tiga

1.3K 125 18
                                    

Hidup itu anugerah, meskipun berusaha pergi, hatinya masih untukku.

Aril mencoret-coret kertas di depannya. Sudah sepuluh menit yang lalu, rapat ini belum juga usai. Dia ingin menjemput Zanna di rumah orang tuanya. Dia sengaja menyuruh Zanna datang ke rumah orang tuanya, untuk mengantarkan kue, hanya karena dia tidak ingin melihat Zanna pulang bersama Alan. Cemburu, oh, tidak. Aril tidak pernah cemburu. Catat! Aril tidak pernah cemburu.

Mata elangnya memandang tajam ke arah rekan kerjanya yang memutar-mutar penjelasan. Dia cukup muak harus terjebak dalam situasi seperti ini. Dia hanya ingin memandang wajah Zanna saat memasak, itu saja.

"Kita akhiri sampai di sini, saya terlalu lama menjelaskan," ucap lelaki berkemeja putih itu.

Dari tadi!

Aril memasukkan buku catatan itu ke dalam tasnya, dia bergegas berdiri dan berjalan melewati dosen yang lain. Tidak ada niatan untuk berpamitan, dia harus segera pergi sekarang juga.

"Pak Aril, boleh saya menumpang?" tanya dosen perempuan.

"Saya tidak ada waktu." Aril berlalu begitu saja, dia berjalan dengan cepat menuju mobil sedannya yang terparkir sempurna di sana.

Menancap gas dengan kecepatan tinggi, dia menuju ke arah rumah orang tuanya. Di sana dia melihat Zanna tengah duduk dan membaca buku di teras. Aril menghampirinya dan merebut buku yang dibaca Zanna.

"Bapak? Baru pulang?" Hanya deheman sebagai jawaban.

"Kamu naik apa tadi?"

"Ojek, Pak." Alan, Pak. Sayangnya Bapak nggak suka.

"Ayo pulang! Kita makan malam di rumah aja." Zanna mengangguk.

"Mau ke mana?" Zanna hanya diam menunduk. "Sini aja, nginap rumah mama. Kan, mama juga pingin punya cucu."

Yes cucu, bisa ngajakin Zanna ehem-ehem.

Cucu? Dari tepung apa boneka?

Zanna hanya diam tanpa menjawab. Ini adalah hal yang sulit. Dia memilih diam, ingin menghindar tapi Aril menariknya.

"Bapak jangan macam-macam sama anak di bawah umur ya, saya laporin kak Seto loh!" ancam Zanna.

"Nggak! Saya nggak tertarik sama depan, belakang yang rata." Zanna memeluk dirinya sendiri. "Ayo pulang!"

***

Zanna duduk dengan khusyuknya dengan sebuah buku yang ada di pangkuannya. Bahkan masuknya Aril pun dia tidak sadar. Terlalu fokus dengan buku yang dia bawa.

Zanna adalah seorang penulis novel, dia menulis sebuah kisah romansa yang pasti akan membuat baper setiap orang, sedangkan Alan, dia adalah editor Zanna. Mereka berdua bertemu lebih sering karena alasan ini.

Aril duduk di depan Zanna, memperhatikannya dalam diam. Tiga bulan hidup bersama Zanna, bahkan mampu membuat Aril goyah.

Hatinya sedikit demi sedikit terbuka untuk melihat ketulusan Zanna. Zanna yang tidak pernah banyak bicara ketika bersama dengannya.

Wedding Enemy (21+) Where stories live. Discover now