Bab 6. Girl x Friend

62 8 23
                                    

"Meski ada rasa, tapi sepertinya pertemanan lebih utama saat ini. Gak tau kalau nanti. Perasaan suka berubah-ubah."
-Dino-

©nurpratiwihm

🍭

"Lo gak pernah suka adek gue sebagai cewek gitu?"

Gerakan jari Dino berhenti seketika, "Suka Cia maksudnya?" ucapnya menaikkan atensi yang langsung diangguki Naren. "Hahahaha, bang Naren kenapa sih? Kesambet apaan nanya kek gitu?"

"Jawab aja Din, gak usah ketawa gue lagi su'udzon." jawab Naren dengan menaruh stick Ps nya dikarpet. Sepertinya Naren sudah mengakhiri permainan.

Dino ikut menaruh stick nya lalu menatap Naren yang juga menatapnya, "Su'udzon napa sih bang? Iya gue suka adek lo bang, saking sukanya gue mau lempar ke Mars biar gak balik ke Bumi lagi."

"Lu bego apa gimana? Suka apa dendam lo sama adek gue?"

Dino bergerak merapikan stick dan Ps milik Naren. "Gue udah anggap Cia teman sekaligus adek gue bang. Kita udah tumbuh bersama sejak kecil, jadi sepertinya gak ada kata suka karena terlalu biasa bersama sepertinya rasa itu minim. Ngerti gak bang?"

Naren mengangguk kecil, "Padahal gue berharap lo jadi adek ipar gue Din."

"Tapi gue gak mau punya kakak ipar macam lu bang." jawab Dino dengan senyuman lebarnya.

"Bangs*t...,"

"Hahahaha canda bang,"

Naren memperhatikan Dino merapikan alat-alat Ps nya dengan lincah, "Tapi nih ya, adek gue meskipun tolol kan cantik Din? Beneran gak pernah naksir?"

Dino tertawa kecil, kenapa bang Naren kek ngebet banget ya? Padahal Dino udah jelasin.

"Bang, lu liat dulu adek lo. Cantik kagak?" tunjuk Dino dengan dagunya membuat Naren ikutan melirik kearah gadis yang tidur terlentang di ranjang.

Cia tidur dengan posisi terlentang, mulut menganga dengan iler yang sepertinya bakalan membuat anak sungai di bantal dengan corak bulan itu. Pastikan hari ini Naren tidak mengeluarkan sebilah pisau dapur untuk membunuh anak gadis jorok macam Cia. Padahal itu bantal kesayangan Naren.

"Pantas lu gak tertarik Din, nyamuk aja ogah deh keknya ngisap darah Cia. Jijik soalnya," ucap Naren membuat Dino terkikik geli.

Dino berjalan kearah pintu terlebih dahulu, "Kadang gue suka bingung bang, adek lu itu beneran cewek tulen apa gimana," tawa segar dari Dino terus mengalir seiring pintu kamar yang dibukanya.

"Mau kemana, jadi nginap kan lo?"

"Jadi bang, gue mau ke dapur, haus abis main."

"Kita tidur di ruang tamu ya, Cia dah tidur disini soalnya."

"Okay bang."

Kepergian Dino membuat Naren kembali melirik kearah adiknya. "Nyusahin orang, dasar cewek gak guna. Untung lo adek gue, mana cuman satu lagi mau tidak mau kudu disayang-sayang kan." cerocos Naren mulai memperbaiki keadaan adiknya.

Naren memberi bantalan lebih rendah untuk kepala Cia, lalu guling yang langsung dipeluk Cia dan terakhir selimut untuk menutupi tubuh adiknya itu. Naren juga menyempatkan diri ngelap sudut bibir Cia dengan tissue, "Jorok banget sumpah, gue juga jadi ragu nih anak cewek apa cowok ya?,"

Terakhir sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya, Naren menatap wajah adiknya dengan senyum simpul, "Have a nice dream Nazia." kemudian tangannya bergerak memencet saklar untuk mematikan lampu dan menutup pintu kamar.

Asa Untuk RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang