#9 - Jadian

79 23 18
                                    

"Jangan bersikap ramah untuk siapapun yang menjadikanmu sebatas singgah bukan rumah."

***

Chintya berjalan lesu setelah berulang kali dia menelepon sang bunda namun tak terjawab. Ia mengirim pesan melalui whatsapp agar sang ibu menjemput dirinya namun masih centang satu, pertanda bahwa ponsel sang bunda sedang tidak aktif. Chintya menggerutu, ditambah lagi dengan teriknya sinar matahari membuat dirinya benar-benar kesal. Chintya memang bangga punya ibu yang kini punya jabatan tinggi, namun semenjak itulah Chintya jadi merasa kesepian. Ibunya sering pulang di malam hari, sedangkan berangkat kerja selalu di pagi hari sehingga tak ada waktu luang untuk bersama-sama, bahkan hanya untuk sekadar curhat. Chintya sering mengeluh tentang keadaannya yang kini bertambah pelik.

Chintya menghentikan langkahnya sejenak, lantas mendengar suara knalpot motor yang kini sudah tak asing didengar. Seketika dirinya menjadi gugup, perasaannya campur aduk. Chintya bingung apa yang harus ia lakukan terhadap makhluk aneh yang kini semakin mendekat.

"Siang, sayanggg..." sapaan Radithya seketika menembus dinding hati Chintya, entah mengapa lelaki itu mengeluarkan dua kata yang sungguh menggelikan. Namun Chintya tetap memilih diam, bahkan tidak mengalihkan pandangan sedikitpun ke arah sang pemilik suara itu.

"Harusnya lo tadi minta gue buat nganterin lo, pasti lo nggak bakal capek." Chintya segera mempercepat langkahnya, walau rasa gugupnya tak dapat ia sembunyikan.

"Chintya, kalau ada orang ngomong didengerin dong. Jangan pura-pura ngambek nanti cantiknya berkurang lho."

Chintya tetap pada pendiriannya untuk membisu, tidak tertarik oleh rayuan lelaki itu, sementara Radithya terus mengikutinya agar bisa menyamai kecepatan Chintya berjalan.

Akhirnya Chintya menjadi kesal, mendorong helaian rambutnya ke belakang telinga, dan membalikkan badannya untuk menatap wajah tampan Radithya. "Ini semua gara-gara lo ya." kata Chintya dengan nada ketus. "Harusnya lo nggak usah dateng ke rumah gue, jadi gue bisa berangkat naik motor sendiri, dan gara-gara lo gue jadi kepanasan." lanjutnya. Chintya tau bahwa dirinya tak perlu memarahi Radithya. Chintya sebenarnya ingin diantar oleh Radithya. namun gengsi telah menghalanginya untuk meminta sesuatu pada lekaki dingin itu.

"Chintya?"

"Lo kenapa sih bawel banget?!" ketus Chintya, walau sebenarnya ia ingin meleleh mendengar suara taksirannya.

"Gimana kalau gue ajak lo jalan-jalan?"

Radithya menghalangi jalan Chintya, dalam hati gadis itu berkata. "Ini anak kenapa makin lama makin nyebelin?!"

"Ayo naik motor bareng gue." tawar Radithya dengan senyuman yang membuat Chintya ingin jatuh pingsan, namun sepertinya Chintya masih punya kekuatan untuk menahan dirinya agar tidak tergeletak.

"Nggak mau." jawab Chintya dengan tak acuh.

"Chintya?"

"Lo nggak tau kalau sekarang cuaca jadi mendung?"

"Nggak usah malu deh sama gue. Lo aslinya mau kan dibonceng sama gue, tuh kan senyum-senyum sendiri." tatapan tegas dari Radithya seketika meluluhkan hatinya.

"Apaan sih? Iya, iya!" dengan terpaksa Chintya duduk di jok belakang Radithya. Bukan terpaksa sih, tapi memang Chintya ingin berduaan dengan Radithya. Malu tapi mau.

RADITHYA & CHINTYA (HIATUS)Where stories live. Discover now