Sembilan

1K 88 5
                                    

Halo gaesss, yok ikutan PO

***
B

erdiri tertatih untuk melakukan hal yang membuat dirinya kembali ke pelukanku.
.
.
.

Zanna memandang foto pernikahan yang benar-benar tidak dia harapkan. Zanna tertawa miris, ini gila. Delapan bulan mereka menikah dan Aril sudah bergandengan tangan dengan wanita lain. Luar biasa membunuh hati Zanna. Menghela napas berat, dia berjalan menuju lemari. Memandang koper yang selalu dia simpan di sana. Zanna membawanya dengan hati-hati. Dia mengeluarkan beberapa baju yang dia perlukan dan dimasukkan ke koper. 

Suara deru mobil di garasi, membuatnya kembali menyimpan koper itu kembali ke lemari. Dia bergegas membuka buku-buku yang ada di meja belajarnya. Suara pintu terbuka membuat jantungnya berdegup kencang, dia melarikan diri ke kamar mandi. Lebih baik berendam sebentar.

"Zanna!" teriak Aril dari ruang keluarga. Tidak ada jawaban apapun dari Zanna.

Aril berjalan menuju kamar Zanna, membukanya dengan keras, dia mengernyitkan keningnya bingung, Zanna tidak ada. Hanya ada buku-buku yang ada di mejanya. Pintu kamar mandi terbuka, memperlihatkan Zanna yang sedang mengeringkan rambutnya. Mencoba untuk tetap biasa saja, Zanna berjalan menuju lemari, menyambar asal baju dari sana. Dia sedikit risih dengan tatapan Aril, seakan menelanjangi dirinya saat ini. 

"Dari mana kamu?" 

"Kamar mandi," jawabnya polos.

Bodoh Aril, jelas sekali Zanna menggunakan bathrobe, bahkan rambutnya basah. Zanna tak mengindahkan Aril, dia berjalan kembali ke kamar mandi untuk berganti pakaian.

"Bego Zanna, kenapa lo ambil baju beginian," rutuknya. Baju yang dia ambil adalah tanktop lengan spaghetti berwarna putih selutut. Zanna menghela napas panjang, dia harus segera keluar, sebelum Aril berteriak kembali.

Zanna berjalan menuju meja rias, dia melirik Aril yang sedang duduk di kursi belajar miliknya, menekuri beberapa yang sengaja Zanna buka tadi untuk menjadi alasannya. Zanna menyisir rambutnya yang panjang, sesekali dia melirik Aril yang masih sibuk dengan buku di depannya. Dia menaburkan bedak tipis di wajahnya dan liptint untuk bibir tipisnya. Sengaja dia menggunakan parfum di lehernya agar Aril sedikit tertarik padanya.

Berendam selama beberapa menit di sana, membuat otaknya lebih segar. Dia ingin mempertahankan rumah tangga ini, dengan berbagai cara. Apapun agar Aril tetap dalam pelukannya.

"Zan, tugas kamu ...."

Zanna mengibaskan rambutnya ke belakang sedikit, dia menopang dagunya dengan tangan dan menatap Aril. Sesuai dugaan Zanna, Aril menelan ludahnya kasar. Aril memandangnya dengan sayu, baru kali ini dia melihat Zanna menggunakan tanktop berwarna hitam, dia sangat suka sekali dengan lekuk tubuh Zanna.

Zanna berjalan mendekati Aril, dia mengambil satu buku dengan gugup. Tatapan Aril semakin terasa berbeda. Zanna berdehem untuk menghilangkan suasana canggung.

"Mas, aku mau tanya tentang tugas yang kamu kasih." Zanna mengusap tangan Aril yang memegang buku. "Aku ... kesulitan."

Kenapa gue geli sendiri sih, ngerayu gini.

"Apa?" tanya Aril, suaranya sedikit serak.

Bego! Masa gitu aja lo udah sange Ril? Ini masih sore, Ril.

Zanna duduk di meja, membuat belahan dress di tengahnya, leluasa memperlihatkan paha dalam Zanna. Aril menelan ludahnya kasar.

Tahan Ril, tahan. Nanti aja malamnya lo garap abis-abisan. Ini masih sore, sabar.

Zanna mengusap wajah Aril dengan lembut, dia menyambar tisu dan mengelapnya keringat Aril dengan penuh kasih sayang. Zann menunduk, membuat belahan dadanya lebih terekspos dengan jelas.

Sialan! Gue nggak tahan lagi.

"Mas mau bantuin aku ngerjain tugasnya, nggak?" Aril menelan ludahnya kasar, pandangan matanya bukan tertuju pada wajah Zanna lagi. Melainkan belahan yang mampu membuat jiwa raganya meronta-ronta.

"Aku bisa kerjain sekarang juga." Zanna tersenyum, dia mengecup pipi kiri Aril.

"Oke. Aku akan masak yang spesial buat Mas." Zanna berlalu begitu saja.

Yes, akhirnya gue nggak perlu susah ngerjain tugasnya.

Aril membuka laptop milik Zanna, membuka lembaran tugas yang dia berikan lewat email tadi. Dia mengerjakannya dengan teliti, tidak ingin Zanna kecewa dan berakhir dia tidak dapat jatah. Sungguh menyedihkan.

Tenang Ril, bersusah-susah dahulu, berena-ena kemudian, sampai puas.

"Arilll, Zanna Sayanggggg!" teriak seorang wanita paruh baya dari depan.

Aril tidak peduli, dia harus segera selesai dan memanjakan dirinya bersama Zanna. Ibu Aril berjalan menemui Zanna yang sibuk membakar daging sapi dan memasak sup udang dan bakso.

"Ah, harum sekali masakan kamu, Zanna."

"Mami makan di sini aja," ajak Zanna.

Aril keluar dari kamar Zanna, dia menemui Zanna yang sedang bercengkrama dengan ibunya. Dia memeluk pinggang ramping Zanna.

"Mami ngapain?"

"Mami mau makan di sini,nginap di sini juga." Aril memandangnya tajam. "Satu lagi, mami mau tidur sekamar sama Zanna."

Mampus, gue nggak bisa enaena.

Yes,gue bebas.

"Mami mending pulang deh."

"Nggak mau. Mami mau tidur di sini, tidur sama Zanna. Mami mau misahin kamu bentar, biar nggak terus-menerus ngajakin Zanna ngadon cucu buat mami."
***

Wedding Enemy (21+) Where stories live. Discover now