Ketika mobilnya tiba di depan gerbang utama FISIP, Cantika sudah menunggu dengan dress marun selutut dan mendekap beberapa buku tebal. Sabtu yang harusnya menjadi hari tenang karena sudah menjalani hari sibuk dari Senin hingga Jumat, tidak membuat Cantika betah di rumah. Ada rapat pada BEM yang harus perempuan itu hadiri. Dan buku dalam dekapan Cantika menandakan bahwa perempuan itu juga sedang sibuk dengan skripsinya. Sekarang Ryan tahu mengapa Rafa hanya mengganggu Nadya sejak pagi hingga ia pamit untuk makan siang bersama Cantika.
"Aduh, harum banget." Yang pertama diucapkan Cantika begitu perempuan itu masuk ke mobil dan meletakkan buku-buknya di kursi belakang. "Baru mandi apa nyemprot parfum banyak-banyak, nih?"
Ryan tersenyum kecil ketika Cantika mendaratkan bibir pada pipinya. "Nggak usah basa-basi. Kalau mau dicium, ya langsung aja."
"Kalau lunch doang, biasanya cuma pakai kaos. Nggak pakai polo."
Cantika masih betah memperhatikan penampilan Ryan. Polo shirt berwarna abu-abu tua yang dipadu dengan celana khaki itu tidak gagal membuat Ryan tampak memesona, sekalipun penampilannya masih terbilang sederhana.
"Ketauan juga kalau baru shaving, seger banget," tambah Cantika sembari mengusap rahang Ryan pelan.
"Ini kode minta diajak jalan-jalan?"
Cantika tersenyum kecil. "Kalau kamu nggak sibuk, aku pengennya kita nggak cuma makan siang doang."
Ryan menoleh dan mencubit pipi Cantika pelan. Selain punya wajah cantik dan penampilan on point, kulit Cantika juga tidak gagal membuat Ryan ingin berlama-lama menyentuhnya. Sewaktu dengan Diva, Ryan juga diberi cobaan yang sama. Membuatnya harus membangun pertahanan diri yang kuat.
"Oke. Setelah makan siang, kamu yang pilih tempat. Hari ini aku free."
Cantika mengangguk dan mengeluarkan ponselnya dari dalam totebag di pangkuan perempuan itu sebelum menggerutu. Membuat Ryan langsung menoleh.
"HPku lowbatt. Kamu punya power bank, Mas?" tanya Cantika ketika Ryan merespon gerutuannya.
"Cari aja di laci."
"Untung tadi belum mati waktu kamu ngabarin," kata Cantika yang saat ini membuka laci dasbor. "Sorry, ya, Mas. Jadi buka-buka gini."
Satu hal lagi yang Ryan suka dari Cantika. Perempuan itu bisa menempatkan diri dan tidak berusaha mengorek privasi Ryan jika bukan dirinya yang inisiatif membagi. Ryan terkesan dengan cara Cantika menghargainya. Bukan karena ia tidak ingin perempuan itu tahu banyak tentangnya, tapi karena Ryan ingin menilai cara perempuan dalam menjalin hubungan. Dan ternyata, ekspektasinya cukup membuat Cantika punya nilai plus lagi.
"It's okay." Ryan menoleh sekilas ketika Cantika masih terlihat sibuk mengorek laci berukuran kecil itu. "Ketemu, Can?"
Cantika mengangguk.
"Isinya jadi berantakan. Nggak apa-apa kalau aku rapiin dulu?" tanya Cantika usai mengisi daya ponselnya dan meletakkan kedua benda tersebut di dasbor.
"Thanks, Can. Emang berantakan. Udah seminggu Mama nggak masuk mobil. Biasanya nyiapin tisu dan rapiin isi laci."
Mamanya selalu merapikan isi mobil Ryan setiap dua hari sekali. Namun karena beberapa hari lalu Mamanya giat menanam bibit baru—entah kali ini apa lagi yang ada di kebunnya—alhasil mobilnya tidak mendapat perhatian lebih.
"Mas...."
Ryan sedang fokus pada jalanan di depan mereka ketika Cantika memanggilnya dengan suara rendah.

YOU ARE READING
Home
Short Story[Slice of Life about Adhitama's Family.] Home (n): the place where one lives permanently. *** Pulang ke rumah memiliki banyak definisi. Pulang adalah ketika kamu merasa nyaman dan aman dari kerasnya dunia, ketika kamu telah melewati perjalanan yang...