ganjel perut dulu.”

HomeOù les histoires vivent. Découvrez maintenant