Ada lagu di mulmed yang bisa kalian dengarkan sambil baca series kali ini. Series dengan tema ini sebenarnya aku peruntukkan di Hari Ayah beberapa waktu lalu. Sayangnya telat, karena baru sempat kutulis hari ini. Semoga vibes 'Hari Ayah'nya masih terasa, ya.
Happy reading, Peeps!
***
Ada yang berubah dari Nadya akhir-akhir ini. Putri bungsu keluarga Adhitama itu tidak seperti hari-hari biasanya. Setiap Nares mengajak bicara, selalu ada ponsel dalam genggamannya. Ketika Talia meminta untuk dibantu menyiapkan makan malam, selalu ada kata 'sebentar' dan Nares perlu menegurnya dulu agar si bungsu itu beranjak.
Yang lebih mengherankan, Nadya selalu ingin dijemput Nares maupun Ryan yang kerap pulang telat. Membuat perempuan itu harus menunggu di sekolahnya untuk waktu yang tidak sebentar.
Tak terkecuali malam ini. Nares menahan diri untuk tidak meledakkan amarahnya. Sejak masuk ruang makan beberapa menit lalu, Nadya hanya duduk pada salah satu kursi yang melingkari meja makan dengan ponsel di tangan. Sedangkan di depan kabinet, Talia sibuk menyiapkan makan malam.
"Adek, mau HPnya Papa banting lagi?"
Nadya menoleh pada Nares dan meringis. Buru-buru mengantongi ponselnya sebelum menghabiskan makan malam. "Nggak, Pa."
"Chat sama siapa, sih, Dek?"
"Temen, Ma. Ada tugas...,"
Nares menatap Nadya dengan dahi berkerut samar. "Tugas apa? Sulit tugasnya?"
Nadya mengangguk ragu. "Sulit ... jadi harus diskusi sama temen, Pa."
Nares tidak langsung menjawab. Ryan dan Rafa yang sadar bahwa Papanya sedang tidak dalam mood baik, memilih tidak bersuara.
Tidak ada obrolan santai usai makan malam yang berlangsung beberapa menit sebelum Talia membereskan meja makan. Nares langsung beranjak setelah menghabiskan makan malam dan meneguk air putih di gelasnya hingga tandas.
"Bawa tugasnya ke Papa, kita kerjain bareng biar kamu nggak ke mana-mana bawa HP. Papa capek lihatnya, Dek."
Nadya tidak langsung menjawab bahkan ketika Rafa yang duduk di sampingnya, menyikut pelan lengan perempuan itu.
"Dek, denger apa yang Papa bilang?"
Nares menunggu dengan tidak sabar. Membuat Nadya semakin tidak punya pilihan.
"Iya, Pa. Aku ambil tugasnya bentar lagi."
***
"Papa baru tau kalau Fisika termasuk materi yang sulit buat Adek."
Nadya menggigit bibirnya gugup ketika Nares bersuara. Papanya tidak marah. Tetapi nada suaranya yang dingin dan kesal itu sudah merepresentasikan yang tidak terucap.
"Iya, Pa ... Papa kan tau aku nggak begitu mahir Fisika."
Nares mengangguk. Di sampingnya, Talia sibuk membolak-balikkan buku PR Rafa. Sehingga tidak begitu memperhatikan Nadya.
"Mau pindah tempat les yang lebih bagus? Atau pakai guru privat, Dek? Biar kamu lebih intensif belajarnya."
Mendengarnya, Talia langsung menoleh dengan raut heran. "Tugas Fisika Adek yang selalu Mama cek, banyak benernya kok. Nilai IPAnya juga bagus. Meskipun nggak lebih bagus dari nilai Matematika."
Meski Talia tidak kurang mengajari Nadya, si bungsu itu ingin ikut program les untuk mata pelajaran Matematika dan IPA. Nadya beralasan bahwa ia tidak begitu jago pada ilmu pengetahuan alam itu. Nares menuruti, tetapi ia hanya mengizinkan Nadya ikut program les dua kali dalam seminggu. Sisanya, harus Talia yang mengawasi si bungsu itu belajar.

YOU ARE READING
Home
Short Story[Slice of Life about Adhitama's Family.] Home (n): the place where one lives permanently. *** Pulang ke rumah memiliki banyak definisi. Pulang adalah ketika kamu merasa nyaman dan aman dari kerasnya dunia, ketika kamu telah melewati perjalanan yang...