part 6

303 20 3
                                    

Dimas merebahkan tubuhnya, kamar yang dia tempati tak kalah luas dari kamar Zico. Bahkan, di kamarnya itu ada satu ruangan yang bisa dia gunakan untuk bersantai atau pun melakukan aktivitas lainnya, karena memang ruangannya kosong.

Dimas benci mengakuinya, tetapi kenyataannya dia memang tidak bisa hidup tanpa teman-temannya. Itulah alasan dia menolak untuk dijodohkan oleh orang tuanya.

Tak butuh waktu lama, Dimas sudah memejamkan mata dan pergi ke alam mimpinya.

Pukul 07.00.

Dimas sudah rapih dengan pakaian yang dia pinjam dari Zico pagi tadi. Hari ini, dia akan pergi mengantar Rafa untuk menjemput gadis yang sangat diidamkan oleh sahabatnya itu.

Sebelum pergi, Dimas memilih menemui Zico terlebih dahulu untuk sekedar berpamitan, tetapi, kamar milik laki-laki itu sudah kosong.

Namun, tiba-tiba saja, sebuah tangan melingkar tepat di perut Dimas, membuat laki-laki itu membulatkan matanya, tanpa bereaksi apapun lagi. Jika dilihat dari bentuk dan ukuran tangannya, jelas itu adalah tangan seorang gadis. Yang menjadi pertanyaan Dimas, siapa gadis yang saat ini sedang memeluknya?

"Na!"

Sebuah tangan yang lain, menarik paksa orang yang sedang memeluk Dimas.

"Bang Zii."

Nana membulatkan matanya, dia pikir yang tadi dia peluk adalah Zico, karena baju yang digunakan Dimas adalah baju favorit Zico.

"Kamu kenapa peluk dia?!" Suara Zico sedikit meninggi, membuat Nana semakin menundukan kepalanya, antara malu dan takut.

"A–aku pikir di–a abang, soalnya dia pake baju abang," jawab Nana sedikit terbata. Melihat Nana yang ketakutan membuat Zico segera tersadar akan kesalahan yang baru saja dia lakukan.

"Gak papa, Abang tadi cuman kaget aja liat kamu tiba-tiba peluk Dimas, Abang pikir kalian pacaran," ucap Zico sembari mengusap pelan puncak kepala Nana, berusaha menenangkan gadis itu. Bagaimana pun, Zico jelas tahu jika Nana adalah gadis yang paling tidak bisa dibentak. Meski dia selalu bersikap cuek, tetapi sebenarnya, Nana adalah gadis yang sangat peduli pada ucapan orang lain.

"Co, gue pamit. Mau nganter Rafa jemput orang," ucap Dimas memotong percakapan antara Zico dan Nana. Dimas segera pergi dari kamar Zico. Jantungnya berdetak lebih cepat dari sebelumnya, apalagi tadi pandangannya dengan Nana sempat bertemu membuat dia semakin gugup.

***

Hari ini, Nana terlihat berbeda dari biasanya. Rambut yang biasanya selalu dia gerai, kini terikat rapih, ditambah lagi, gadis itu memakai pakaian formal yang membuatnya terlihat lebih dewasa dan cantik.

"Kamu mau ke mana, Na?"

"Mulai hari ini, aku mau jadi asistennya Abang," ucap Nana dengan semangat. Tekadnya untuk membantu Zico sudah bulat. Dia tak ingin hanya menjadi beban tanpa bisa melakukan apapun untuk pria itu.

"Tapi ini hari libur, Na. Kamu gak lupa, 'kan?"

Nana merogoh tas selempangnya, mengambil ponsel guna melihat tanggal, dan ternyata benar sekarang adalah hari Minggu.

"Kalo gitu, aku mulai besok aja deh jadi asistennya, sekarang aku mau balik ke kamar lagi." Nana segera pergi dari hadapan Zico. Namun, langkahnya terhenti karena Zico yang tiba-tiba menahan dirinya.

"Mending sekarang kamu anter Abang jalan-jalan."

"Ke mana?"

"Kamu maunya ke mana?"

Nana mengetuk-ngetukan telunjuknya ke pipi kanannya, menunjukan bahwa dia sedang berpikir. "Gramedia?" Sebuah tempat yang sudah lama ingin dia kunjungi tiba-tiba saja terlintas dalam otaknya. Senyumnya semakin melebar saat Zico mengangguk setuju atas tempat yang Nana usulkan.

Kak, Aku Kecewa (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang