"Mamaaaaa, open the door, pleaseee!"
Nares mengembuskan napas kesal ketika mendengar pintu kamarnya diketuk dengan tidak sabar. Terlebih ketika mendengar suara Rafa yang sudah bersemangat padahal hari masih gelap dan mereka baru saja menunaikan salat Subuh. Mereka selalu punya kebiasaan membicarakan rencana yang akan dilakukan dalam satu hari. Membicarakan kegiatan Talia yang hanya itu-itu saja—berkebun, memasak, dan baca buku—dan jadwal Nares yang jarang lenggangnya.
Talia tidak bisa menahan kekehannya. "Yaudah sih, libur dulu morning talknya. Berarti malem ini Papa nggak bisa lembur lama-lama, biar kita bisa ngobrol berduaan nanti malem."
Nares tidak menyahut dan membenamkan wajahnya pada bantal. Membiarkan Talia beranjak untuk membukakan pintu kamar sebelum Rafa semakin berisik.
"Happy mother's day, guardian angel!" pekik Rafa ketika Talia membuka daun pintu lebar-lebar. Tanpa menunggu berdetik-detik, Rafa langsung merengkuh Talia dan mengecupi pipi Mamanya berkali-kali. Putranya itu pasti sengaja ingin membuat Nares semakin kesal.
Talia tertawa kecil dalam pelukan Rafa. Diusapnya punggung Rafa yang pagi ini hanya tertutup kaus polos dengan lembut.
"Terima kasih, anak gantengnya Mama."
Rafa lebih dulu mengendurkan pelukannya sebelum menatap Talia dengan jahil. "Mama lama banget buka pintunya. Pasti Mama masih bujukin Papa biar nggak ngambek, ya?"
"Iya, Papa ngambek," sahut Nares, tanpa menyembunyikan nada suaranya yang kesal.
Rafa langsung melongok ke dalam kamar dan tersenyum menggoda pada Papanya yang berbaring di atas ranjang.
"Aku bawa hadiah buat Mama, tapi aku masuk, ya?"
Rafa mengacungkan sebuah kotak berukuran kecil di depan Talia.
Sebelum Talia sempat mengiyakan, Rafa sudah lebih melenggang masuk dan berbaring di samping Nares. Mencolek lengan Nares tanpa takut.
"Nggak usah cemberut, lah, Pa. Papa pasti nggak nyiapin hadiah buat Mama, ya? Makanya iri aku aku bawa hadiah. Ya, kan?"
Nares mendengus samar. "Papa mau ngasih hadiahnya, tapi kamu masuk duluan."
Rafa kontan tergelak, tetapi tidak mau menyahut lagi. Karena pasti celetukan Papanya lebih ajaib dari yang ia bayangkan. Tidak lama setelahnya, Nadya dengan wajah setengah mengantuk, memasuki kamar Talia dan Nares sambil membawa sebuah hadiah untuk Mamanya. Rafa mengurungkan niat untuk menyerahkan kotak kecil di tangannya pada Talia.
"Mamaa, Adek punya hadiah juga, lhoooo."
Talia tersenyum kecil menanggapinya. Mendudukkan dirinya di sisi ranjang sebelum menerima kanvas yang dibungkus kertas kado itu dengan mata berbinar.
"Wah, bagus banget lukisannya Adek!" Talia tidak bisa menahan pekikannya. Nares pun langsung bangun untuk melihat dengan jelas lukisan yang Nadya beri untuk Talia. Lukisan wajah Talia dengan background kebunnya di halaman belakang terbingkai dalam kanvas berukuran 40 x 40 cm itu. Tidak begitu detail. Tetapi untuk ukuran anak SMP, Nadya termasuk pandai mengaplikasikan tiap-tiap warna akrilik miliknya di atas kanvas.
"Papa iri," ujar Nares, tanpa tedeng aling-aling. Dua kata yang langsung disambut tawa mengejek Rafa.
Talia ikut mencibir seraya meletakkan lukisan pemberian Nadya di sisi ranjang yang kosong. Kemudian merentangkan tangannya di depan Nadya yang langsung disambut si bungsu itu dengan pelukan hangat.
"Terima kasih, Sayang. Adek melukisnya tambah jago, hebat!"
Nadya tersenyum lebar dalam pelukan Talia. Sebelum melepas pelukannya, Nadya mengecupi pipi Talia. Nares yang melihat, tidak bisa menahan gemas. Pasti si bungsu itu akan masuk dalam pelukannya sebentar lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Home
Short Story[Slice of Life about Adhitama's Family.] Home (n): the place where one lives permanently. *** Pulang ke rumah memiliki banyak definisi. Pulang adalah ketika kamu merasa nyaman dan aman dari kerasnya dunia, ketika kamu telah melewati perjalanan yang...