Painting

2.4K 391 71
                                    

.
.
.
.
🌷🌷🌷


Harry sibuk membersihkan kuasnya selama melukis dengan tenang, disebuah ruang lukis yang luas miliknya yang ada di mansionnya.

Dan setelah itu pintu ruangan terbuka.

"Halo Harry". Sapa seseorang.

"Aku tidak mau melihat wajahmu Draco". Jawab Harry tanpa mengalihkan pandangannya.

"Harry, jangan marah padaku. Aku minta maaf padamu". Draco berjalan menghampiri Harry dan berusaha untuk membujuknya.

"Apa kau minum lagi?".

"Tidak, kenapa kau begitu keras padaku?".

Harry menghela napas, "harus ada seseorang yang keras padamu agar kau tidak selalu bersikap manja".

Draco melepaskan jasnya lalu duduk disebuah kursi dengan menggantungkan kedua kakinya pada lengan kursi itu, "kapan kau akan memulai karya seni terbaikmu wahai dewi Athena?"

"Aku tidak tau". Jawab Harry singkat.

"Tidak tau? Kenapa?".

Harry mendengus, "Karena aku adalah sebuah kegagalan".

"Apa pertanyaanku terlalu sulit untuk seseorang yang berusia 22 tahun?". Draco menaikkan satu alisnya.

Harry menggeleng kemudian duduk di kursi yang ada dihadapan Draco, "Astoria menjadi seorang guru dan hidup bahagia bersama suaminya, Pansy menjadi penulis berbakat, Hermione menjadi seorang aktris dan aku adalah kegagalan".

"Kenapa kau menyerah Harry? Kau sangat berbakat-"

"Bakat bukan hal jenius!". Potong Harry. "Aku ingin menjadi hebat atau tidak sama sekali, aku tidak mau menjadi biasa-biasa saja". Harry mulai merapikan lukisan-lukisannya dan menyiapkan kanvas yang baru.

Draco berdiri lalu pindah ke tempat objek lukisan lalu mulai berpose, "kalau begitu, bagaimana jika kau melukisku?".

Harry tertawa kecil, "baiklah".

"Apa yang akan kau lakukan dengan hidupmu?". Tanya Draco.

"Mengasah semua bakatku dan menjadi bermanfaat bagi masyarakat". Harry mulai menuangkan catnya.

Draco mengangguk, "oh, kurasa disanalah kau membutuhkan Theodore Nott".

"Jangan menyindir!".

"Aku hanya menyebut namanya". Draco mengendikkan bahunya. "Kau belum bertunangan, aku harap?".

"Belum".

"Tapi itu akan terjadi jika dia bertekuk lutut dengan benar?".

"Kemungkinan besar ya". Jawab Harry sambil tersenyum. "Dia baik, tampan, rajin. Dia kaya, bahkan lebih kaya darimu".

Draco mengalihkan pandangannya, "ya, selama kau mencintainya".

Harry menatap Draco lalu meletakkan kuasnya, "aku yakin kita memiliki kekuatan terhadap siapa yang kita cintai, itu bukan sesuatu yang terjadi begitu saja kepada seseorang".

"Kurasa penyair tidak akan setuju". Kata Draco.

"Aku bukan penyair, aku hanyalah orang biasa yang berasal dari kalangan menengah". Balas Harry. "Dan tak ada cara lain untukku menghasilkan uangku sendiri, untuk membiayai kehidupanku atau menafkahi keluargaku".

"Bagaimana jika kau punya banyak uang?". Tanya Draco.

Harry menarik napasnya dan bersiap untuk mulai berbicara. "Jika aku punya banyak uang, sebenarnya aku tidak sepenuhnya memilikinya. Uang itu akan menjadi milik suamiku ketika kami menikah, dan jika kami punya anak, itu akan menjadi miliknya bukan milikku, itu akan menjadi propertinya. Karena nyatanya pernikahan adalah sebuah penawaran ekonomi. Mungkin tidak untukmu, tapi jelas untukku". Jelas Harry panjang lebar.

The Night We MetWhere stories live. Discover now