17

203 11 0
                                    

Nana menatap Zico yang masih sibuk dengan laptopnya. Baru saja, Nana ingin menghampiri pria itu, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Menandakan ada panggilan masuk.

"Hallo?"

Hening, tak ada jawaban dari sang penelpon.

"Hallo?"

Lagi-lagi masih tak ada respon.

Tut! Tut!

Sambungan telpon terputus secara sepihak. Namun, tak beberapa lama, sebuah panggilan kembali masuk ke ponselnya.

"Hallo?"

"Na!"

Tubuh Nana menegang, ponsel yang semula dia genggam kini terjatuh.

Tut! Tut!

Lagi-lagi suara sambungan telpon terputus terdengar dari ponselnya.

Jika Nana tak salah lihat, nomor yang menelponnya tadi adalah nomor yang selama ini selalu menerornya, tetapi dari suara yang dia dengar, jelas suara itu adalah suara laki-laki, dan suaranya begitu mirip dengan suara Cio.

Zico yang melihat Nana terduduk sembari menangis segera menutup layar laptopnya dan menghampiri Nana.

"Cio," ucap Nana begitu Zico bertanya 'ada apa?'.

"Cio udah gak ada, Sayang. Kamu kenapa?"

Nana menggeleng kuat, dari suaranya jelas Nana sangat mengenali jika itu adalah suara Cio. Laki-laki yang selama enam belas tahun bersama dengannya.

"Mending kita pulang." Zico membantu Nana untuk berdiri, pria itu memapah Nana yang kembali oleng saat berjalan, begitu berpapasan dengan Chika. Zico menghentikan langkahnya.

"Chik, tolong kosongkan jadwal saya besok dan Minggu depan."

Chika hanya mengangguk sebagai jawaban dari perintah Zico. Sebagai sekertaris yang pria itu percaya selama hampir dua tahun, jelas Chika paham dan selalu bisa diandalkan mengenai jadwal pria itu.

Zico mendudukkan Nana di samping kursi kemudi, dirinya tidak memiliki supir pribadi yang membuatnya terpaksa harus mengendarai mobilnya sendiri.

Semenjak peristiwa beberapa hari lalu, membuat Zico kehilangan beberapa aset yang kembali Saga tarik. Bahkan, masih diberi satu perusahaan saja, sudah membuat Zico tersenyum senang, setidaknya dia masih punya penghasilan meski kartu kreditnya terblokir.

Begitu sampai di rumah, Nana sudah tertidur pulas. Membuat Zico dengan hati-hati membopong tubuh adiknya dan membawanya masuk ke dalam rumah.

Ponsel Nana kembali bergetar, memunculkan sebuah pesan dilayar ponselnya.

[Mari kita ketemu.]

Rahang Zico mengeras, dia yakin jika pesan itu pasti dari orang yang selama ini selalu meneror adiknya. Ponsel Nana dia genggam kuat, seolah menyalurkan rasa marahnya.

"Engh."

Ajaib, hanya dengan mendengar lenguhan Nana, mampu membuat amarahnya mereda. Wajah damai Nana yang tertidur membuat kedua sudut bibirnya membuat lekukan. Tak ada yang harus dia khawatirkan jika Nana baik-baik saja.

Zico segera bangkit, menuju ke dapur untuk memasak, saat ini, di rumahnya Zico tak memiliki satu pun asisten rumah tangga. Semua para pekerjanya dia pulangkan, karena Zico merasa tak yakin jika dia mampu membayar gaji para pekerjanya. Kini di rumahnya hanya tersisa dirinya, Nana, dan sepasang suami istri yang sudah lebih dari tiga puluh tahun bekerja di rumahnya, mereka adalah Bi Sri, satu-satunya orang yang mau bekerja dengannya meski pun Zico tak akan memberinya gaji, dan juga suaminya Pak Tarjo yang sudah mengabdikan dirinya kepada Zico.

Kak, Aku Kecewa (Tamat)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora